“Setiap kami mengirim mesin dan teknologi Faspol 5.0, kami lanjutkan dengan pelatihan bagi operatornya, untuk memastikan mesin dapat menghasilkan produk sesuai SOP yang ditetapkan,” jelas Endi.
Terkait upaya menjaga kualitas produk, Endi menyebut peran laboratorium BRIN dan Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) untuk memantau kualitas Petasol. “Kami bergabung (kolaborasi) dengan BRIN sejak 2022, terutama untuk uji lab Petasol dan uji termodinamika kendaraan,” ujar Endi.
Menurutnya, keterlibatan BRIN dalam uji kendaraan yang menggunakan Petasol dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memilih Petasol sebagai bahan bakar kendaraannya.
Petasol telah melalui serangkaian uji laboratorium di BRIN dan Lemigas. Hasilnya menunjukkan bahwa Petasol memenuhi standar bahan bakar setara minyak solar B0.
Selain itu, merk Petasol sudah memiliki sertifikat Hak Cipta dan nama Faspol juga sudah memiliki tanda daftar Paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Uji mutu Petasol telah dilakukan pula di Laboratorium BRIN, Lemigas, dan Universitas Diponegoro.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Tri Martini, pada kesempatan yang sama memberikan gambaran nilai ekonomi yang diperoleh dari daur ulang sampah plastik yang dikelola BSB.
“Harga produksi Petasol per liter sekitar Rp6.160, sedangkan harga jualnya kami rekomendasikan Rp9.700, sehingga diperoleh keuntungan Rp3.540 per liter. Keuntungan yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu untuk pengelola BSB dan masyarakat,” jelas Tri.
“Dari hasil analisis break even point kami, investasi untuk kapasitas mesin 50-100 liter, estimasi kami dapat kembali dalam waktu 1,5 tahun. Selain itu, benefit cost ratio sudah di atas satu dengan revenue cost ratio di atas dua, yang artinya aktivitas ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan,” imbuhnya.
Namun, menurut Tri, ada hal yang lebih penting untuk dicermati, yakni bagaimana kegiatan ini dapat berhasil direplikasi di pedesaan untuk membantu para petani dan nelayan menyediakan BBM peralatan yang mereka gunakan sehari-hari.
Penghematan biaya untuk BBM ini bisa sangat berarti. Tri menegaskan, “Kondisi ini jika terus berlanjut, dapat menciptakan kemandirian energi di pedesaan yang ujungnya mendukung kemandirian pangan sebagai cita-cita kita semua."
Dengan memanfaatkan BBM yang lebih murah dan dapat diproduksi dari sisa sampah, nelayan dan petani di desa pun bisa lebih semringah.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR