Konjungsi merupakan beradanya Bulan dan Matahari pada posisi bujur ekliptika yang sama. Ini terjadi pada setiap peralihan antara Bulan yang sedang berlangsung dengan Bulan baru.
Bila sebelum konjungsi terjadi ada Bulan yang terlihat, dapat dipastikan Bulan tersebut masih menjadi bagian dari bulan yang sedang berlangsung.
“Yang disebut penentu hilal atau tanda penentu masuknya Bulan baru itu, pertama, harus terjadi setelah konjungsi, dan yang kedua, harus bisa diamati setelah matahari terbenam. Artinya ya konjungsi harus terjadi sebelum matahari terbenam.” ujar Peneliti Bosscha, Agus Triono, seperti dikutip dari laman Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pada saat terjadi konjungsi pula, cahaya yang terlihat menjadi jauh lebih redup, “Kalau purnama yang terlihat 10.000 bagian, kalau sekarang yang terlihat cuma 17 bagian saja dari 10.000 itu saat konjungsi.”
Berapa derajat?
Dikutip dari laman UMSU, selama Bulan dalam fase sabit muda, kurang dari separuh Bulan terkena pantulan sinar matahari. Hasilnya, bulan akan tampak berbentuk bulan sabit.
Standar baru yang ditetapkan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menyebutkan jika posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat, visibilitas hilal baru akan terlihat.
Elongasi Bulan dan Matahari adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari yang diamati oleh pengamat di permukaan Bumi.
Dalam kalender Hijriah, hari pertama periode bulan baru ditetapkan jika prasyarat ini terpenuhi.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR