Nationalgeographic.co.id—Tradisi saling bermaaf-maafan ketika Lebaran bukan sekadar ritual tahunan, tetapi memiliki dampak mendalam bagi kesehatan mental dan fisik.
Di balik ucapan "mohon maaf lahir dan batin" yang terucap, terdapat proses psikologis kompleks yang memengaruhi kesejahteraan seseorang. Memaafkan, yang sering kali dianggap sebagai tindakan mulia, ternyata memiliki landasan ilmiah yang kuat.
Penelitian menunjukkan bahwa memendam amarah dan dendam dapat memicu berbagai masalah kesehatan, mulai dari stres kronis hingga penyakit jantung. Sebaliknya, kemampuan untuk memaafkan terbukti mengurangi tingkat stres, depresi, dan kecemasan. Lebih dari itu, memaafkan juga dapat meningkatkan kualitas tidur, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan bahkan memperpanjang umur.
Artikel ini akan mengupas tuntas manfaat memaafkan menurut sains, serta memberikan panduan praktis tentang bagaimana memaafkan diri sendiri dan orang lain. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana tradisi Lebaran yang sarat makna ini dapat membawa dampak positif bagi kehidupan kita sehari-hari.
Manfaat Memafkan Secara Sains
Ketidakadilan dan perbuatan salah merupakan realitas yang sayangnya tak terhindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari hal sepele seperti seseorang yang menyerobot antrean di toko kelontong hingga pengalaman traumatis menjadi korban kejahatan, pelanggaran adalah bagian dari pengalaman manusia.
Meskipun wajar untuk merasa marah atau kesal ketika menghadapi ketidakadilan, berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa cara kita merespons situasi tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan kita secara keseluruhan.
Para psikolog, seperti dilansir Psychology Today, telah lama mengamati bahwa menyimpan dendam dan terus-menerus memutar ulang perasaan marah dalam pikiran kita dapat memperpanjang emosi dan pikiran negatif. Siklus ini pada akhirnya berkontribusi pada penurunan kesehatan mental dan merusak kesejahteraan secara umum.
Menyadari dampak negatif dari menyimpan dendam, para peneliti telah aktif mencari cara untuk mendorong pengampunan. Sebagian besar upaya ini berfokus pada pengembangan intervensi yang dapat diterapkan selama sesi konseling.
Sebuah tinjauan sistematis yang mengumpulkan data dari 15 studi terkontrol acak secara khusus meneliti efektivitas intervensi-intervensi ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa intervensi pengampunan secara signifikan mampu mengurangi tingkat depresi, kemarahan, dan permusuhan pada individu yang terlibat.
Selain itu, intervensi ini juga terbukti meningkatkan suasana hati dan menurunkan tingkat stres yang dirasakan. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya pengampunan sebagai mekanisme psikologis yang dapat meningkatkan kesehatan mental.
Baca Juga: Refleksi Lebaran Idulfitri: Ketidakseimbangan Kota dan Desa
Langkah-Langkah Praktis Menuju Pengampunan dengan Metode REACH
Meskipun intervensi pengampunan sering kali disampaikan dalam konteks terapi, bukan berarti kita tidak dapat mengupayakan pengampunan secara mandiri.
Seorang tokoh terkemuka dalam penelitian mengenai pengampunan, Profesor Psikologi Everett Worthington, telah mengembangkan sebuah intervensi pengampunan yang dapat dilakukan sendiri dan dirancang untuk membantu siapa saja dalam memahami perasaan mereka dan belajar untuk memaafkan.
Metode ini dikenal dengan akronim REACH yang, seperti dilansir Harvard Health Publishing, terdiri dari lima langkah penting: Recall (Ingat), Emphasize (Tekankan), Altruistic gift (Hadiah altruistik), Commit (Komitmen), dan Hold (Pertahankan).
Langkah pertama, Ingat, mengharuskan kita untuk mengingat kembali perbuatan salah yang terjadi secara objektif. Tujuan dari langkah ini bukanlah untuk membangun narasi negatif tentang pelaku atau untuk terlarut dalam rasa iba pada diri sendiri, melainkan untuk mencapai pemahaman yang jernih mengenai kesalahan yang telah diperbuat.
Cobalah untuk memvisualisasikan orang yang bersangkutan, situasi yang terjadi, serta semua perasaan yang muncul saat itu. Jangan mencoba untuk menekan atau mengabaikan emosi apa pun, terutama jika itu membuat Anda merasa marah atau kesal.
Langkah kedua adalah Tekankan. Pada tahap ini, kita berusaha untuk memahami perspektif orang lain mengenai alasan mengapa mereka menyakiti kita, tanpa bermaksud untuk mengecilkan atau membenarkan kesalahan yang telah mereka lakukan.
Terkadang, perbuatan salah tidak ditujukan secara pribadi, melainkan merupakan akibat dari masalah atau kesulitan yang sedang dihadapi oleh pelaku.
Seperti yang diungkapkan oleh Dr. VanderWeele, "Orang yang menyerang orang lain terkadang berada dalam keadaan takut, khawatir, dan terluka. Mereka sering kali tidak berpikir panjang ketika menyakiti orang lain, dan mereka hanya melampiaskan emosi mereka."
Langkah ketiga, Hadiah altruistik, mengajak kita untuk melihat kembali kekurangan diri sendiri. Ingatlah saat-saat ketika Anda mungkin pernah memperlakukan seseorang dengan tidak baik dan kemudian dimaafkan.
Bagaimana perasaan Anda saat itu? Mengakui pengalaman ini membantu kita menyadari bahwa pengampunan adalah sebuah hadiah altruistik yang dapat kita berikan kepada orang lain, sebuah tindakan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan.
Langkah keempat adalah Komitmen. Pada tahap ini, kita membuat keputusan yang sadar untuk memaafkan. Salah satu cara untuk mewujudkan komitmen ini adalah dengan menuliskannya dalam jurnal pribadi, membuat surat yang tidak perlu dikirimkan kepada pelaku, atau menceritakan keputusan Anda kepada seorang teman yang Anda percaya. Menurut Dr. VanderWeele, tindakan ini "membantu dengan aspek pengambilan keputusan dalam pengampunan."
Langkah terakhir adalah Pertahankan. Langkah ini seringkali menjadi yang paling menantang karena ingatan akan peristiwa yang menyakitkan dapat muncul kembali sewaktu-waktu. Dr. VanderWeele menekankan bahwa "Pengampunan bukanlah penghapusan. Sebaliknya, ini tentang mengubah reaksi Anda terhadap ingatan tersebut."
Ketika perasaan negatif muncul kembali, ingatkan diri Anda bahwa Anda telah membuat keputusan untuk memaafkan dan bahwa pada dasarnya Anda menginginkan yang terbaik bagi pelaku
Jika perlu, tinjau kembali komitmen Anda dengan membaca kembali catatan jurnal atau surat yang telah Anda tulis, atau dengan mengingat kembali percakapan yang telah Anda bagikan dengan teman Anda. Dengan kesadaran dan latihan yang berkelanjutan, kita dapat belajar untuk mempertahankan pengampunan dan mengurangi dampak negatif dari ketidakadilan yang pernah kita alami.
KOMENTAR