Suatu malam menjelang Natal, Luther sedang berjalan pulang melewati hutan ketika ia terpukau melihat cahaya bintang bersinar di antara dahan-dahan pohon cemara.
Ingin berbagi pemandangan magis itu dengan keluarganya, ia menebang sebuah pohon dan meletakkannya di rumah, menghiasnya dengan lilin kecil untuk melambangkan langit malam yang penuh bintang.
Pada tahun 1605, pohon Natal mulai menjadi pemandangan umum. Catatan sejarah menunjukkan bahwa penduduk Strasburg menghias pohon cemara dengan bunga mawar kertas warna-warni, apel, wafer, kertas emas, dan permen.
Kontroversi dan Penolakan
Namun, tidak semua orang menerima tradisi ini. Pendeta Lutheran Johann von Dannhauer mengeluh bahwa pohon Natal mengalihkan perhatian orang dari "pohon hijau sejati," yakni Yesus Kristus.
Di Inggris, kaum Puritan, yang dipimpin oleh Oliver Cromwell pada abad ke-17, mengecam tradisi ini sebagai sisa-sisa paganisme.
Mereka menentang pohon yang dihias, Yule log, holly, mistletoe, bahkan lagu-lagu Natal, yang mereka anggap mengotori kesakralan perayaan kelahiran Kristus.
Pohon Natal Modern
Tradisi pohon Natal nyaris terlupakan di Inggris hingga Ratu Victoria dan suaminya yang berkebangsaan Jerman, Pangeran Albert, menghidupkannya kembali.
Pada tahun 1846, mereka digambarkan dalam Illustrated London News sedang berdiri bersama anak-anak mereka di sekitar pohon Natal yang dihiasi dengan ornamen cantik di Kastil Windsor.
"Sebenarnya, para imigran Jerman sudah memperkenalkan tradisi ini ke Inggris sejak awal 1800-an, tetapi masyarakat setempat belum menerimanya," kata Tibi.
Baca Juga: Mochi, Kue Beras Jepang yang Dinikmati sejak Zaman Prasejarah
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR