Berbeda dengan banyak filsuf sezamannya, Antisthenes lebih menekankan pada etika praktis dibandingkan teori abstrak. Ia percaya bahwa filsafat harus dijalani, bukan sekadar didiskusikan.
Pendekatan praktis ini sangat memengaruhi para pengikutnya, yang kemudian menjalani gaya hidup asketis sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip yang ia ajarkan.
Warisan Antisthenes Sang Cynic
Filsafat sinisme yang dikembangkan oleh Antisthenes menjadi landasan bagi gerakan yang kemudian diperluas oleh muridnya yang paling terkenal, Diogenes dari Sinope.
Diogenes membawa gagasan gurunya ke tingkat yang lebih ekstrem dengan menjalani hidup dalam kemiskinan total dan secara terbuka menentang norma-norma sosial.
Bersama, mereka membentuk gerakan yang menentang materialisme dan kemewahan yang merajalela pada masa itu.
Pengaruh Antisthenes tidak terbatas pada sinisme. Pemikirannya tentang kebajikan dan kemandirian juga beresonansi dengan Stoicisme, salah satu aliran filsafat besar pada era Helenistik.
Para filsuf Stoik seperti Epictetus dan Marcus Aurelius mengadopsi banyak gagasannya, terutama tentang pentingnya hidup selaras dengan alam dan mengejar kebebasan batin.
Di dunia modern, kritik Antisthenes terhadap materialisme dan tekanan sosial tetap relevan. Seruannya untuk berfokus pada kebajikan dan integritas pribadi memberikan perspektif alternatif terhadap konsumerisme dan tuntutan sosial yang mendominasi kehidupan saat ini.
Dengan mengadopsi kesederhanaan dan mempertanyakan nilai-nilai konvensional, seseorang dapat menemukan kembali makna kebebasan dan keaslian dalam hidup.
Sains: Jamur Ini 'Makan' Radiasi Nuklir di Chernobyl, Mungkinkah Pulihkan Zona Mati Itu?
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR