Nationalgeographic.co.id—Sebagai planet yang dekat Bumi, Mars diketahui memiliki ciri khas dengan warna kemerahannya yang juga merupakan keistimewaan yang membedakannya dari planet lain dalam sistem Tata Surya.
Menariknya, temuan sains terbaru menunjukkan bahwa kita mungkin telah salah memahami mekanisme yang menyebabkan warna kemerahan pada Mars. Penelitian ilmiah baru menunjukkan bahwa oksidasi besi di batuan Mars merupakan hasil keberadaan air, bukan oksidasi kering hematit seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Mengutip Science Alert, ahli geologi planet Adomas Valantinas dari Universitas Brown di AS mengatakan, "Kami mencoba membuat replika debu Mars di laboratorium menggunakan berbagai jenis oksida besi."
Para peneliti mengatakan bahwa mereka menemukan bahwa ferrihidrit yang dicampur dengan basal, batuan vulkanik, paling cocok dengan mineral yang dilihat oleh wahana antariksa di Mars.
Mars, yang kaya akan zat besi, berwarna merah karena proses karat yang terjadi sejak lama. Selama ribuan tahun, batuan yang mengandung zat besi hancur, menutupi planet itu dengan debu berwarna merah karat yang begitu jelas.
Hal ini membuat Mars tampak berwarna kemerahan di langit malam bahkan jika dilihat dengan mata telanjang. Namun, ada lebih dari satu kondisi yang menyebabkan batu berkarat. Hal itu menjadi masalah karena masing-masing kondisi mengungkap hal yang berbeda tentang sejarah air dan mineral Mars.
Saat ini, tak diragukan lagi bahwa pada satu waktu air cair membasahi permukaan planet merah itu. Sejumlah bukti yang dikumpulkan oleh penjelajah menunjukkan bahwa Mars pernah basah kuyup.
Namun, pengamatan terhadap debu Mars yang dikumpulkan oleh wahana antariksa yang mempelajari planet itu tidak menunjukkan bukti adanya air.
Hal ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwa mineral yang bertanggung jawab atas warna Mars pastilah hematit, yang terbentuk dalam kondisi kering dan dapat berwarna kemerahan. Berdasarkan model ini, hematit terbentuk setelah air menghilang dari permukaan Mars.
Akan tetapi, Adomas dan rekan-rekannya telah menunjukkan dengan meyakinkan bahwa mineral lain, ferrihidrit, adalah jalur yang masuk akal untuk pengkaratan yang terjadi di Mars. Ferrihidrit adalah mineral oksida besi yang terbentuk dengan cepat dengan kehadiran air dingin.
Para peneliti sebelumnya sudah mengira bahwa mineral ini mungkin berperan dalam warna merah Mars. Namun, tidak ada bukti untuk hal ini. Mereka dengan cermat mempelajari dan menganalisis data Mars melalui beberapa wahana antariksa yang mengorbit.
Baca Juga: Mars Terus 'Menarik' Bumi ke Arah Matahari, Apa Dampaknya bagi Kita?
Mereka membandingkan hipotesis mereka dengan komposisi meteorit dari Mars, serta pengukuran yang dilakukan oleh beberapa penjelajah Mars selama bertahun-tahun.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ferrihidrit merupakan penjelasan yang masuk akal untuk besi teroksidasi di Mars. Mereka kemudian menggunakan penggiling kuat untuk menghancurkan berbagai mineral besi teroksidasi menjadi ukuran butiran yang setara dengan ukuran butiran debu di Mars.
Mereka juga menganalisis sampel yang dihasilkan menggunakan teknik yang sama yang telah digunakan untuk menganalisis debu Mars.
Kecocokan terbaik antara pengamatan di Mars dan sampel yang diambil dari tanah bukanlah hematit, tetapi ferrihidrit dengan rumus Fe5O8H · nH2O. Hal ini menunjukkan bahwa mineral tersebut pasti terbentuk saat Mars masih basah, lalu hancur dan tertiup angin, sehingga tetap mempertahankan ciri khas airnya.
Maka dari itu, kita mungkin harus mengubah pemahaman kita tentang sejarah geologi Mars. Adomas mengatakan, "Mars masih merupakan planet merah. Hanya saja pemahaman kita tentang mengapa Mars berwarna merah telah berubah."
Implikasi utamanya adalah karena ferrihidrit hanya dapat terbentuk saat air masih ada di permukaan, Mars berkarat lebih awal dari yang diduga sebelumnya. Selain itu, ferrihidrit tetap stabil dalam kondisi Mars saat ini.
Tentu saja, semua ini masih harus dikonfirmasi. Sampel Mars yang disimpan dalam tabung masih menunggu untuk dikumpulkan dan mungkin tidak akan lama lagi kita mengetahui kepastiannya.
Fisikawan Colin Wilson dari Badan Antariksa Eropa mengatakan bahwa begitu mereka membawa sampel tersebut ke laboratorium, mereka akan dapat mengukur dengan tepat berapa banyak ferrihidrit yang terkandung dalam debu tersebut dan apa artinya itu bagi pemahaman orang tentang sejarah air (dan kemungkinan adanya kehidupan) di Mars.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR