Apa sebenarnya dampak dari hilangnya atau terganggunya keanekaragaman hayati di bumi? “Pandemi Covid itu bisa menjadi pembelajaran sebenarnya buat kita bahwa itu terjadi ya karena ada yang hilang dari keseimbangan ekosistem tadi,” kata Badiah.
Selain itu, pada dasarnya, setiap spesies memiliki fungsi dan perannya masing-masing bagi kesehatan ekosistemnya. Hilangnya satu spesies saja bisa mengganggu rantai makan, jaring-jaring makanan, hingga ekosistem.
Badiah menyebut film dokumenter mengenai Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat sebagai satu contoh yang unik. Film itu menggambarkan bahwa ekosistem Yellowstone yang rusak bisa pulih berkat upaya pelepasliaran lima serigala di sana.
“Kalau dipikir-pikir mengapa bunga-bunga di situ tidak tumbuh, kemudian airnya juga tidak bisa mengalir dengan baik, itu kalau dipikir secara nalar kok kenapa ternyata bisa pulih hanya dengan melepasliarkan lima ekor serigala gitu ya? Nah itu artinya memang serigala berada dalam sistem rantai makanan yang memang sangat kompleks gitu dan impaknya memang tidak bisa dilihat dalam jangka pendek.”
Oleh karena itu, penting bagi kita semua agar tidak menangkap, memperjual-belikan, ataupun memelihara satwa liar. Melindungi hutan dan pepohonan, sebagai habitat satwa liar, juga menjadi hal yang mendesak.
Rheza Maulana, seorang peneliti dan aktivis lingkungan, mengatakan bahwa kita semua bisa berperan serta atau ikut berkontribusi dalam menyelamatkan spesies-spesies tersebut dari jurang kepunahan. “Mulai dari diri sendiri dulu,” tegas Rheza. “Apa yang bisa kita kerjakan, kita kerjakan. Apa yang bisa kita lakukan, kita lakukan. Walaupun sesederhana belajar.”
“Jadi maksud saya gini, jangan sampai niat kita baik, ‘Oh saya mau nolong satwa Indonesia,’ tapi caranya keliru. Kita berguru misalkan dari orang yang jualan monyet pinggir jalan. Kita beli monyet itu padahal itu hasil buruan, hasil tangkapan ilegal, dengan anggapan ‘Oh saya menolong monyet nih dengan melestarikan di rumah.’ Padahal bukan seperti itu.”
Selain itu, menurut Rheza, kita juga perlu memahami yang mana saja satwa liar yang sebenarnya bukan hewan peliharaan. Pemahaman itu penting agar kita tidak ikut-ikutan membeli dan memelihara satwa liar. Tidak ikutan nonton konten-konten dari orang-orang yang memelihara satwa liar yang sebenarnya justru mengancam kelestarian satwa tersebut, sehingga kita juga tidak menyebarkan konten tersebut di media sosial.
“Kalau bisa kita bikin ekosistem socmed itu, ketika kita nulis wildlife ataupun satwa liar apa pun, yang muncul itu adalah program-program pemerintah atau program-program lembaga konservasi yang bagus yang menyelamatkan, yang merehabilitasi, yang melepasliarkan, bukan seperti contoh saya nulis monyet ekor panjang yang muncul di socmed adalah jual beli monyet,” sesal Rheza.
75 Perempuan Berlatih Seni Bertahan Hidup pada Gelaran Women Jungle Survival Course EIGER 2024
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR