Upaya yang sedang berlangsung untuk “menghidupkan kembali” auroch berbeda dari upaya untuk spesies punah lainnya. Pasalnya, spesies ini tidak memerlukan rekayasa genetika. Sebagian besar DNA auroch hidup dalam ras sapi modern. Hal ini mendorong para peneliti untuk mencoba metode alternatif yang disebut perkawinan silang.
Perkawinan silang melibatkan pemilihan dan pembiakan sapi yang memiliki ciri fisik dan perilaku yang menyerupai auroch. “Salah satunya adalah ras sapi Eropa Selatan yang dipelihara dalam kondisi yang relatif liar,” ungkap Ronald Goderie, ahli ekologi dan direktur Yayasan Taurus. Yayasan tersebut mengawasi proyek auroch.
Proyek tersebut berpusat di Belanda dan telah menghasilkan lebih dari enam generasi sapi. Mereka “hampir” menghasilkan sapi yang mirip aurochs.
4. Quagga
Quagga (Equus quagga quagga) adalah subspesies zebra dataran (Equus quagga) yang telah punah. Mereka adalah spesies zebra yang paling banyak tersebar.
Quagga merupakan hewan endemik Afrika Selatan. Spesies ini memiliki lebih sedikit belang di bagian belakang tubuhnya dibandingkan zebra lainnya. Mereka menjadi incaran para pemburu karena bulunya yang tidak biasa. Para petani juga memburunya karena ingin menggembalakan ternak tanpa persaingan dari hewan lain.
Penganiayaan yang tak henti-hentinya pada abad ke-19 membuat quagga punah di alam liar. Quagga terakhir yang dipelihara mati pada tahun 1883. Hanya tujuh kerangka quagga yang masih ada, menjadikannya kerangka paling langka di dunia, menurut University College London (UCL).
Seperti halnya pengembangbiakan aurochs, upaya untuk menghidupkan kembali quagga tidak melibatkan rekayasa genetika. Sejak tahun 1987, The Quagga Project di Afrika Selatan telah secara selektif mengembangbiakkan zebra dataran. Hewan itu memiliki garis-garis yang lebih sedikit dari biasanya. Tujuannya adalah untuk mengambil setidaknya gen yang bertanggung jawab atas pola garis-garis khas quagga.
Namun, proyek tersebut kontroversial. Para kritikus berpendapat bahwa hewan yang dihasilkan akan tetap menjadi zebra dataran. Mereka berpendapat bahwa semua dana akan lebih baik digunakan untuk proyek konservasi lainnya.
Sebaliknya, mungkin saja untuk melakukan kloning dengan mengekstraksi DNA dari sumsum tulang kerangka atau dari spesimen taksidermi. Lalu kemudian menyuntikkannya ke dalam sel telur zebra.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR