“Salah satu tantangan fisiologis utama yang dihadapi hewan besar adalah kemampuan untuk melepaskan panas,” kata Holliday. “Jika dinosaurus teropoda besar berdarah panas, maka mereka mungkin memiliki tantangan dalam menghilangkan panas dalam beberapa kasus.”
Bagi dinosaurus teropoda besar seperti T. rex, struktur pendingin besar di kepala sangat membantu menjaga suhu otak tetap konstan. Terutama jika suhunya terlalu panas.
Ahli paleontologi dari New York Institute of Technology Jason Bourke melakukan penelitian pada tahun 2018. Ia menemukan sekelompok ankylosaurus mungkin memiliki saluran hidung yang besar dan berbelit-belit yang dipenuhi pembuluh darah.
Saat hewan tersebut bernapas, pembuluh ini akan membantu menghilangkan panas berlebih ke lingkungan. Bourke mengatakan bahwa penelitian baru ini meyakinkan. Terutama karena timnya tidak menemukan bukti adanya saluran hidung yang melebar serupa pada teropoda karnivora.
“Penelitian baru ini mengisyaratkan cara alternatif yang mungkin dilakukan theropoda untuk mengatur suhu otak dan mata mereka,” katanya.
Holliday berharap temuan ini dapat mendorong orang lain untuk menguji hipotesis struktur pendingin. Ada kemungkinan juga bahwa konsentrasi pembuluh darah di wilayah tengkorak ini dapat membantu mendukung struktur tampilan di kepala beberapa dinosaurus.
“Pada dinosaurus yang punah, struktur tersebut mungkin lebih besar secara proporsional daripada yang terlihat pada hewan yang masih hidup,” catat Holliday. Dan pada teropoda seperti T. rex, struktur yang dipenuhi pembuluh darah akan menutupi area yang luas di atas kepala.
Beberapa dinosaurus bertanduk, seperti Triceratops dan Chasmosaurus, memiliki tanda-tanda struktur serupa di atap tengkoraknya. Tanda-tanda struktur itu sangat dekat dengan jumbai leher mereka.
Ada kemungkinan bahwa dinosaurus mungkin telah menggunakan jaringan pembuluh ini untuk tampilan perubahan warna. “Bahkan jika itu sesederhana sisik yang memerah dan memucat dengan aliran darah di bawahnya,” kata Bourke.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR