Nationalgeographic.co.id—Tembok sepanjang 13,7 km yang mengelilingi Xi’an disebut-sebut sebagai salah satu benteng bertembok yang paling terawat di Tiongkok. Bagaimana sejarah tembok kota di Xi’an yang menakjubkan itu?
Semua jalan di Xi’an tampaknya mengarah ke gerbang selatan tembok kota itu. Di Provinsi Shaanxi di Tiongkok bagian tengah, Xi’an terutama dikenal dengan museum yang menyimpan pasukan prajurit terakota. Para prajurit terakota itu ditugaskan oleh penguasa pertama Tiongkok untuk melindunginya di akhirat. Selain itu, ada banyak atraksi di sekitar tembok kota yang disajikan untuk keluarga dan wisatawan.
Keluarga-keluarga berjalan-jalan di malam hari, lengkap dengan anak-anak yang tertawa dan berteriak. Ada pedagang dan pengamen, turis bersepeda, kios makanan, dan toko suvenir. Pasangan yang mengenakan jubah merah kerajaan tampak layu di bawah lampu sorot untuk pemotretan pengantin.
Sementara itu, fotografer lain memotret puluhan wanita muda yang mengenakan hanfu yang berkibar. Hanfu adalah kostum tradisional dari era Dinasti Tang yang tiba-tiba menjadi mode di kalangan pemuda-pemudi di Tiongkok.
Puluhan menara pengawas, menara kecil, tembok pembatas, dan paviliun yang berhias tersebar di sepanjang tembok. Saat senja tiba dan lentera serta lampu merah menyala, seluruh pemandangan berubah menjadi suasana negeri dongeng.
Tembok kota Tiongkok
Ketika orang menyebut ‘tembok’ dalam konteks Tiongkok, umumnya diasumsikan merujuk pada bangunan raksasa yang dikenal sebagai Tembok Besar Tiongkok. Namun, ada puluhan, bahkan ratusan, tembok kota di seluruh negeri, di Beijing, Nanjing, Fenghuang, Pingyao, dan Xi’an, antara lain.
“Kata untuk kota di Tiongkok, cheng berarti kota bertembok,” kata Kenneth Swope, profesor sejarah di Universitas Southern Mississippi dan pakar sejarah militer kekaisaran Tiongkok.
Yinong Cheng, profesor di the School of History and Archival Studies di Universitas Yunnan, menambahkan bahwa tembok kota cenderung menjalankan tiga fungsi utama. “Pertahanan, perlindungan banjir, dan pertunjukan kekuatan kekaisaran,” ungkap Cheng.
Beberapa tembok kota ini, yang berasal dari Dinasti Ming dan Qing, sekarang masuk dalam daftar sementara situs warisan UNESCO.
Tembok Xi’an awalnya dibangun pada era Dinasti Tang (618 – 907 M) dan kemudian diperluas oleh Dinasti Ming mulai tahun 1370 dan seterusnya. Tembok ini dianggap sebagai yang paling lengkap dan terawat baik. Tembok tersebut membentang sejauh 13,7 km.
Baca Juga: Temuan Ilmiah: Usia Tembok Besar Tiongkok Mungkin Jauh Lebih Tua dari Perkiraan Sebelumnya
Tembok Xi’an berukuran tinggi 12 meter dan lebar 15 meter. Empat gerbang utama menghadap setiap arah mata angin. Dan ada 14 gerbang kecil di antaranya serta parit yang mengelilinginya.
Swope juga mengatakan bahwa semakin kuat penguasa, semakin tinggi dan mengesankan tembok tersebut. Hal ini tentu masuk akal bagi Xi’an (dulunya Chang’an). Xi’an merupakan kota penting pada masa kekaisaran awal, yang menjadi ibu kota bagi Dinasti Han, Sui, dan Tang.
Xi’an juga merupakan titik awal jaringan rute perdagangan yang dikenal sebagai Jalur Sutra. Kota ini direncanakan, dibangun sebagai kisi-kisi sempurna dengan tembok yang mengelilinginya dalam lingkaran persegi panjang yang lengkap. Bahkan saat ini, bagi sebagian orang, tembok ini dapat dilintasi tanpa henti.
Sejarah Tembok Xi’an
“Tembok ini selalu menjadi pos penting, tidak hanya untuk transaksi komersial, tetapi juga transaksi diplomatik. Tidak diragukan lagi bahwa Chang’an sudah dikelilingi tembok pada masa kekaisaran awal, misalnya, pada abad ketiga atau kedua SM,” kata Hilde De Weerdt, seorang profesor Sejarah Tiongkok dan Global Modern di KU Leuven.
“Jadi, ketika kami mengatakan ini adalah tembok abad ke-14, itu adalah momen paling awal yang kami ketahui tentang renovasi (yang signifikan) apa pun.”
Alasan di balik kemegahan tembok ini berasal dari kepentingan strategis Chang’an. Kebutuhan itu dipadukan dengan kebutuhan Dinasti Ming untuk memproyeksikan otoritas megah mereka melalui bangunan-bangunan seperti itu.
“Saya tidak dapat benar-benar memikirkan invasi asing yang akan menjamin (tembok) ini, karena tembok ini bahkan tidak dekat dengan perbatasan utama mana pun,” kata Lars Laamann, Asisten Profesor Sejarah di SOAS University of London.
Menurut Swope, era Dinasti Ming adalah puncak “arsitektur kekaisaran”. Era tersebut memberi kita bangunan-bangunan penting seperti Kota Terlarang dan Kuil Surga di Beijing. Datang tepat setelah bangsa Mongol, penguasa Ming melihat tembok-tembok ini sebagai cara untuk membangun kembali kebanggaan orang Tionghoa.
Tembok Xi’an saat ini
Tujuan awal tembok ini mungkin untuk membatasi kota atau penduduk di sekitarnya. Namun seiring berjalannya waktu, kota-kota tumbuh melampaui batas-batas ini. Hal tersebut pun mengubah tembok ini menjadi tempat yang tidak lagi sesuai dengan zaman.
Dari atas tembok Xi’an, pemandangan dan suara kehidupan modern tidak dapat dihindari. Ada gedung pencakar langit dan lampu neon, klakson mobil, dan pejalan kaki yang berlarian.
Setelah pasukan terakota, tembok Xi’an sekarang menjadi salah satu objek wisata paling populer di kota itu. Tembok ini telah menyambut ratusan pengunjung terkenal, termasuk Bill Clinton, Michelle Obama, dan Mark Zuckerberg.
Tembok Xi’an menghadapi ancaman pembongkaran selama tahun 1950-an sebagai bagian dari narasi “Great Leap Forward” di Tiongkok. Cheng mengatakan bahwa meskipun pembongkaran yang meluas dimulai lebih awal, menjelang akhir era Qing, tembok tersebut sebagian besar tetap utuh. Semua itu berkat status Xi’an sebagai ibu kota bersejarah kuno. Tantangan sesungguhnya muncul kemudian.
“Kisah konservasi membawa kita dari era Ming hingga Mao Zedong,” kata Laamann. “Tantangan itu adalah perebutan kekuasaan di dalam Partai Komunis. Satu faksi ingin menyingkirkan bangunan abad pertengahan lama di negara itu. Mereka berpikir di dunia modern, tidak ada tempat bagi sisa-sisa masa lalu seperti itu.”
Pasangan sejarawan arsitektur terkenal Lin Huiyin dan Liang Sicheng berjuang untuk melestarikan tembok kota di mana-mana. Mereka kalah di Beijing tetapi menang di Xi’an.
De Weerdt menunjukkan bahwa perebutan antara konservasi dan modernisasi bersifat universal. Ia mengutip contoh tembok abad pertengahan di Prancis dan Italia yang dirobohkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
“Banyak dari apa yang kita lihat di tembok Xi’an saat ini dibangun kembali dengan bahan-bahan modern dan cara berpikir modern,” jelasnya. Namun, versi tembok ini memadukan sudut pandang budaya dengan sosial. Penduduk lokal dan wisatawan sama-sama dapat menghargai warisan kota sekaligus menggunakannya sebagai ruang publik perkotaan.
Xi’an terhubung dengan semua kota besar di Tiongkok, sehingga wisatawan dapat mencapainya dengan pesawat dan kereta api berkecepatan tinggi. Anda juga dapat terbang langsung ke Bandara Internasional Xianyang di Xi’an dari beberapa kota di Asia. Saat tiba di Xi’an, Anda dapat menjelajahi kota dengan mudah dengan berjalan kaki atau naik metro.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR