Nationalgeographic.co.id—Asap putih keluar dari cerobong asap Kapel Sistina di Vatikan. Hal tersebut menandakan bahwa Paus Gereja Katolik telah terpilih. Para umat yang menanti selama berjam-jam di Lapangan Santo Petrus pun bersorak gembira. Beberapa saat setelah itu, Kardinal Dominique Mamberti, mengumumkan Habemus Papam (Kita memiliki Paus) dari loggia tengah Basilika Santo Petrus.
Kardinal juga menyebutkan Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus terpilih dan nama kepausannya, yaitu Paus Leo XIV. Para pendahulunya, misalnya Jorge Mario Bergoglio, juga memiliki nama kepausan. Mengapa para Paus Gereja Katolik mengganti namanya setelah terpilih?
Paus mengganti nama setelah terpilih
Tindakan pertama Paus yang baru, segera setelah menerima pemilihan kanoniknya dan sebelum memenuhi kewajiban lainnya, adalah memilih nama kepausannya. Nama ini diumumkan oleh Kardinal Protodeacon setelah rumusan terkenal “Habemus Papam”, diikuti dengan nama Paus dalam bahasa Latin.
Paus sering memilih nama pendahulu mereka yang langsung atau jauh dari mereka. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan, kekaguman, atau pengakuan untuk menandai kesinambungan. Namun, nama yang berbeda untuk menandai inovasi.
Mengikuti jejak Santo Petrus
Tradisi lama menyebutkan bahwa Paus mengganti nama mereka dari nama baptis mereka. “Meskipun tidak selalu demikian, khususnya pada abad-abad pertama Kekristenan,” tulis Lisa Zengarini di laman Vatican News.
Menurut tradisi lama, nama kepausan berbeda dari nama baptis. Nama kepausan ini mengikuti preseden yang ditetapkan oleh Paus pertama, Santo Petrus, yang nama lahirnya adalah Simon. Kebiasaan ini muncul sejak milenium pertama Kekristenan untuk menandakan bahwa pemilihan ke Takhta Suci Petrus sama dengan kelahiran kedua.
Mengapa Paus mengganti nama mereka?
“Pada abad-abad awal Kekristenan, banyak Paus mengganti nama mereka karena nama asli mereka berasal dari pagan,” tambah Zengarini.
Namun, tidak semua Paus mengikuti praktik ini. Dari 266 Paus dalam sejarah (267 termasuk yang berikutnya), hanya 129 yang memilih nama baru. Tradisi ini menjadi praktik standar yang dimulai pada tahun 955 dengan Paus Yohanes XII, dan terus berlanjut hingga hari ini. Kecuali Paus Adrian VI (1522-1523) dan Paus Marcellus II (1555).
Baca Juga: Menjadi Paus Pertama dari Amerika Serikat, Siapa Paus Leo XIV?
Bagi beberapa Paus, nama baru tersebut sebenarnya adalah nama ketiga mereka semasa hidup, karena mereka berasal dari ordo keagamaan.
Nama yang paling umum: Yohanes, Gregorius, Benediktus, dan Pius
Mengenai pilihan nama, banyak yang sering memilih nama yang sama dengan pendahulu langsung atau pendahulu mereka baru-baru ini. Pemilihan nama pendahulu dilakukan atas dasar rasa hormat, kekaguman, atau pengakuan. Hal tersebut juga menandakan keinginan untuk mengikuti jejak mereka dan melanjutkan kepausan yang paling relevan.
Yang lain memilih nama yang berbeda dari pendahulu langsung mereka, terkadang menandakan komitmen terhadap inovasi dan perubahan. Hal ini dicontohkan oleh Paus Fransiskus, Paus pertama dalam sejarah yang mengambil nama Santo Fransiskus dari Assisi.
Dalam sejarah Kepausan, nama yang paling umum digunakan adalah Yohanes. Nama Yohanes pertama kali dipilih pada tahun 523 oleh Santo Yohanes I, Paus dan martir. Paus terakhir yang memilih nama ini adalah Angelo Giuseppe Roncalli dari Italia. Ia terpilih sebagai Paus Yohanes XXIII pada tahun 1958. Paus Yohanes XXIII dikanonisasi sebagai Santo oleh Paus Fransiskus pada tahun 2014.
Nama-nama lain yang sering digunakan termasuk Gregorius, untuk menghormati Paus Gregorius I. Paus Gregorius I juga dikenal sebagai Santo Gregorius Agung (590-604). Nama Gregorius terakhir digunakan oleh Gregorius XVI pada tahun 1831.
Kemudian nama Benediktus telah digunakan sebanyak 16 kali oleh para Paus. Termasuk oleh Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI) pada tahun 2005.
Nama-nama lain yang berulang dalam tradisi Kepausan termasuk Klemens, Inocentius, Leo, dan Pius.
Dari tahun 1775 hingga 1958, dari 11 Paus, 7 di antaranya bernama Pius. Mulai dari dari Paus Pius VI (1775–1799) hingga Paus Pius XII (1939–1958).
Eugenio Pacelli mengambil nama Paus Pius XII karena ia memiliki hubungan jauh dengan Paus Pius IX (1846–1878). Nama Pius dipilih juga sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Paus Pius X (1903–1914). Paus Pius X dikanonisasi pada tahun 1954. Eugenio Pacelli memilih nama Pius juga sebagai bentuk pengakuan langsung kepada Paus Pius XI (1922–1939).
“Paus Pius XI mengangkatnya sebagai Kardinal dan Sekretaris Negara,” jelas Zengarini.
Di antara nama-nama yang tidak pernah dipilih oleh seorang Paus adalah Joseph (Yosef), James (Yakobus), Andrew (Andreas), dan Luke (Lukas). Tidak ada Paus yang pernah memilih nama Peter, sebagai bentuk penghormatan kepada Paus pertama dalam Gereja Katolik.
Enam Paus dengan nama Paulus
Namun, enam Paus telah mengambil nama Rasul Paulus, termasuk Paus Montini (Paulus VI, 1963-1978). Nama pilihan Paus Paulus VI ini mencerminkan salah satu aspek utama kepausannya—inisiasi perjalanan apostolik ke luar negeri.
Dua Paus dengan dua nama
Paus pertama yang mengadopsi nama ganda adalah Albino Luciani pada tahun 1978, yang menjadi Paus Yohanes Paulus I. Pilihan dua nama itu menekankan kesinambungan dengan kepausan Yohanes XXIII dan Paulus VI. Penggantinya, Karol Wojtyła, mengulangi pilihan ini sebagai Paus Yohanes Paulus II.
Dalam audiensi umum pertamanya pada 27 April 2005, Paus Benediktus XVI menjelaskan mengapa ia memilih nama tersebut. Sang Paus secara simbolis menghubungkan dengan Paus Benediktus XV, yang memimpin Gereja selama periode penuh gejolak Perang Dunia I. Juga menghubungkan dengan sosok luar biasa Santo Benediktus dari Nursia, "bapak" Monastisisme Barat dan pelindung Eropa.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Vatican News |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR