Nationalgeographic.co.id—Dalam benak banyak orang, sosok Mustafa Kemal Atatürk terpatri kuat sebagai pendiri dan presiden pertama Republik Turki, seorang revolusioner ulung yang membawa bangsanya keluar dari puing-puing kekaisaran menuju era modern.
Kisah hidupnya, penuh dengan perjuangan heroik di medan perang dan transformasi sosial-politik yang mendasar, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah abad ke-20.
Namun, di balik citra ikonik tersebut, tersembunyi lapisan-lapisan narasi yang lebih dalam, mulai dari akar keluarganya yang sederhana di Salonika, proses panjang hingga ia menyandang gelar kehormatan "Atatürk" yang mendunia, hingga misteri seputar peristirahatan terakhirnya sebelum megahnya Anıtkabir berdiri kokoh.
Perjalanan hidup seorang Mustafa Kemal bukan sekadar catatan tanggal dan peristiwa penting, melainkan sebuah epos tentang visi, keberanian, dan dedikasi tanpa akhir untuk sebuah bangsa.
Artikel ini mengajak Anda menelusuri jejak langkah sang Bapak Bangsa Turki, mengungkap asal-usulnya, menelisik bagaimana gelar "Atatürk" menjadi identitasnya, dan menyingkap lokasi makam aslinya sebelum dipindahkan ke monumen kebanggaan Turki.
Kehidupan Awal dan Karier Militer
Lahir tahun 1881 di rumah merah muda di Jalan Islahane, Distrik Kocakasım, Salonika, Mustafa Kemal adalah putra Ali Rıza Efendi dan Zübeyde Hanım. Ayahnya pedagang kayu keturunan nomaden Turki Yörük dari Konya/Aydın, ibunya dari keluarga Turki kuno di Langaza. Dari 5 bersaudara, hanya Makbule (Atadan) yang hidup hingga 1956.
Pendidikan awalnya di sekolah lokal dan Sekolah Şemsi Efendi. Setelah ayahnya wafat tahun 1888, ia tinggal di pertanian paman sebelum kembali ke Salonika untuk melanjutkan sekolah. Ia masuk Sekolah Menengah Militer Salonika tahun 1893, di mana guru matematikanya memberinya nama "Kemal".
Lulus dari Sekolah Tinggi Militer Manastır (Bitola, 1896-1899) dan Akademi Militer Istanbul (1902, letnan), ia lulus dari Sekolah Staf Angkatan Darat pada 11 Januari 1905 dengan pangkat kapten. Bertugas di Angkatan Darat ke-5 Damaskus (1905-1907), ia dipromosikan kapten senior tahun 1907 dan ditugaskan ke Angkatan Darat ke-3 Bitola.
Pada 19 April 1909, ia menjadi Kepala Staf Angkatan Darat Aksi yang menumpas Insiden 31 Maret di Istanbul. Tahun 1910, ia ke Prancis untuk Manuver Picardie. Tahun 1911, ia bertugas di Staf Umum Ottoman di Istanbul. Dalam Perang Tripoli 1911 melawan Italia, ia berperang di Tobruk dan Darnah, mengalahkan Italia 22 Desember 1911 dan diangkat Komandan Darnah 6 Maret 1912.
Saat Perang Balkan Oktober 1912, ia bertugas di Gallipolis/Bolayır, berperan merebut kembali Dimetoka dan Edirne. Tahun 1913, ia menjadi Atase Militer di Sofia, dipromosikan letnan kolonel tahun 1914, tugas berakhir Januari 1915. Saat Perang Dunia I pecah, ia ditunjuk ke Tekirdağ membentuk Divisi ke-19.
Baca Juga: Menelisik Anıtkabir, Tempat Jasad Mustafa Kemal Atatürk Disemayamkan
Di Gallipolis, seperti dilansir laman resmi Turkish Military Academy, ia mencetak sejarah. Setelah armada Inggris/Prancis gagal menembus (18 Maret 1915), musuh mendarat 25 April 1915 di Arıburnu; Divisi ke-19 di bawahnya menghentikan mereka di Conkbayırı, membuatnya naik pangkat menjadi kolonel.
Sebagai Komandan Grup Anafartalar, ia memenangkan Pertempuran Anafartalar (9-10 Agustus 1915) setelah serangan baru (6-7 Agustus), diikuti kemenangan Kireçtepe (17 Agustus) dan Anafartalar kedua (21 Agustus). Dengan 253.000 korban, Turki bertahan berkat perintahnya, "Aku tidak memerintahkanmu untuk menyerang, aku memerintahkanmu untuk mati!".
Setelah Gallipolis, ia bertugas di Edirne/Diyarbakır (1916), dipromosikan mayor jenderal (1 April 1916), merebut kembali Muş/Bitlis dari Rusia. Sempat di Damaskus/Aleppo, ia ke Jerman 1917, lalu sakit dan dirawat di Wina/Karlsbad.
Kembali ke Aleppo sebagai Komandan Angkatan Darat ke-7 (15 Agustus 1918), ia berhasil bertahan melawan Inggris. Diangkat Komandan Grup Angkatan Darat Petir (31 Oktober 1918), ia kembali ke Istanbul (13 November 1918) dan bertugas di Kementerian Perang.
Memimpin Perang Kemerdekaan
Pasca Gencatan Senjata Moudros, Entente menginvasi wilayah Ottoman. Mustafa Kemal pergi ke Samsun sebagai Inspektur Angkatan Darat ke-9 pada 19 Mei 1919. Proklamasi Amasya (22 Juni 1919) menyatakan kemerdekaan dijamin bangsa, menyerukan Kongres Sivas. Kongres Erzurum (23 Juli - 7 Agustus 1919) dan Sivas (4 - 11 September 1919) menentukan gerakan kemerdekaan.
Ia disambut antusias di Ankara 27 Desember 1919. Pembukaan Majelis Nasional Agung Turki (Grand National Assembly of Türkiye/GNAT) di Ankara pada 23 April 1920, dengan Mustafa Kemal Ketua Majelis dan Kepala Pemerintahan, adalah langkah pendirian Republik. GNAT mengesahkan UU Perang Kemerdekaan.
Perang dimulai 15 Mei 1919 dengan invasi Yunani ke İzmir. Awalnya "Kuvay-i Milliye" melawan pemenang PD I yang memecah Ottoman via Perjanjian Sevres (10 Agustus 1920). GNAT membentuk tentara reguler, menyatukan pasukan, dan memenangkan perang.
Tahapan penting: Pembebasan Sarıkamış (20 September 1920), Kars (30 Oktober 1920), Gümrü (7 November 1920); Pertahanan Çukurova, Gaziantep, Kahramanmaraş, Şanlıurfa (1919-1921); Kemenangan İnönü I (6-10 Januari 1921), İnönü II (23 Maret - 1 April 1921); Pertempuran Sakarya (23 Agustus - 13 September 1921); Serangan Besar (26 Agustus - 9 September 1922).
Setelah Sakarya, GNAT memberinya pangkat Marsekal dan gelar Gazi (19 September 1921). Perang berakhir 24 Juli 1923 dengan Perjanjian Lausanne, meniadakan Perjanjian Sevres yang hanya menyisakan 5-6 provinsi.
Baca Juga: Mustafa Kemal Ataturk: Hancurkan Ottoman, Jadi Presiden Pertama Turki
Mendirikan dan Memimpin Republik
Pembukaan GNAT 23 April 1920 di Ankara menandai awal Republik. Keberhasilan GNAT dalam Perang Kemerdekaan mempercepat negara baru. Khalifah dan Kesultanan dipisah (1 November 1922), kedaulatan sultan dihapus.
Republik diterima 29 Oktober 1923, Atatürk terpilih Presiden pertama. İsmet İnönü membentuk pemerintahan pertama (30 Oktober 1923). Republik berprinsip "Kedaulatan milik bangsa" dan "Perdamaian di rumah, perdamaian di dunia".
GNAT menganugerahi Mustafa Kemal nama keluarga "Atatürk" (Bapak Bangsa Turki) pada 24 November 1934, sesuai UU Nama Keluarga.
Ia Ketua GNAT (24 April 1920, 13 Agustus 1923), setara Kepala Negara/Pemerintahan. Terpilih Presiden (29 Oktober 1923), ia dipilih kembali 1927, 1931, 1935 (setiap 4 tahun). Sebagai Presiden, ia sering ke seluruh negeri, memberi perintah, menjamu pemimpin asing. Pidato Agungnya (15-20 Oktober 1927) mengisahkan Perang Kemerdekaan; Pidato Tahun Kesepuluh (29 Oktober 1933).
Kehidupan pribadinya sederhana. Menikah dengan Latife Hanım di İzmir (29 Januari 1923 - 5 Agustus 1925), mereka bepergian bersama. Ia sangat menyukai anak-anak; mengadopsi Afet, Sabiha, Fikriye, Ülkü, Nebile, Rukiye, Zehra, Abdurrahim, dan mengasuh Mustafa, İhsan. Tahun 1937, ia menyumbangkan pertaniannya ke negara dan propertinya ke Kotamadya Ankara/Bursa.
Warisannya untuk saudara perempuan, anak angkat, Asosiasi Bahasa/Sejarah Turki. Gemar membaca, musik, menari, berkuda, berenang, Zeybek, lagu Rumeli, gulat, backgammon, biliar. Menyayangi kuda Sakarya dan anjing Fox. Membangun perpustakaan, menjamu diskusi, peduli penampilan, mencintai alam (Peternakan Hutan Atatürk). Menguasai Prancis dan Jerman.
Wafat di Istana Dolmabahçe, Istanbul, 10 November 1938 pukul 09.05 pagi karena sirosis hati. Disemayamkan sementara di Museum Etnografi Ankara (21 November 1938), dimakamkan di Anıtkabir (10 November 1953) dengan upacara megah.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR