Nationalgeographic.co.id—Peradaban Zapotec adalah peradaban pra-Columbus asli yang berkembang di Lembah Oaxaca di Mesoamerika. Bukti arkeologis yang ditemukan menunjukkan bahwa budaya mereka berasal setidaknya 2.500 tahun yang lalu.
Suku Zapotec, yang dikenal sebagai 'Orang Awan', tinggal di dataran tinggi selatan Mesoamerika tengah, khususnya di Lembah Oaxaca, yang mereka huni sejak akhir periode Praklasik hingga akhir periode Klasik (500 SM - 900 M).
Ibu kota mereka pertama kali berada di Monte Albán dan kemudian di Mitla, mereka mendominasi dataran tinggi selatan, berbicara dalam variasi bahasa Oto-Zapotecan, dan memperoleh keuntungan dari hubungan perdagangan dan budaya dengan peradaban Olmec, Teotihuacan, dan Maya.
Memahami tingkat organisasi politik dan sosial suku Zapotec memberikan wawasan tentang peran mereka dalam negosiasi dengan Spanyol.
Pedro Guillermo Ramón Celis, seorang peneliti pascadoktoral di Departemen Antropologi Universitas McGill telah mengungkapkan bahwa Guiengola, situs Zapotec abad ke-15 di selatan Oaxaca, Meksiko, bukan sekadar benteng militer. Situs tersebut tidak seperti yang diyakini sebelumnya, melainkan sebagai kota besar yang dibentengi.
Dalam studi terbarunya, Ramón Celis mengungkap bukti yang menunjukkan bahwa Guiengola ditinggalkan tepat sebelum Spanyol tiba. Penduduknya diyakini telah pindah sekitar 20 kilometer jauhnya ke Tehuantepec, tempat keturunan mereka masih tinggal hingga saat ini.
Hasil studi tersebut telah dipublikasikan di jurnal Ancient Mesoamerica pada 8 November 2024. Studi itu bertajuk “Airborne lidar at Guiengola, Oaxaca: Mapping a Late Postclassic Zapotec city”.
Dengan menggunakan alat penginderaan jarak jauh yang dikenal sebagai lidar (deteksi cahaya dan pengukuran jarak). Lidar mengandalkan sinar laser yang berdenyut, dalam proses yang mirip dengan sonar.
Alat ini dapat memberikan informasi topografi tiga dimensi yang tepat dan terperinci tentang apa yang ada di permukaan bumi, di bawah kanopi hutan yang lebat.
“Keluarga ibu saya berasal dari wilayah Tehuantepec yang berjarak sekitar 15 km dari situs tersebut, dan saya ingat mereka membicarakannya saat saya masih kecil. Itulah salah satu alasan saya memilih untuk menekuni arkeologi,” tutur Ramón Celis.
Baca Juga: Berkat Teknologi Laser, Arkeolog Singkap Kota Pra-Hispanik di Bolivia
Source | : | SciTechDaily,Worldhistory.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR