Picasso nan Genius Lahir di Antara Benturan Peradaban. Begini National Geographic Memandang Seni Kreatif

By Rahmad Azhar Hutomo, Sabtu, 8 Juni 2019 | 14:06 WIB
Picasso memupuk reputasinya, mengandalkan pengaruh para penyokong, termasuk Gertrude dan Leo Stein. Kini kolektor Mera dan Don Rubell berperan besar dalam mengorbitkan bakat modern, yang terbaru adalah Allison Zuckerman. Foto ini menampilkan para tamu di pembukaan acaranya. Dia mulai menayangkan karyanya di Instagram sebelum melejit dan mengadakan pameran solo di Rubell Family Collection di Miami. Dia menggunakan unsur-unsur dari gaya Picasso. ()

Dia kadang riuh kadang senyap, kadang mesra kadang meraja. Tetapi, dari awal usianya sebagai anak ajaib hingga akhir hidupnya melukis tentara bedil dan matador, Picasso tampaknya ditakdirkan untuk menjadi seniman besar, perjalanannya menuju genius telah mantap bagai cat pada kanvas.

Semua unsurnya ada: keluarga yang memupuk semangat kreatifnya, keingintahuan intelektual dan keuletan, kumpulan teman yang menginspirasi, dan keberuntungan dilahirkan pada masa ketika ide-ide baru dalam ilmu pengetahuan, sastra, dan musik menyuntikkan energi bagi karyanya dan kemunculan media massa melambungkannya ke ketenaran.

Baca Juga: Prosesi Pemakaman Megah Sang Mayor Cina Pelindung Besar Kesenian Jawa

Tidak seperti para genius kreatif yang mati muda—Sylvia Plath umur 30, Wolfgang Amadeus Mozart umur 35, Vincent van Gogh umur 37—Picasso hidup hingga usia 91 tahun. Jalan hidupnya tidak hanya luar biasa; tetapi juga panjang.

Seni Picasso berjalin kelindan dengan kehidupan pribadi serta hubungannya dengan orang lain. Sumber inspirasinya adalah anak, kekasih, dan istrinya, termasuk Jacqueline Roque, yang ditampilkan di sini. Di rumah lelang Christie’s di New York City, “Femme Accroupie (Jacqueline)” dibawa dari sesi penayangan pribadi, ke galeri. ()

Pablo Picasso lahir pada 25 Oktober 1881, di Málaga, Spanyol, bayi yang begitu lesu sehingga dicemaskan sudah mati saat lahir. Dia tergugah, menurut Picasso, oleh kepul asap dari cerutu pamannya, Salvador. Tempat-tempat yang mudah dikenal dari masa kecil seniman itu kini memancarkan semangat hidup di kota Mediterania yang bermandikan matahari ini.

Sebuah paduan suara menyanyikan “Impossible Dream” dari drama musikal Man of La Mancha di Gereja Santiago, tempat Picasso dibaptis dengan air suci semasa bayi. Plaza de la Merced, tempat sang seniman menggoreskan gambar-gambar pertamanya di debu di luar rumahnya, ramai oleh wisatawan di kafe yang dapat memesan, kalau mau, hamburger bernama hamburguesa Picasso seharga 12-euro (200 ribu rupiah).

Burung dara hinggap di bebatuan; perairan Laut Albora berdebur di pesisir; dan kaum Gipsi, seperti yang mengajari Picasso muda untuk merokok dengan lubang hidung dan menari flamenco, masih lalu lalang di jalanan Málaga.

Sambil menyeruput teh dari cangkir merah di halaman Museo Picasso Málaga, cucu sang seniman, Bernard Ruiz-Picasso, menceritakan renungannya tentang bagaimana pengaruh masa kecil ini membentuk kesenian Picasso. Segala sesuatu dalam tempat ini sarat oleh sejarah dan sensualitas, katanya. Peradaban berbenturan di negeri yang dihuni Picasso: Fenisia, Yahudi, Muslim Andalusia, Kristen, dan Spanyol.

Baca Juga: Makam Bangsawan Kuno dengan Karya Seni Berwarna-warni Ditemukan di Mesir

Aroma semerbak di udara. Sambil menunjuk pohon jeruk, Bernard mengatakan bahwa Picasso mengambil inspirasi dari warna buah itu, dari bunga ungu yang menghiasi pohon jacaranda Spanyol, dari batu krem dan putih di benteng Alcazaba abad kesebelas di Málaga, yang dibangun di bukit Gibralfaro, beberapa langkah dari museum.

“Dia mengingat semua kesan itu, semua gambar itu, semua bau dan warna itu, yang menyuburkan dan memperkaya otaknya,” kata Bernard, yang mendirikan museum itu—yang dibuka pada 2003—bersama ibunya, Christine Ruiz-Picasso, untuk memenuhi keinginan kakeknya.