Nationalgeographic.co.id—Kelelawar yang menggunakan ekolokasi untuk mendeteksi serangga kecil dalam kegelapan total, gajah yang dapat mengenali panggilan kawanannya dari jarak sekitar satu mil, dan kelinci yang mampu mendeteksi suara predator sebelum serangan.
Itulah beberapa contoh kemampuan pendengaran yang luar biasa pada mamalia yang telah lama menjadi objek penelitian. Secara kasat mata, bentuk dan ukuran mamalia ini memang berbeda-beda, namun satu fitur anatomi menyatukan mereka: telinga luar.
Asal-usul evolusioner telinga luar, struktur lembut dan berdaging yang menonjol dari kepala mamalia, telah menjadi pertanyaan menarik bagi para ilmuwan selama bertahun-tahun.
Dua studi terbaru telah berhasil mengungkap beberapa misteri seputar perkembangan struktur unik ini.
Melalui penelitian mendalam, para ilmuwan kini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana telinga luar berevolusi dan bagaimana struktur ini memberikan keunggulan adaptif bagi berbagai spesies mamalia.
Lipokartilago menjadi kunci?
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan awal Januari di jurnal Science, para ilmuwan secara tidak sengaja menemukan jenis tulang rawan baru yang unik pada jaringan telinga tikus.
Saat mempersiapkan sampel jaringan untuk pengamatan mikroskopis, mereka mencatat adanya struktur tak terduga yang berbeda dari tulang rawan biasa.
Sel-sel dari struktur ini ternyata sarat dengan lipid, senyawa lemak yang umumnya ditemukan dalam jaringan adiposa, bukan tulang rawan. Mengingat keunikannya, para peneliti pun menamainya "lipokartilago".
Analisis mendalam mengungkapkan bahwa lipokartilago memiliki struktur yang sangat teratur. Sel-selnya berukuran seragam dan saling terikat erat, membentuk pola yang mirip dengan susunan gelembung atau balok Lego.
Kombinasi struktur yang stabil namun fleksibel ini, seperti dilansir laman Smithsonian Magazine, memberikan dukungan mekanis yang optimal pada jaringan.
Baca Juga: Paus Kepala Busur, 'Penyanyi Jazz dari Kedalaman' dan Rahasia Umur Panjangnya
KOMENTAR