1. Harimau tasmania atau thylacine
Harimau tasmania, atau thylacine (Thylacinus cynocephalus), adalah marsupial karnivora yang mirip serigala. Hewan ini memiliki garis-garis di punggung bawahnya. Dahulu, harimau tasmania berkembang biak di seluruh wilayah yang sekarang disebut Australia.
Spesies ini menghilang dari daratan utama antara 3.000 dan 2.000 tahun yang lalu, tetapi populasinya tetap ada di Pulau Tasmania. Pada akhir abad ke-19, para pemukim Eropa pertama di Tasmania memperkenalkan “hadiah besar” untuk harimau tasmania.
Harimau ini dianggap oleh banyak orang sebagai predator ternak yang rakus. Pembunuhan berikutnya menyebabkan harimau tasmania punah, dengan hewan terakhir mati di kebun binatang pada tahun 1936.
“Harimau tasmania merupakan kandidat yang baik untuk pemulihan kepunahan karena ada banyak spesimen utuh untuk diambil DNA-nya,” ujar Andrew Pask. Pask adalah seorang profesor genetika dan biologi perkembangan di Universitas Melbourne.
“Setiap museum besar menginginkan satu harimau tasmania dalam koleksi mereka, jadi ada ratusan sampel di seluruh dunia. Dan beberapa di antaranya terawetkan dengan sangat baik,” kata Pask.
Namun, DNA tersebut sangat terfragmentasi, yang berarti banyak penyuntingan diperlukan untuk mendapatkan urutan fungsional. Pask dan rekan-rekannya mengurutkan genom harimau tasmania lengkap pada tahun 2017.
Pada tahun 2023, para peneliti mengekstrak RNA dari harimau tasmania. Namun, masih banyak tantangan yang harus diatasi sebelum bayi harimau tasmania lahir, kata Park.
2. Mamut berbulu
Mamut berbulu (Mammuthus primigenius) hidup antara 300.000 dan 10.000 tahun lalu, selama zaman es terakhir. Populasi spesies ini kecil dan terisolasi, tetapi hewan ini mampu bertahan hidup di Pulau Wrangel hingga sekitar 4.000 tahun lalu.
Populasi utama menjelajahi tundra yang membentang di seluruh Asia, Eropa, dan Amerika Utara saat ini. Perubahan iklim di akhir zaman es, perburuan manusia dan berkurangnya keragaman genetik dalam populasi mungkin menyebabkan kepunahan mamut berbulu.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR