Nationalgeographic.grid.id—Pemerintahan kaisar-kaisar Romawi tidak selalu berlimpah, panjang, atau tanpa perlawanan. Bahkan, dalam banyak kasus, pemerintahan mereka penuh gejolak dan kacau.
Hal ini khususnya berlaku dalam kasus-kasus ketika seorang kaisar yang telah lama memerintah tiba-tiba meninggal. Atau ketika takhta harus dibagi di antara "kaisar bersama".
Ketika dihadapkan dengan semua kekuasaan, kekayaan, dan pengaruh, orang-orang yang berkuasa tidak rela untuk membagi semuanya. Hal ini terjadi pada kaisar bersama, kakak beradik Geta dan Caracalla.
Septimius Severus, sang ayah, ingin mereka berbagi takhta setelah ia meninggal. Alih-alih menuruti keinginan mendiang ayahnya, mereka langsung berselisih. Perselisihan itu memperlihatkan kepada semua orang kerumitan pemerintahan kekaisaran ketika suksesi yang tidak diungkapkan dengan jelas.
Maka, kehidupan dan pemerintahan Kaisar Geta yang singkat terganggu oleh perselisihan dalam keluarganya. “Juga oleh persaingan yang mematikan dengan saudaranya sendiri,” tulis Aleksa Vuckovic di laman Ancient Origins.
Siapa yang ingin menjadi kaisar?
Kaisar Septimius Severus memerintah selama 18 tahun, naik ke tampuk kekuasaan dengan cara tradisional. Ia mengalahkan beberapa pesaingnya untuk kursi Kekaisaran Romawi.
Kaisar Septimius Severus mengonsolidasikan kekuasaannya dan mengeksekusi banyak lawannya di senat. Ia pun menempatkan orang-orangnya sendiri di posisi kekuasaan.
Sang kaisar mampu mempertahankan jabatannya lebih lama daripada kebanyakan kaisar dalam periode sulit yang dikenal sebagai “Tahun Lima Kaisar”.
Severus memiliki dua putra - Caracalla, lahir pada tahun 188 M, dan Geta, lahir satu tahun kemudian. Sejak awal, Severus bermaksud agar putra-putranya memerintah sebagai kaisar bersama. Ia berusaha untuk tidak menumbuhkan persaingan dan permusuhan di antara mereka.
Severus berharap bisa memperkokoh masa depan dinasti dengan mempromosikan persatuan di antara putra-putranya. Karena itu, ia akhirnya mengangkat mereka sebagai ahli waris bersama.
Baca Juga: Anehnya Pajak Urine di Era Romawi Kuno: Mengumpulkan Uang yang Tidak Berbau
Namun, kedua bersaudara itu tidak memiliki cinta untuk dibagikan satu sama lain. Bahkan ada ketegangan di antara mereka yang tumbuh selama masa kanak-kanak. Dan meskipun kedua bersaudara itu tumbuh sebagai saingan yang jelas, masyarakat gagal melihat aspek ini dari mereka.
Kaisar Severus berusaha keras untuk menggambarkan keluarganya sebagai satu kesatuan yang harmonis. Citra ini sangat penting untuk memastikan kesetiaan pasukan dan rakyat provinsi.
Namun, di balik kedok keluarga harmonis, terdapat persaingan sengit antara dua saudara yang tidak ingin berbagi kekuasaan. Dengan cara ini, “benih-benih perselisihan” ditanam sejak dini dalam kehidupan mereka, dan menandakan masalah di masa mendatang.
Masalah benar-benar datang dengan kematian Septimius Severus yang tak terduga pada bulan Februari 211 M. Setelah jatuh sakit, ia berbicara kepada putra-putranya di ranjang kematiannya. Ia konon mengatakan: “Hiduplah rukun, perkaya para prajurit, tolak semua yang lain.”
Seperti yang digariskan selama hidupnya, kedua bersaudara itu adalah pewaris bersama. Dan setelah kematiannya, keduanya pun menjadi kaisar bersama. Severus berharap agar putra-putranya akan memerintah Kekaisaran Romawi seperti yang dilakukannya, tetapi dengan upaya bersama.
Sayangnya, kematiannya hanya melepaskan kepahitan yang telah mereka simpan selama ini, dan perebutan kekuasaan besar pun terjadi.
Saudara-saudara bersatu karena kebencian
Segera setelah kematian ayah mereka, yang meninggal di Inggris, di Eboracum (York modern), kedua bersaudara itu kembali ke Roma. Sang ibu, Julia Domna, pun turut menemani.
Ibu mereka juga merupakan penasihat utama mereka, sama seperti halnya bagi suaminya, Severus. Ia berhasil mempertahankan pengaruh politiknya atas putra-putranya. Julia juga merupakan satu-satunya orang yang membuat Caracalla dan Geta tidak berselisih sepenuhnya. Namun, meskipun demikian, mereka saling membenci.
Kedua bersaudara itu selalu menjaga jarak satu sama lain. Mereka tidak pernah berbagi makanan dan tempat, serta memiliki pengiring dan pelayan sendiri.
Kekaisaran Romawi saat itu secara efektif terbagi. Caracalla dan Geta mendirikan tempat pemerintahan terpisah di istana yang sama. Tak lama kemudian, permusuhan mereka meluas hingga ke keputusan administratif. Masing-masing berusaha merongrong otoritas yang lain.
Kedua pria itu sangat takut akan pembunuhan. Saat minggu berganti bulan, mereka hanya bertemu di hadapan ibu mereka, dan itu pun di hadapan pengawal bersenjata yang kuat.
Tentu saja, hal ini mencegah mereka untuk memerintah kekaisaran sama sekali, tetapi stabilitas dipastikan melalui mediasi ibu mereka. Pada akhir tahun 211 M, di tahun yang sama saat ayah mereka meninggal, kedua bersaudara itu mencapai titik didih.
Hanya beberapa bulan setelah Severus meninggal di Inggris, persaingan antara kedua putranya mencapai klimaks yang tragis. Pada tanggal 26 Desember 211 M, Caracalla bertekad untuk membunuh saudaranya. Ia mengatur pertemuan dengannya, di hadapan ibu mereka, dengan dalih rekonsiliasi akhir. Geta menerima panggilan tersebut, tanpa pernah menduga bahwa itu sebenarnya jebakan.
Karena pertemuan itu diadakan di tempat tinggal ibu mereka, Geta muncul tanpa pengawal. Caracalla segera memerintahkannya untuk dibunuh oleh perwira, dan selama itu Geta berada dalam pelukan ibunya. Peristiwa itu menjadi akhir yang brutal bagi persaingan sengit antara kedua bersaudara itu.
Kaisar Geta yang dikhianati
Dan berakhirlah pemerintahan Kaisar Geta dari Dinasti Severan yang sangat singkat dan sangat tidak penting. Caracalla, pembunuhnya, terus memerintah sebagai kaisar tunggal hingga tahun 217 M. Ia ditikam sampai mati oleh seorang prajurit yang tidak puas.
Dalam banyak hal, kehidupan dan pemerintahan singkat Geta didominasi oleh persaingan dengan saudaranya. Juga sikap saling menghindari yang agak kekanak-kanakan. Karena permusuhan yang pahit ini, mereka tidak pernah benar-benar berkuasa sampai Geta terbunuh.
Pada akhirnya, kisah Geta dan Caracalla adalah contoh yang jelas tentang bagaimana nafsu akan kekuasaan dapat memecah belah seluruh keluarga. Juga dapat menyebabkan saudara-saudara berperang satu sama lain. Nasib terakhirnya adalah pengingat bahwa bahkan kekaisaran yang paling kuat pun dapat dibentuk secara mendalam oleh hubungan pribadi dan pilihan individu.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR