Artikel berjudul, “The effects of digital addiction on brain function & structure of children and adolescents: a scoping review” menyebutkan bahwa penggunaan gawai cerdas pintar secara berlebihan dapat menurunkan volume di bagian nukleus kaudatus dan otak kecil. Kedua bagian otak ini yang mengatur keterampilan kognitif dan aktivitas sensorimotor.
“Salah satu bagian otak yakni korteks cingulate posterior, yang kerjanya mengatur ingatan atau memori manusia akan mengalami gangguan akibat dari kecanduan digital,” tulis Keya Ding dalam artikelnya. Ia menjelaskan bahwa terganggunya bagian otak ini memicu perilaku kompulsif (bersifat mendorong) yang hampir sama dengan kecanduan alkohol ataupun kokain.
Itulah tanpa Anda sadari, ketika terlalu lama tenggelam dalam gawai cerdas dan sibuk menggulirkan layar dalam jangka panjang akan membuat Anda sering melupakan sesuatu yang penting, baik di dunia nyata maupun digital.
Bagian otak yang paling rentan terpengaruh akibat kecanduan digital yakni lobus prefrontal. Di mana, lobus prefrontal ini tugasnya mengontrol kemampuan kognitif manusia dan pemrosesan emosional.
Namun, apa sebenarnya kecanduan gawai cerdas ini dapat dikategorikan sebagai ‘kecanduan’? Kajian lain yang diterbitkan di Journal of Behavioral Addictions menjabarkan apakah perilaku kecanduan gawai cerdas memang dapat dikatakan ‘kecanduan’ ? Tanpa melupakan dampak nyata dari kecanduan, perilaku atensi berlebih pada gawai cerdas ternyata tidak bisa disebut sebagai ‘kecanduan’ berdasarkan kriterianya.
Kajian bertajuk, “Is Smartphone Addiction really an Addiction?” oleh Tayana Povana dan Xavier Carbonell menyebutkan bahwa definisi kecanduan memiliki beragam kriteria pengukurannya. “Bagi sebagian besar pengguna gawai cerdas, setelah jangka waktu tertentu, menjadikan gawai cerdas sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari, sehingga ketika gawai cerdas tidak berada di tangannya akan membuat tidak nyaman atau membuat stress,” tulis Tayana. Dia menambahkan bahwa perilaku atau reaksi stress ini merupakan hal normal, karena biasanya gawai cerdas berisi informasi pribadi yang bersifat sensitif atau privasi. Sehingga pemicu utama munculnya perilaku stress ini karena takutnya gawai cerdas mereka akan dibuka, dibaca, hingga dicuri oleh orang lain.
Faktanya, kecanduan gawai cerdas tidak menyebabkan masalah klinis, namun memang akan berdampak pada fungsi kognitif di dalam otak. Seperti yang diketahui, fungsi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk menerima dan mengolah informasi di dalam otak. Ibaratnya adalah kemampuan otak yang paling dasar. Coba bayangkan, kemampuan dasar manusia terganggu, kira-kira apa yang akan terjadi?
Kemampuan kognitif itu adalah bagaimana otak akan bekerja ketika menerima ‘sesuatu’. Ketika mata melihat, maka otak akan mulai memproses benda apa itu? Dalam hal ini disebut sebagai persepsi. Lalu, otak akan mulai mengingat pernahkah Anda melihat benda itu atau bahkan pernah menyentuhnya. Setelah mengolah informasi di dalam otak, barulah Anda akan mengucapkan apa yang sudah tersimpan di dalam otak.
Sekali lagi, hal sesederhana itu bisa terganggu akibat sebuah gawai cerdas, yang sebenarnya diciptakan untuk membantu Anda. Namun, malah menjadi bumerang yang balik menyerang Anda ketika menggunakannya berlebihan.
Sepele ya? Tetapi bisa menjadi fatal apabila kehilangan kendali.
Penulis | : | Neza Puspita Sari Rusdi |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR