Nationalgeographic.co.id - Menurut para peneliti, jenis ulat yang telah menghancurkan tanaman di sepanjang Afrika, kini terdeteksi di Asia. Keberadaan ulat ini bisa menjadi ancaman bagi keamanan pangan.
Ilmuwan dari Indian Council of Agricultural Research mengatakan bahwa mereka berhasil mengidentifikasi ulat grayak (Spodoptera frugiperda) pada lebih dari 70% lahan jagung di Chikkaballapur, Karnataka, India. Ini pertama kalinya ulat grayak ditemukan di Asia.
Tidak hanya jagung, menurut Centre for Agriculture and Biosciences International (CABI), hama tersebut juga bisa memakan lebih dari 180 spesies tanaman. Termasuk beras, kapas, dan tebu.
Baca juga: Peneliti: Gajah yang Ditangkap dari Alam Liar Cenderung Berumur Pendek
A.S. Vastrad, peneliti dari University of Agriculture Sciences, menyatakan, ulat berwarna kuning dan cokelat ini berpotensi menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah India.
“Betinanya bertelur sangat cepat dan ulat grayak sudah memasuki dua negara bagian India, yaitu Tamil Nadu dan Telangana,” katanya.
Ulat grayak pertama kali terdeteksi di Afrika pada 2016 lalu. Sejak saat itu, mereka telah menyebar ke lebih dari 40 negara di benua Afrika. Menyebabkan kerusakan masif pada lahan jagung, tanaman pokok yang penting untuk ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Diduga, hama tersebut bisa sampai ke India melalui transportasi yang dibantu manusia. Migrasi alami juga mungkin jadi penyebabnya, mengingat mereka dapat terbang ratusan kilometer akibat terbawa angin.
“Tindakan cepat diperlukan untuk mengatasinya karena ulat grayak memiliki potensi menyebar ke negara-negara Asia lainnya,” kata CABI dalam laporan di situs mereka.
Baca juga: Pembangunan Rest Area di Taman Nasional Komodo Menuai Protes
Spodoptera frugiperda sering menghancurkan tanaman muda: menyerang titik tumbuh mereka. Sementara pada tanaman jagung yang lebih tua, ulat grayak akan masuk ke dalam dan menyerang pusatnya.
Vastrad mengatakan, para petani di India kini telah menggunakan pestisida untuk menghalau hama ini dan hasilnya cukup efektif. Namun, bahaya tetap mengancam jika ulat grayak semakin resisten terhadap pestisida dari waktu ke waktu.
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR