Nationalgeographic.co.id—Kalender tahunan yang kita pakai ternyata berakar dari era Romawi kuno. Bagaimana orang-orang Romawi kuno bisa memiliki gagasan bahwa setahun terdiri atas 365 hari atau 366 hari.
Anda mungkin sudah tahu bahwa Bumi membutuhkan waktu 365 hari untuk melakukan satu putaran penuh, tetapi perjalanan itu sebenarnya berlangsung sekitar 365 seperempat hari. Tahun kabisat yang terdiri atas 366 hari membantu agar kalender 12 bulan tersebut sesuai dengan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari.
Setelah empat tahun, jam-jam yang tersisa tersebut bertambah menjadi satu hari penuh. Pada tahun kabisat, kita menambahkan hari ekstra ini ke bulan Februari, sehingga panjangnya menjadi 29 hari, bukan 28 hari seperti biasanya.
Ide tentang kalender tahunan ini berawal dari era Romawi kuno. Awalnya orang-orang Romawi kuno memiliki kalender tahunan dengan 355 hari, bukan 365 hari. Sebab, kalender tahunan tersebut didasarkan pada siklus dan fase Bulan.
Pada akhirnya, mereka menyadari bahwa kalender mereka tidak lagi selaras dengan musim. Jadi mereka mulai menambahkan satu bulan ekstra, yang mereka sebut Mercedonius, setiap dua tahun untuk mengejar hari-hari yang hilang.
Pada tahun 45 SM, kaisar Romawi Julius Caesar memperkenalkan kalender matahari, yang didasarkan pada kalender yang dikembangkan di Mesir kuno. Kalender Mesir kuno adalah kalender matahari dengan 365 hari setahun.
Satu tahun dalam kalender Mesir kuno terdiri atas tiga musim yang masing-masing musim terdiri atas 120 hari, sehingga totalnya 360 hari, ditambah dengan 5 hari kabisat di setiap akhir tahun itu. Setiap musim dibagi menjadi empat bulan, yang terdiri atas 30 hari per bulannya.
Berbeda dengan kalender Mesir kuno yang punya lima hari kabisat setiap tahunnya, Julius Caesar mengembangkan kalender di Romawi kuno yang setahun terdiri atas 365 hari dengan tambahan 1 hari kabisat setiap empat tahun. Setiap empat tahun, Februari mendapat tambahan satu hari untuk menjaga kalender tetap sejalan dengan perjalanan Bumi mengelilingi Matahari.
"Untuk menghormati Caesar, sistem [kalender] ini masih dikenal sebagai kalender Julian," tulis Bhagya Subrayan di laman The Conversation. Subrayan adalah mahasiswa doktoral bidang fisika dan astronomi di Purdue University.
Namun, itu bukan perubahan terakhir. Seiring berjalannya waktu, orang-orang menyadari bahwa perjalanan Bumi tidak persis 365,25 hari.
Baca Juga: Terowongan Titus di Turki, Bukti Keajaiban Teknik Bangsa Romawi Kuno
Sejatinya Bumi butuh 365,24219 hari untuk mengelilingi Matahari, yang berarti sekitar 11 menit lebih sedikit dari 365,25 hari. Jadi, menambahkan satu hari penuh setiap empat tahun sebenarnya sedikit lebih banyak koreksi daripada yang dibutuhkan.
Pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII menandatangani perintah yang membuat penyesuaian kecil. Akan tetap ada tahun kabisat setiap empat tahun, kecuali dalam tahun "abad" – tahun yang habis dibagi 100, seperti 1700 atau 2100 – kecuali jika tahun tersebut juga habis dibagi 400.
Mungkin kedengarannya seperti teka-teki. Namun, penyesuaian ini membuat kalender menjadi lebih akurat – dan sejak saat itu, kalender tersebut dikenal sebagai kalender Gregorian.
Bagaimana jika kita tidak memiliki tahun kabisat? Jika kalender tidak melakukan koreksi kecil itu setiap empat tahun, kalender tersebut akan secara bertahap tidak lagi selaras dengan musim.
Selama berabad-abad, hal ini dapat menyebabkan titik balik Matahari dan ekuinoks terjadi pada waktu yang berbeda dari yang diharapkan. Cuaca musim dingin mungkin berkembang pada saat yang ditunjukkan kalender sebagai musim panas, dan petani dapat menjadi bingung tentang kapan harus menanam benih mereka.
Kalender lain di seluruh dunia memiliki cara mereka sendiri untuk menjaga waktu. Kalender Yahudi, yang diatur oleh Bulan dan Matahari, seperti teka-teki besar dengan siklus 19 tahun. Sesekali, kalender tersebut menambahkan bulan kabisat untuk memastikan bahwa perayaan khusus terjadi pada waktu yang tepat.
Kalender Islam bahkan lebih unik. Kalender ini mengikuti fase-fase Bulan dan tidak menambahkan hari ekstra. Karena tahun lunar hanya sekitar 355 hari, tanggal-tanggal penting pada kalender Islam bergerak 10 hingga 11 hari lebih awal setiap tahun pada kalender matahari.
Misalnya, Ramadan, bulan puasa umat Islam, pada tahun 2024 akan berlangsung dari tanggal 11 Maret hingga 9 April. Namun pada tahun 2025, Ramadan akan berlangsung dari tanggal 1 hingga 29 Maret; sedangkan pada tahun 2026 akan dirayakan sejak tanggal 18 Februari hingga 19 Maret.
Jadi, kalender Matahari yang banyak orang pakai setiap tahunnya ini muncul dari ide Kaisar Julius Caesar dari era Romawi kuno yang mengembangkannya dari sistem kalender Mesir kuno. Pengembangan itu Caesar lakukan demi menyelaraskan waktu kalender setiap tahunnya dengan perubahan musim-musim.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR