Nationalgeographic.co.id—Penemuan sebuah altar kuno suku Maya yang tersembunyi dan terkubur di bawah tanah telah memberikan wawasan baru bagi ilmuwan tentang ketegangan yang berlangsung selama 1.600 tahun antara Tikal dan Teotihuacan, ibu kota Meksiko bagian tengah. Temuan ini tentu saja membuat para ilmuwan berpendapat harus menulis ulang sejarah Maya yang ada.
Altar kuno tersebut ditemukan beberapa langkah dari pusat Tikal, kota Maya kuno berusia 2.400 tahun di Guatemala saat ini. Penemuan dilakukan oleh tim peneliti internasional termasuk para sarjana dari Universitas Brown.
"Semakin jelas bahwa ini adalah periode pergolakan yang luar biasa di Tikal," kata Stephen Houston, seorang profesor ilmu sosial, antropologi, dan sejarah seni dan arsitektur di Brown, yang turut menulis makalah tersebut.
Beliau menambahkan, "yang ditegaskan oleh altar tersebut adalah bahwa para pemimpin kaya dari Teotihuacan datang ke Tikal dan membuat replika fasilitas ritual yang mungkin ada di kota asal mereka. Hal itu menunjukkan Teotihuacan meninggalkan jejak yang kuat di sana."
Periode pergolakan besar di dunia kuno yang digambarkan pada altar tersebut memberikan wawasan baru bagi ilmuwan.
Altar tersebut memiliki empat panel yang dicat dengan warna merah, hitam, dan kuning. Panel-panel ini menggambarkan sosok yang mengenakan hiasan kepala berbulu dan diapit oleh apa yang tampak seperti perisai atau benda-benda seremonial.
Wajah sosok tersebut memiliki mata berbentuk almond, batang hidung, dan kumparan telinga ganda, yang sangat mirip dengan gambaran dari "Dewa Badai", dewa yang dikenal oleh Meksiko bagian tengah.
Peneliti Brown dan kolaborator mereka dari Amerika Serikat dan Guatemala telah menerbitkan temuan ini di jurnal Antiquity pada 8 April 2025 berjudul “A Teotihuacan altar at Tikal, Guatemala: central Mexican ritual and elite interaction in the Maya Lowlands”.
Dalam jurnal tersebut mereka menjelaskan bahwa kemungkinan besar pembuat altar bukan dilakukan oleh seniman Maya, melainkan oleh seorang perajin yang sangat terampil yang dilatih di Teotihuacan, kota kuno yang kuat yang terletak 1.013 km ke arah barat dekat Kota Meksiko modern.
Sebelum menemukan altar tersebut, Houston dan rekan-rekannya mengetahui bahwa suku Maya berinteraksi dengan Teotihuacan selama berabad-abad sebelum hubungan mereka menjadi lebih dekat. Mereka juga memiliki bukti bahwa Tikal dan Teotihuacan yang jauh lebih kuat mulai berinteraksi secara teratur sekitar dua abad kemudian.
Baca Juga: Lewat Dewa Badai, Suku Maya Belajar soal Dampak Perusakan Alam
Namun, seperti kebanyakan yang sering terjadi, apa yang pada awalnya tampak sebagai hubungan perdagangan biasa, kata Houston, dengan cepat berubah menjadi sesuatu yang lebih kontroversial.
"Hampir seolah-olah Tikal mengusik binatang buas itu dan mendapat terlalu banyak perhatian dari Teotihuacan," kata Houston. "Saat itulah orang asing mulai pindah ke daerah tersebut."
Houston mengatakan bahwa selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mengumpulkan banyak bukti tentang hubungan yang kurang bersahabat. Penelitian dimulai pada tahun 1960-an, ketika para arkeolog menemukan batu yang dipotong dan dimutilasi dengan teks yang terpelihara dengan baik yang menggambarkan konflik tersebut secara umum.
Berkat teks batu tersebut, mereka mengetahui bahwa "sekitar tahun 378 M, Teotihuacan pada dasarnya memenggal kepala sebuah kerajaan," kata Houston. "Mereka menyingkirkan raja dan menggantinya dengan seorang pengkhianat, raja boneka yang terbukti menjadi instrumen lokal yang berguna bagi Teotihuacan."
Dengan menggunakan teknologi deteksi cahaya dan pengukuran jarak (LiDAR), para ilmuwan Brown dan beberapa kolega menemukan replika benteng Teotihuacan yang diperkecil di luar pusat Tikal, terkubur di bawah apa yang diyakini para arkeolog sebagai perbukitan alami.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa pada tahun-tahun menjelang penggulingannya, keberadaan Teotihuacan di kota Maya tersebut mungkin melibatkan unsur pendudukan atau pengawasan.
“Suku Maya secara teratur mengubur bangunan dan membangun kembali di atasnya,” kata Andrew Scherer, seorang profesor antropologi dan arkeologi serta dunia kuno di Brown dan direktur Joukowsky Institute for Archaeology and the Ancient World.
“Namun di sini, mereka mengubur altar dan bangunan di sekitarnya dan meninggalkannya begitu saja, meskipun ini akan menjadi real estat utama berabad-abad kemudian. Mereka memperlakukannya hampir seperti tugu peringatan atau zona radioaktif. Hal itu mungkin menunjukkan perasaan rumit yang mereka miliki tentang Teotihuacan,” tambahnya.
Di dalam altar, para arkeolog menemukan seorang anak dikubur dalam posisi duduk, praktik yang jarang terjadi di Tikal tetapi umum di Teotihuacan. Mereka juga menemukan seorang dewasa dikubur dengan mata panah yang terbuat dari obsidian hijau. Scherer mengatakan bahan dan desain mata panah tersebut merupakan khas Teotihuacan.
"Semua orang tahu apa yang terjadi pada peradaban Aztec setelah Spanyol tiba," kata Houston.
Baca Juga: Pengorbanan Manusia Suku Maya, Benarkah Anak Kembar Jadi Incaran?
"Temuan kami menunjukkan bukti bahwa itu adalah kisah lama. Kekuatan-kekuatan di Meksiko tengah ini menjangkau dunia Maya karena mereka melihatnya sebagai tempat dengan kekayaan luar biasa, bulu-bulu istimewa dari burung tropis, batu giok, dan cokelat. Sejauh menyangkut Teotihuacan, itu adalah tanah yang subur."
"Rumit" adalah cara yang tepat untuk menggambarkan ingatan kolektif Tikal tentang kudeta Teotihuacan, kata Houston.
Peristiwa itu mungkin telah mengguncang Tikal hingga ke akar-akarnya, tetapi pada akhirnya membuat kerajaan itu semakin kuat: Selama beberapa abad berikutnya, Tikal bangkit ke puncak yang lebih tinggi lagi, menjadi dinasti yang hampir tak tertandingi sebelum akhirnya merosot sekitar tahun 900 M, bersama dengan seluruh dunia Maya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR