Hanya saja membedakan minyak sawit yang diproduksi secara berkelanjutan dari yang tidak bukanlah perkara mudah. Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, banyak produk yang mengandung minyak sawit tidak mencantumkan secara jelas dalam labelnya. Bahan-bahan turunan minyak sawit seperti sodium lauryl sulfate atau propylene glycol seringkali tersembunyi dalam daftar panjang bahan.
Selain itu, kompleksitas rantai pasok minyak sawit membuat sulit untuk melacak asal-usul bahan baku hingga ke perkebunan. Akibatnya, sulit untuk memastikan apakah minyak sawit yang kita konsumsi berasal dari perkebunan yang telah merusak hutan atau melanggar hak-hak masyarakat setempat.
Dalam upaya mengatasi dampak negatif produksi minyak sawit terhadap lingkungan dan sosial, berbagai skema sertifikasi telah bermunculan. Skema ini memberikan label "berkelanjutan" kepada perusahaan atau rantai pasok yang memenuhi kriteria lingkungan dan sosial tertentu. Namun, beragamnya standar dan metode verifikasi yang digunakan membuat tingkat keberlanjutan yang diklaim pun berbeda-beda.
Beberapa negara penghasil minyak sawit terbesar, seperti Indonesia dan Malaysia, telah mengembangkan standar produksi berkelanjutan mereka sendiri. Namun, secara global, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dianggap sebagai standar yang paling ketat.
Sayangnya, meskipun RSPO telah diakui luas, hanya sekitar seperlima dari minyak sawit dunia yang disertifikasi oleh organisasi ini, dan tidak semua produk tersebut diberi label RSPO.
Beberapa produsen minyak sawit memilih untuk menerapkan praktik yang lebih komprehensif, seperti pertanian regeneratif dan organik. Pendekatan ini berfokus pada pemulihan kesuburan tanah, diversifikasi tanaman, dan penggunaan pupuk organik. Meskipun masih dalam skala kecil, praktik-praktik ini menawarkan potensi besar untuk mengubah industri minyak sawit secara fundamental.
Namun, tidak semua pihak sepakat mengenai efektivitas sertifikasi. Beberapa akademisi dan organisasi non-pemerintah meragukan kekuatan standar sertifikasi dan audit yang ada, bahkan menuduhnya sebagai upaya greenwashing untuk menutupi dampak buruk perusahaan.
Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa dalam absennya regulasi yang lebih ketat, sertifikasi merupakan alat yang paling efektif untuk mendorong perubahan positif dalam industri minyak sawit.
RSPO telah berhasil mendorong peningkatan praktik industri minyak sawit. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan di beberapa negara seperti Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat yang mewajibkan penggunaan minyak sawit berkelanjutan, sistem sertifikasi yang ada kemungkinan akan mengalami evolusi.
KOMENTAR