Dalam kasus C. sphaerospermum, kandungan melaninnya yang tinggi memungkinkan jamur ini untuk menyerap radiasi, mirip dengan cara tumbuhan menyerap sinar matahari melalui klorofil, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah artikel yang diterbitkan di National Library of Medicine pada bulan Oktober tahun 2008.
Meskipun proses ini tidak sepenuhnya identik dengan fotosintesis, ia memiliki tujuan yang sebanding, yaitu mengubah energi dari lingkungan untuk mempertahankan pertumbuhan organisme. Fenomena ini, yang dikenal sebagai radiosintesis, telah membuka jalan penelitian yang menarik dalam bidang biokimia dan penelitian radiasi.
Melanin, yang ditemukan pada berbagai jenis organisme hidup, umumnya berfungsi sebagai perisai alami terhadap radiasi ultraviolet (UV). Namun, pada C. sphaerospermum, melanin memiliki fungsi yang lebih kompleks, yaitu memfasilitasi produksi energi dengan mengubah radiasi gamma menjadi energi kimia yang dapat dimanfaatkan oleh jamur.
Sebuah artikel yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE pada tahun 2007 mengkonfirmasi mekanisme produksi energi yang unik ini, menunjukkan bahwa jamur seperti C. sphaerospermum yang tumbuh di lingkungan dengan tingkat radiasi tinggi cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan jamur yang tumbuh dalam kondisi non-radioaktif.
Penemuan ini mengubah pemahaman para ilmuwan mengenai strategi bertahan hidup ekstremofil, yaitu organisme yang mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang sangat ekstrem.
Mungkinkah Jamur Radiotropik Bantu Atasi Radiasi?
Penemuan C. sphaerospermum di Zona Eksklusi Chernobyl telah meningkatkan perhatian terhadap jamur radiotrofik, terutama mengenai potensi peran mereka dalam bioremediasi, yaitu proses penggunaan organisme hidup untuk menghilangkan polutan dari lingkungan.
Di situs-situs radioaktif seperti Chernobyl, di mana metode pembersihan konvensional terbukti sulit dan berbahaya, jamur radiotrofik dapat menawarkan alternatif alami yang lebih aman, seperti yang diungkapkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan di FEMS Microbiology Letters pada bulan April tahun 2008.
Mengingat kemampuan C. sphaerospermum untuk menyerap radiasi dan menggunakannya sebagai sumber energi, para ilmuwan sedang mengeksplorasi kelayakan penerapan jamur ini untuk menahan dan berpotensi mengurangi tingkat radiasi di area yang terkontaminasi.
Di luar batas zona eksklusi, para ilmuwan juga sedang menyelidiki aplikasi lain dari jamur ini, terutama dalam bidang eksplorasi ruang angkasa. Lingkungan ruang angkasa yang keras dan penuh radiasi merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh misi jangka panjang ke Mars dan planet lainnya.
Baca Juga: Peneliti BRIN Ungkap Bahaya dan Manfaat Radiasi Matahari hingga Nuklir
KOMENTAR