Karena data penghitungan gajah yang akurat pada masa itu sangat terbatas, ia membangun sebuah model statistik. Dengan mengasumsikan bahwa populasi gajah pada masa lalu tersebar merata di seluruh habitat yang sesuai, ia kemudian memperkirakan jumlah total gajah di Afrika pada awal abad ke-19 berkisar antara 13,5 juta hingga 26,9 juta.
"Asumsi penelitian ini salah," kata Chris Thouless, direktur penelitian untuk Save the Elephants di Kenya: "Penelitian ini ditulis dengan anggapan bahwa hampir tidak ada orang yang tinggal di Afrika."
Thouless berpendapat bahwa asumsi bahwa populasi manusia di Afrika pada masa lalu sangat rendah adalah tidak berdasar. Ia menyarankan bahwa jumlah gajah pada awal abad ke-19 kemungkinan hanya berkisar dalam beberapa juta, bukan puluhan juta.
Setelah diteliti lebih lanjut, Our World in Data telah menghapus angka-angka tersebut dari platform mereka. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan data yang sering dikutip dan dianggap sebagai fakta yang sudah mapan pun dapat berubah seiring dengan berkembangnya pemahaman kita tentang suatu topik.
Mendapat kritik keras
Membangun model statistik untuk merekonstruksi dunia yang telah kita ubah secara drastis merupakan upaya yang lazim dalam berbagai bidang studi. Namun, kompleksitas tugas ini seringkali menjadi tantangan besar.
Erle Ellis dari Universitas Maryland, seorang ahli dalam bidang ini, menggambarkan upaya merekonstruksi penggunaan lahan historis sebagai "bisnis yang sangat berantakan", terutama jika dilakukan dalam skala global.
Ellis dan rekan-rekannya bekerja dengan model yang menjangkau hingga 12.000 tahun lalu, di mana perubahan sekecil apa pun dalam satu parameter, yang mungkin didasarkan pada temuan arkeologi, dapat mengubah seluruh gambaran suatu wilayah.
"Ada banyak model yang mencoba untuk mengukur hilangnya habitat dan dampaknya terhadap berbagai spesies," ujar Ellis. "Namun, apakah ada model yang benar-benar akurat dan dapat diandalkan untuk melakukan hal ini? Saya ragu."
Meskipun data yang akurat sangat krusial dalam menghadapi krisis lingkungan, kritik terhadap statistik yang tidak memadai seringkali dianggap sebagai serangan terhadap upaya konservasi secara keseluruhan.
Artikel yang diterbitkan di jurnal Nature, yang mengklaim bahwa 80% keanekaragaman hayati telah hilang, membutuhkan waktu lima tahun untuk diselesaikan. Hal ini menunjukkan betapa sensitifnya topik ini dan seberapa mudahnya data dapat disalahgunakan untuk tujuan politik.
Para penulis artikel tersebut khawatir bahwa klaim sebesar 80% dapat mengaburkan hasil penelitian yang lebih cermat dan menghambat upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat adat di berbagai belahan dunia.
Namun, setelah artikel tersebut diterbitkan, para penulis menghadapi kritik yang sangat pedas.
"Tanggapan di sini di Meksiko sangat kuat ... sangat kasar. Seseorang mengatakan kepada saya bahwa ini adalah panggilan untuk perang," kata Yesenia H Márquez, salah satu penulis artikel tersebut dan anggota kelompok ahli tentang pengetahuan masyarakat adat dan lokal di Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (Ipbes) PBB.
"Tapi saya pikir tidak masalah untuk mempromosikan makalah ini," katanya. "Kami tahu wilayah kami. Kami tahu semua keanekaragaman hayati yang kami miliki."
KOMENTAR