Nationalgeographic.co.id - Sebelum paus menyelam ke dalam gelapnya samudera, mereka sering muncul ke permukaan dan mengeluarkan segumpal kotoran besar.
Joe Roman, ahli biologi konservasi di University of Vermont, melihat fenomena tersebut pada pertengahan tahun 1990-an. Sebuah pertanyaan besar kemudian muncul dalam benaknya. Apakah hal tersebut penting secara ekologis?
Sudah sejak lama para peneliti berusaha menunjukkan bahwa kotoran paus merupakan komponen penting dalam laut. Kotoran paus dapat memberikan nutrisi penting yang menjadi bahan bakar rantai makanan laut. Bukan hanya itu, kotoran paus juga berkontribusi pada siklus karbon laut. Peran-peran penting tersebut sekarang memengaruhi argumen ilmiah dan ekonomi untuk melindungi paus.
Baca Juga: Biliar Asteroid, Ide Gila Ilmuwan Untuk Melindungi Planet Bumi
“Komunitas ilmiah mulai memahami nilai baru paus dan peran mereka dalam menjaga lautan yang sehat. Kami mulai melihat pemerintah menggunakan alasan ini untuk menjustifikasi langkah-langkah dalam melindungi paus," ucap Sue Fisher, lembaga nonprofit Animal Welfare Institute.
Dalam sebuah studi tahun 2010, tim Joe Roman, menemukan bahwa kotoran paus membawa 23.000 metrik ton nitrogen ke permukaan setiap tahun di Teluk Maine. Nitrogen tersebut menyuburkan laut dengan mempertahankan tanaman mikroskopis yang menjadi makanan plankton. Pada gilirannya, plankton menjadi makanan berbagai macam ikan dan hewan laut termasuk ikan paus itu sendiri.
Penelitian juga melihat fenomena serupa di tempat lain, dan dengan nutrisi lain yang ditemukan dalam kotoran ikan paus. Ketika paus bermigrasi, mereka juga mendistribusikan nutrisi ke seluruh dunia. Apabila fenomena tersebut didukung dengan upaya pemindahan paus dari garis lintang yang lebih tinggi, peneliti meyakini bahwa mamalia raksasa tersebut bisa meningkatkan produktivitas di beberapa perairan tropis sebesar 15 persen.
Baca Juga: Berkat Para Pemburu Harta Karun, Peninggalan Zaman Romawi Ditemukan
Peneliti juga menjelaskan bahwa dengan merangsang pertumbuhan tanaman mikroskopis yang disebut fitoplankton, penyebaran paus juga dapat membantu membatasi perubahan iklim. Tanaman air kecil ini diketahui dapat memindahkan karbon dari atmosfer dan membawanya ke laut ketika mereka mati.
Penelitian yang dilakukan di Laut Selatan menunjukkan bahwa kotoran 12.000 paus sperma dapat memberi makan populasi fitoplankton yang menyimpan 240.000 metrik ton lebih karbon di laut. Dengan kata lain, mamalia laut ini dapat membantu menyeimbangkan lingkungan dengan mengunci karbon.
Namun sayangnya, perburuan besar-besaran menghancurkan populasi paus. Pada tahun 2016, ahli ekologi Chris Doughty dari Universitas Oxford dan rekan-rekannya memperkirakan kapasitas hewan laut untuk memindahkan nutrisi di sekitar telah menurun hingga hanya 5 persen.
Sebagai upaya untuk mengatasi kepunahan paus, International Whaling Commission (IWC) akan mengadakan agenda pertemuan yang melibatkan perwakilan dari 88 negara anggota. Agenda tersebut akan membahas tentang pertimbangan pengadopsian resolusi baru yang mampu mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan nilai ekologis paus dan lumba-lumba ke dalam pengambilan keputusan lokal, regional dan global mengenai lingkungan. Termasuk kebijakan perubahan iklim dan konservasi.
Source | : | Scientific American |
Penulis | : | Mar'atus Syarifah |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR