Nationalgeographic.co.id—Penemuan makam Tutankhamun pada tahun 1922 merupakan peristiwa monumental bagi dunia arkeologi. Makam tersebut merupakan makam kerajaan Mesir kuno pertama yang sebagian besar masih utuh.
Karena terpelihara dengan baik, makam Tutankhamun memberikan wawasan penting mengenai praktik pemakaman bangsawan. Makam tersebut juga memberikan gambaran sekilas mengenai seperti apa makam firaun lain yang belum ditemukan, hilang, atau dirampok.
“Tutankhamun adalah firaun yang relatif tidak penting dalam sejarah Mesir kuno,” tulis Claire Isabella Gilmour di laman The Conversation. Ia meninggal muda dan tidak mendapat kesempatan untuk meninggalkan warisan yang lebih besar. Jadi, penyediaan pemakaman yang mewah untuknya menyiratkan harta yang lebih besar di makam firaun lain yang lebih berprestasi.
Ketertarikan terhadap praktik pemakaman orang Mesir kuno kian merebak. Penguraian hieroglif pada tahun 1822 menciptakan momen penting bagi ilmu Mesir Kuno. Namun penemuan makam Tutankhamun dibangun di atas hal ini dan membawa Mesir kuno ke tengah masyarakat melalui laporan media.
Penemuan tersebut terjadi tepat setelah perang dunia pertama, dalam masa duka mendalam atas kerugian dalam konflik tersebut. Kisah seorang pemuda dengan keluarga yang meninggal sebelum waktunya bergema di hati banyak orang. Tutankhamun adalah semburat warna gemilang di masa gelap.
“Selain itu, ada daya tarik tambahan berupa misteri makam dan kehidupan abadi,” tambah Gilmour.
Tutankhamun juga ditemukan dalam upaya terakhir untuk menemukannya. Howard Carter telah mencarinya selama bertahun-tahun. Dan keberhasilannya menghasilkan kisah yang menarik tentang harapan, kegigihan, dan penghargaan.
Penemuan itu juga penuh misteri dan intrik. Seorang raja kuno di makam yang telah lama dicari yang penuh dengan benda-benda menarik yang sarat dengan makna mistis dan purba. Kisah itu menarik imajinasi publik dan surat kabar pada saat itu memanfaatkan minat itu dengan kisah tentang kutukan di makam firaun.
Mengapa kutukan makam Tutankhamun terus menarik perhatian, bahkan hingga kini?
Kutukan sering dikutip dengan kalimat: “Kematian akan datang dengan cepat kepada orang yang mengganggu kedamaian raja”. Padahal, sebenarnya kutukan tidak muncul di mana pun di makam itu. Ada kutukan Mesir kuno yang nyata tetapi makam Tutankhamun bukan salah satunya.
Kutukan Tutankhamun berasal dari upaya mendapatkan perhatian para pembaca media. The Times memiliki hak eksklusif untuk melaporkan penggalian tersebut. Jadi, cerita-cerita spekulatif diterbitkan oleh surat kabar lain, termasuk rumor tentang kutukan.
Baca Juga: Berkat Satu Pertempuran dan Firaun Muda, Mesir Jadi Kerajaan Adikuasa
Hal ini kembali memanfaatkan keakraban pasca-Victoria dengan spiritualisme, minat terhadap sastra gotik, dan tren suvenir para pengelana. Semua itu sering kali menyertakan sisa-sisa mumi atau benda-benda lain dari makam.
Para pembaca menerima gagasan tentang kutukan dengan senang hati. Ada juga serangkaian penyakit, kecelakaan, dan peristiwa lain yang dikaitkan oleh surat kabar dengan pembukaan makam tersebut. Yang paling menonjol adalah kematian Lord Carnarvon, yang mendanai penggalian tersebut, pada tanggal 5 April 1923. Penyebab kematiannya adalah luka yang terinfeksi. Tapi kesempatan untuk menghubungkannya dengan kutukan itu tidak dapat ditolak.
Para sarjana mistikisme Mesir kuno mengaitkan penyakit dan kematian dengan kutukan yang dijatuhkan oleh Bangsa Mesir Kuno. Kutukan itu ditujukan siapa pun yang berani mengganggu sisa-sisa Firaun.” Dikutip dari Allentown Morning Call, 5 April 1923.
Namun, penelitian sejak saat itu sepenuhnya membantah gagasan bahwa mereka yang hadir pada pembukaan tersebut menemui ajal sebelum waktunya. Hanya segelintir orang yang hadir pada pembukaan tersebut meninggal dalam dekade berikutnya. Dan Howard Carter, yang akan menjadi sasaran utama kutukan, meninggal pada tahun 1939, dalam usia 64 tahun.
Kita semua tahu bahwa kutukan itu dibuat-buat. Namun kutukan tersebut telah memberikan dampak jangka panjang pada penemuan relik kuno dan pelestarian mitos-mitos tersebut.
Gagasan bahwa jenazah manusia harus ditangani dengan hati-hati telah ada sejak awal penggalian. Namun, arkeologi saat ini lebih peduli dengan etika bekerja dengan jenazah manusia, interpretasinya, dan cara penyimpanannya.
Tutankhamun saat ini
Penemuan makam, raja muda, dan mitos-mitos yang menyertainya masih membuat kita terpesona hingga saat ini. Kita sekarang mengetahui lebih banyak tentang budaya Mesir kuno daripada seabad yang lalu. Meski begitu, masih banyak jawaban yang masih belum kita dapatkan.
Objek-objek di dalam makam tersebut dibuat dengan indah dan penuh dengan simbolisme dan makna. Objek-objek makam juga dilukis atau ditulis dengan hieroglif yang dalam misterinya mengilhami rasa heran dan penasaran. Namun, sebagian besar isi makam tersebut belum pernah dipublikasikan secara lengkap.
Untuk itulah masih ada pekerjaan yang sedang berlangsung untuk membuat katalog objek-objek tersebut dan meneliti penggalian itu sendiri. Penemuan-penemuan terus dilakukan, termasuk bukti baru yang menunjukkan bahwa Carter mencuri beberapa artefak.
Tutankhamun dan penggalian tersebut masih melekat dalam kesadaran budaya. Topeng pemakaman emas sering kali menjadi gambaran pertama, atau yang paling berkesan, tentang Mesir kuno yang ditemui publik. Banyak orang menjadi arkeolog atau Egyptologist karena topeng emas dan biru bergaris-garis tersebut begitu memikat imajinasi mereka.
Penggalian tersebut juga tetap menjadi tolok ukur penggalian, penemuan, dan pameran. Pameran harta karun pilihan dari makam tersebut di British Museum pada tahun 1972, Termasuk topeng pemakaman emas. Bahkan, harta karun makam itu masih menjadi pameran yang paling banyak dikunjungi di museum tersebut (1,6 juta pengunjung). Dan bisa dibilang yang paling banyak dibandingkan dengan yang lain.
Seratus tahun berlalu. Ada ratusan peristiwa yang terkait dengan penemuan tersebut, Tutankhamun sendiri, dan zamannya. Dengan semakin fokusnya sektor warisan pada etika kolektor dan penggali masa lalu dan masa kini, kisah makam Tutankhamun kembali disorot.
Kisah Tutankhamun menjadi titik fokus untuk meninjau kembali sejarah. Serta menegaskan kembali Tutankhamun sebagai wajah paling terkenal di zaman kuno.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR