Sampel sedimen yang membeku selama 40 ribu tahun, baru saja dicairkan, dan para peneliti menemukan nematoda hidup di sana.
Ahli biologi Rusia menggali lebih dari 300 sampel tanah beku dari beberapa periode dan lokasi di Siberia, Arktika, lalu membawanya kembali ke laboratorium mereka di Moskow untuk meneliti lebih lanjut.
Diketahui bahwa sampel-sampel tersebut mengandung cacing dari dua jenis yang berbeda.
Baca juga: Rusak Perkebunan Warga, Gajah Kerdil di Borneo Ditembak Mati
Peneliti menempatkan mereka di cawan petri dengan medium nutrisi. Kemudian, setelah dibiarkan beberapa minggu dengan suhu 20 derajat celsius, cacing-cacing itu mulai menunjukkan tanda kehidupan.
Beberapa cacing – yang berasal dari genus Panagrolaimus – ditemukan 30 meter di bawah permukaan tanah yang sebelumnya digali oleh tupai. Lubang tersebut kemudian longsor dan membeku 32 ribu tahun lalu.
Sementara cacing lainnya – dari genus Plectus – ditemukan pada lubang dengan kedalaman 3,5 meter. Penanggalan karbon yang digunakan, menunjukkan bahwa usianya sekitar 42 ribu tahun.
Meskipun kontaminasi tak dapat dihindari, namun para ilmuwan tetap mengikuti prosedur yang ketat selama penelitian. Mereka yakin, nematoda tersebut baru saja terbangun dari tidur yang panjang.
Cacing gelang memang dikenal sebagai makhluk kuat. Mereka pernah bangkit kembali dari sampel herbarium berusia 39 tahun. Meski begitu, belum ada yang pernah terlihat dengan skala seperti ini.
Saudara terdekatnya, tardigrada, juga dikenal dengan kemampuannya bertahan di kondisi ekstrem. Mereka bisa memperbaiki DNA dan menghasilkan material vitrikasi saat tubuh mulai mengering. Namun, hewan super ini pun tidak pernah terlihat bertahan hidup dengan begitu lama. Rekor tardigrada saat ini hanya sekitar 30 tahun.
Peneliti mengatakan, mempelajari lebih banyak tentang mekanisme biokimia yang digunakan nematoda untuk bertahan dalam es dan kerusakan oksidasi selama ribuan tahun, dapat memberikan jalan ke teknologi kriopreservasi yang lebih baik.
“Dengan ini, jelas bahwa nematoda Pleistosen memiliki beberapa mekanisme adaptif yang mungkin berguna bagi ilmu terkait seperti astrobiologi dan kriobiologi,” tulis para peneliti.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR