Nationalgeographic.co.id - Sahabat, Anda mungkin mengingat betul tagar yang kami gunakan untuk menyerukan keberpihakan kita pada Bumi. Ya, #SayaPilihBumi. Berangkat dari kegelisahan akan permasalahan sampah plastik, kami bergerak untuk menyerukan aksi membantu Bumi dari permasalahan ini. Meski begitu, kami ingin gerakan ini menjadi gerakan bersama, bukan gerakan milik National Geographic Indonesia.
“Kami tidak ingin menyebut bahwa tagar ini adalah milik kami. Namun kami ingin tagar ini menjadi milik bersama, kita semua,” ucap Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia dalam sebuah diskusi bertajuk “Berbagi Cerita untuk Bumi yang Lebih Baik”.
Sore itu, Minggu (28/10/2018), National Geographic Indonesia bersama dengan Clean Action, dan The Lodge Fondation asyik berdiskusi bersama sejumlah orang yang peduli terhadap Bumi. Bertempat di Eiger Store, Jalan Sumatera, Bandung, kami berdiskusi dan bertukar pendapat mengenai permasalahan sampah plastik. Saking asyiknya, hujan deras yang mengguyur Bandung sore itu pun tidak menghentikan kegiatan kami.
Didi Kaspi Kasim dari National Geographic Indonesia, Ari Rizki Nugraha dari Clean Action, dan Cecep Supriadi bersama Taufik Aditya dari The Lodge Foundation dihujani pertanyaan pada sore hari itu. Berbagai pertanyaan dan pernyataan yang terlontar memberikan secercah harapan mengenai masih adanya masyarakat yang memiliki kesadaran untuk membantu Bumi dari ancaman penggunaan plastik sekali pakai.
Baca Juga : Pengamat Penerbangan: Ada Dua Kemungkinan Penyebab Jatuhnya Lion Air JT-610
Setidaknya ada dua orang peserta diskusi yang tengah melakukan edukasi mengenai permasalahan ini. Salah satu dari mereka bahkan mengatakan bahwa ia sedang memulai sebuah program bank sampah. Sementara itu, satu peserta juga bercerita mengenai gerakan yang ia lakukan untuk mengedukasi anak-anak, dengan harapan dapat membentuk generasi penerus yang peduli akan permasalahan sampah plastik.
Diskusi ini sebenarnya penutup dari rangkaian acara kami, National Geographic Indonesia, di Bandung. Pagi hari di hari yang sama, tepatnya pukul 08.00, kami bersama dengan Clean Action dan sejumlah orang dari berbagai komunitas, berjalan dari Eiger Store Dago menyusuri jalur Car Free Day Bandung. Sama seperti dua kegiatan serupa yang kami lakukan di Jakarta, kegiatan ini juga bertujuan untuk memungut sampah plastik dari jalanan.
Ada hal yang serupa dengan apa yang kami temukan di Jakarta, yakni sampah plastik kemasan makanan dan minuman yang mendominasi temuan sampah ini. Saringan (puntung) rokok juga banyak kami temukan. Namun satu hal yang berbeda, kami menemukan banyak sekali pamflet ataupun brosur yang tergeletak di tengah jalan dan trotoar. “Padahal ada aturan kalau di CFD tidak boleh membagi-bagikan brosur,” ucap Rizky, Clean Action, sambil memungut sampah-sampah tersebut.
Simpang layang Pasupati hingga simpang Jalan Dayang Sumbi—kemudian kembali—menjadi rute tujuan kami. Berat total sampah plastik yang berhasil kami angkut adalah 31 kg yang berasal dari 3 km jarak yang kami susuri. Memang jumlah yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan sampah plastik yang kami kumpulkan pada Car Free Day Jakarta, 165 kg, dengan jarak yang serupa. Namun angka tersebut tetap menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk membuang sampah tidak pada tempatnya.
“Tidak, kami tidak bertujuan untuk membersihkan jalanan dari sampah plastik. Kami tahu apa yang kami lakukan ini kecil. Namun kami ingin membangkitkan kesadaran masyarat mengenai perilaku penggunaan plastik sekali pakai,” ucap Didi ketika ditanya mengenai tujuan dari kegiatan ini.
Baca Juga : Spesies Burung Terbaru Ditemukan di Pulau Rote, Apa Keunikannya?
Tidak hanya itu, angka tadi juga menunjukkan bahwa plastik sekali pakai masih menjadi pilihan bagi para pedagang yang menjajakan dagangannya di kawasan Car Free Day. Ironinya, plastik-plastik ini banyak kami temukan berakhir di dalam mulut lubang saluran air. Bayangkan, apa yang akan terjadi bila saluran air ini kemudian tertutup oleh plastik-plastik tadi, sementara musim hujan sudah datang. Tentu banjir dan air yang menggenangi jalanan tidak terhindarkan pada akhirnya.
Bila ini terjadi, masyarakat biasanya akan menyalahkan banyak pihak. Padahal, perilaku membuang sampah sembarang tadi juga menjadi salah satu penyebab munculnya permasalahan genangan air.
Selesai mengumpulkan sampah, menimbang, dan memasukannya ke bank sampah, kami melanjutkan perjalanan menuju Rase FM yang terletak di Jalan Dr. Setiabudi, Cipaganti, Bandung. Tujuannya? Masih sama, untuk menyerukan gerakan #SayaPilihBumi.
#BumiAtauPlastik #SayaPilihBumi
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR