Nationalgeographic.co.id—Mengapa suatu kekaisaran runtuh adalah pertanyaan yang membuat banyak orang terpesona. Namun, dalam mencari jawaban, imajinasi bisa menjadi liar.
Muncul dugaan yang mengaitkan kebangkitan dan kejatuhan kekaisaran kuno seperti Kekaisaran Romawi dengan perubahan iklim dan penyakit. Hal ini memicu diskusi mengenai apakah tahun 536 adalah tahun terburuk untuk hidup.
Pada tahun itu, letusan gunung berapi menciptakan tabir debu yang menghalangi matahari di beberapa wilayah dunia. Hal ini, dikombinasikan dengan serangkaian letusan gunung berapi pada dekade berikutnya, diklaim telah menyebabkan penurunan suhu global.
Antara tahun 541 dan 544, terjadi pula wabah Justinian pertama dan paling parah yang terdokumentasi di Kekaisaran Romawi timur (Bizantium). “Wabah itu menewaskan jutaan orang,” tulis Lev Cosijns di laman Livescience.
Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti tekstual mengenai dampak tabir debu di Mediterania timur. Dan ada perdebatan luas mengenai luas dan lamanya wabah Justinian.
Namun, meskipun demikian, masih banyak akademisi yang mengeklaim bahwa perubahan iklim dan wabah penyakit merupakan bencana bagi Bizantium. Penelitian tersebut bertajuk The Mystery Cloud of 536 CE in the Mediterranean Sources.
Bantahan terhadap klaim “tahun 536 M bukanlah tahun terburuk untuk hidup”
Sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak benar. Klaim tersebut berasal dari temuan-temuan yang terisolasi dan studi kasus kecil yang diproyeksikan ke seluruh Kekaisaran Romawi. Penelitian ini bertajuk Challenging the Significance of the LALIA and the Justinianic Plague: A Reanalysis of the Archaeological Record.
Penggunaan kumpulan data besar dari wilayah-wilayah luas yang sebelumnya dikuasai oleh Kekaisaran Romawi menghadirkan skenario yang berbeda. Temuan tim mengungkapkan bahwa tidak ada penurunan pada abad ke-6. Namun ada rekor baru dalam populasi dan perdagangan di Mediterania Timur.
Para peneliti menggunakan data skala mikro dan besar dari berbagai negara dan wilayah. Data skala mikro mencakup pemeriksaan wilayah-wilayah kecil dan menunjukkan kapan penurunan di wilayah atau situs ini terjadi. Studi kasus, seperti situs kota kuno Elusa di gurun Negev barat laut di Israel saat ini, diperiksa ulang.
Penelitian sebelumnya mengeklaim bahwa situs ini mengalami penurunan pada pertengahan abad ke-6. Analisis ulang karbon 14 dilakukan untuk memeriksa usia objek yang terbuat dari bahan organik, dan data keramik.
Baca Juga: Tahun di Era Kekaisaran Bizantium Ini ialah Tahun Terburuk untuk Hidup
Analisis itu menentukan tanggal situs yang menunjukkan bahwa kesimpulan ini salah. Penurunan tersebut baru dimulai pada abad ke-7.
Data skala besar mencakup basis data baru yang disusun menggunakan survei arkeologi, penggalian, dan temuan bangkai kapal. Basis data survei dan penggalian digunakan untuk memetakan perubahan umum dalam ukuran dan jumlah situs untuk setiap periode sejarah.
Basis data bangkai kapal menunjukkan jumlah bangkai kapal untuk setiap setengah abad. Data tersebut digunakan untuk menyoroti pergeseran volume perdagangan laut.
Perubahan pada perdagangan laut (150–750)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi tinggi dalam catatan arkeologi untuk banyak wilayah. “Wilayah tersebut meliputi Israel, Tunisia, Yordania, Siprus, Turki, Mesir, dan Yunani modern,” ungkap Cosijns.
Ada juga korelasi yang kuat antara berbagai jenis data. Studi kasus maupun kumpulan data yang lebih besar menunjukkan tidak ada penurunan populasi atau ekonomi di Bizantium abad ke-6. Bahkan, tampaknya terjadi peningkatan kemakmuran dan demografi. Penurunan tersebut terjadi pada abad ke-7. Maka, tidak dapat dikaitkan dengan perubahan iklim yang tiba-tiba atau wabah yang terjadi lebih dari setengah abad sebelumnya.
Kekaisaran Romawi tampaknya memasuki abad ke-7 di puncak kekuasaannya. Namun, kesalahan perhitungan Romawi dan kegagalan mereka melawan lawan-lawan Persia membuat seluruh wilayah tersebut terpuruk. Hal ini membuat kedua kekaisaran tersebut lemah dan memungkinkan Islam bangkit.
Namun bukan berarti tidak ada perubahan iklim selama periode ini di beberapa wilayah di dunia. Misalnya, ada perubahan yang terlihat dalam budaya material dan penurunan serta pengabaian situs-situs secara umum di seluruh Skandinavia. Perubahan ini terjadi pada pertengahan abad ke-6. Di saat yang sama, terjadi perubahan iklim yang lebih luas.
Dan krisis iklim saat ini sedang dalam perjalanan untuk membawa perubahan yang jauh lebih besar. Perubahan tajam dari fluktuasi lingkungan historis memiliki kekuatan untuk mengubah dunia seperti yang kita ketahui secara permanen.
Source | : | Livescience |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR