Ketika Jennifer Iannolo meluncurkan siaran podcast yang membahas tentang makanan, 12 tahun lalu, hal-hal tidak selalu berjalan dengan lancar.
Bersama dengan rekannya, Iannolo mengunjungi para koki, petani, dan pembuat wine dan membagikan kisah mereka. Namun, mereka berdua tidak selalu akur. Bahkan, Iannolo dan rekannya pernah berdebat sambil berteriak di Machu Picchu yang dikenal sebagai tempat yang tenang.
“Hampir sepanjang waktu, kami selalu berkonfrontasi,” ujar Iannolo.
Baca juga: Pahami 'Rambu-rambu' Agar Pertemanan Tak Rusak Karena 'Politik Kantor'
Konflik terjadi karena mereka berdua memiliki kepribadian yang kuat dan menikmati menjadi “sorotan”.
“Kami juga sering berdebat karena perbedaan sudut pandang kreatif. Terutama tentang bagaimana menyajikan program kami,” cerita Iannolo.
Setelah banyak pertengkaran, kekhawatiran, dan saling mendiamkan, mereka sadar pola komunikasi seperti ini tidak bisa dilanjutkan. Jadi, Iannolo dan rekannya duduk bersama dan membicarakan bisnisnya dari awal. Mereka mencoba menyampaikan pendapat masing-masing tanpa menghakimi.
Sebagai hasil diskusi, Iannolo mulai fokus mengurus hal internal perusahaan, sementara rekannya bertanggung jawab untuk perkembangan eksternal. Adanya konflik dan perselisihan ternyata justru membuat mereka mencapai hubungan simbiosis – menyelamatkan bisnis juga persahabatan.
“Kami sepakat bahwa tidak peduli apa pun yang terjadi pada perusahaan, kami harus memperlakukan satu sama lain dengan hormat sebagai sesama manusia,” papar Iannolo.
Kesepakatan itu menjadi kunci untuk menjalankan bisnis bersama. Itulah sebabnya mengapa para ahli mengatakan konflik tidak selalu buruk.
Damali Peterman, pengacara dan mediator dari Damali Law, mengatakan, meskipun sering dianggap sebagai hal negatif, namun konflik merupakan sesuatu yang alami dan menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari di kantor.
“Konflik bermanfaat bagi pekerjaan itu sendiri, apabila tujuannya memajukan tim dan karier. Itu juga membuat kita lebih produktif, kreatif, dan mampu mencari solusi dengan lebih baik,” katanya.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | New York Post |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR