Nationalgeographic.co.id - Banyak cara dilakukan untuk memperingati Hari Raya Idul Adha. Tak terkecuali dengan masyarakat Negeri Tulehu, Maluku Tengah, yang merayakan kaul dan abda’u sesaat setelah melaksanakan salat Idul Adha secara berjamaah. Ada adegan gendong kambing pula dalam rangkaian perayaan ini.
Kaul dan abda’u adalah tradisi adat puncak dari serangkaian parade budaya yang dilakukan masyarakat Tulehu. Tak hanya satu desa, tapi juga melibatkan masyarakat dari desa-desa sekitarnya. Tradisi ini sudah berlangsung cukup lama. Tercatat sejak abad ke-17.
Tradisi kaul lazimnya prosesi penyembelihan yang banyak dilakukan di berbagai tempat. Bedanya, di sini prosesi penyembelihannya dilakukan sebanyak dua kali.
Yang pertama dilakukan selesai salat. Yang kedua adalah penyembelihan khusus, di mana ada seekor kambing inti dan dua kambing pendamping.
Baca juga: Timbuktu, Pusat Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Islam di Afrika Barat
Sebelum disembelih, ketiga kambing itu digendong dengan kain oleh pemuka adat dan agama untuk diarak keliling Negeri. Diiringi shalawat dan takbir, ketiga kambing itu dibawa menuju ke pelataran Masjid Negeri Tulehu.
Penyembelihan langsung dilakukan oleh imam besar Masjid Negeri Tulehu. Dari atas masjid, kelompok ibu-ibu menabur bunga yang harum baunya. Sementara darah cipratan kambing yang disembelih diperebutkan oleh pemuda anggota adat abda’u, simbol bahwa pemuda Tulehu rela berkorban untuk kebenaran.
Abda’u simbol kemakmuran
Pasca-penyembilan, proses abda’u (ibadah) dilangsungkan. Pesertanya sebagian besar adalah para pemuda. Mereka hanya berkaus singlet, berikat kepala warna putih, dan berjalan beramai-ramai menuju rumah imam Negeri Tulehu.
Setelah para pemuda abda’u sampai, imam besar menyerahkan bendera hijau berenda benang bewarna kuning emas.
Hijau melambangkan subur, dan kuning adalah kemakmuran. Bendera inilah yang nantinya bakal diperebutkan oleh ratusan pemuda yang mengikuti upacara ini.
Baca juga: Biksu Millenial di Mongolia Berusaha Beradaptasi dengan Dunia Modern
Sekilas terkesan ada kekacauan, karena mereka akan saling pukul, saling injak, dan saling dorong untuk memperebutan panji.
Tapi tak perlu khawatir, sebelum prosesi rebutan bendera dilakukan, para pemuda ini terlebih dahulu disiram air khasiat oleh Imam Besar yang konon membuat tubuh mereka kuat dan terbebas dari rasa sakit.
Tapi justru inilah yang mencuri perhatian khalayak. Orang-orang di sekeliling berteriak, menyoraki, sembari tetap memberi dukungan kepada para pemuda agar berhasil mendapatkan bendera lambang kesuburan dan ketentraman.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR