Nationalgeographic.co.id—Kita seringkali tergoda membeli pakaian murah secara impulsif, seperti gaun atau kemeja, yang akhirnya jarang atau bahkan tidak pernah dipakai.
Sepatu yang dibeli terburu-buru pun terkadang ternyata sudah ada model serupa di rumah. Lebih parah lagi, pakaian fast fashion sering rusak setelah dicuci sekali saja dan berakhir di tempat sampah.
Pengalaman fast fashion ini memicu rasa bersalah karena uang terbuang, mendukung praktik tidak etis terhadap pekerja, dan menambah limbah pakaian yang merusak planet.
Jennifer Walderdorff, konsultan mode berkelanjutan, menjelaskan bahwa fast fashion mengandalkan bahan baku murah, upah rendah di bawah standar legal, dan pemasaran agresif "beli sekarang atau menyesal".
Sebaliknya, slow fashion menggunakan bahan berkualitas lebih tinggi, membayar pekerja dengan adil, dan lebih mempertimbangkan dampak lingkungan.
Kesadaran akan dampak buruk fast fashion memang meningkat, tetapi inflasi yang tinggi, seperti di AS, membuat banyak orang bertanya-tanya apakah mereka mampu membeli pakaian etis dan berkelanjutan.
Pilihan ukuran pakaian berkelanjutan yang terbatas juga menjadi tantangan. Padahal, para ahli menegaskan bahwa slow fashion tidak harus selalu mahal. Ada langkah-langkah awal yang bisa diambil untuk berbelanja lebih berkelanjutan dan etis tanpa menguras dompet.
Konsep lama yang masih berlaku: Reduce, reuse, recycle
Mulailah dengan mendata isi lemari pakaian Anda. Seperti saran penata gaya berkelanjutan Roberta Lee, lakukan audit lemari pakaian setahun sekali untuk meninjau setiap barang.
Putuskan apakah akan disimpan, disumbangkan, atau dijual dengan mempertimbangkan ukuran, kondisi, dan keserbagunaan. Atur barang-barang tersebut untuk menemukan celah atau duplikasi.
Barang yang masih layak pakai namun butuh perbaikan bisa diperbaiki atau diubah gaya dengan bantuan penjahit. Walderdorff menekankan pentingnya perbaikan untuk memperpanjang masa pakai pakaian—mulai dari mengganti kancing hingga mengatasi noda. Hampir semua pakaian kecuali stoking bisa diperbaiki.
Baca Juga: Kadin: Sustainability Jadi Kunci Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
KOMENTAR