"Beberapa tulang hewan yang ditemukan di lokasi dibakar dalam pembakaran dengan suhu lebih dari 650 derajat Celcius. Kami saat ini sedang menyelidiki apakah mereka digunakan sebagai bahan bakar atau hanya secara tidak sengaja dibakar," jelas Marjolein D. Bosch, salah satu penulis dan peneliti Sejarah Zooarchaeologi di Universitas Wina, Akademi Kecineo Austria dan Sejarah Alam.
Temuan menarik penggunaan pembakaran dengan suhu lebih dari 600°C, telah membuktikan penguasaan canggih dari api bahkan dalam menghadapi tekanan lingkungan yang ekstrem saat itu.
Analisis ini juga menunjukkan bahwa manusia menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama mereka selama puncak zaman es, dengan analisis arang yang menunjukkan kayu cemara. Namun, bahan bakar lain seperti tulang atau lemak juga ikut digunakan.
“Orang-orang dengan sempurna mengendalikan api dan tahu bagaimana menggunakannya dengan cara yang berbeda, tergantung pada tujuan api. Tetapi hasil kami juga menunjukkan bahwa pengumpul pemburu ini menggunakan tempat yang sama pada waktu yang berbeda tahun ini selama migrasi tahunan mereka,” jelas Nigst.
Ketiga perapian yang ditemukan tampak terbuka dan rata. Hasil penelitian baru menunjukkan bahwa penggunaan api sudah sangat canggih, karena perapian kemungkinan telah dibangun dan digunakan secara berbeda di musim yang berbeda. Salah satu dari tiga perapian tampak lebih besar dan lebih tebal, menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi dicapai di sini.
Meskipun begitu, ada sejumlah kecil perapian selama masa Glasial Maksimum Terakhir yang masih membuat para peneliti kebingungan. Dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Mereka bertanya, "apakah ditemukan teknologi lain selain api yang mereka gunakan saat itu?"
Dengan mempelajari dan mengungkap peran api dalam evolusi manusia, para peneliti berharap dapat menjelaskan tentang api, yang bisa dibilang sebagai salah satu pembangun teknologi paling mendasar yang telah membentuk keberhasilan spesies kita dalam mengisi setiap sudut planet ini.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR