Meniti Jejak Kabur Orang-orang Tambora di Batavia

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 29 Maret 2019 | 10:00 WIB
Hujan deras mendera sebuah permukiman di pinggang Tambora, sesaat sebelum gunung itu bererupsi dahsyat. (Sandy Solihin/National Geographic Indonesia)

Baca Juga : Singkap Misteri Lamassu di Sudut Perkantoran Hindia Belanda

Selepas ekspedisi militer ke Jawa, Nuruddin bertakhta sebagai Sultan Bima III pada usia 31 tahun. Dia memerintah pada 1682-1687, dan wafat dalam usia 36 tahun.

Namun penuturan Ismail dan Malingi tentang asal-usul Kampung Tambora tadi sejatinya masih terdengar janggal. Bukankah Nuruddin merupakan seorang pangeran asal Bima, yang kelak memiliki wilayah terpisah dengan Kerajaan Tambora? Mengapa orang-orang justru mengenang tempat Nuruddin sebagai tawanan itu sebagai "Kampung Tambora"?

Kedahsyatan amukan Gunung Tambora pada 10 April 1815 telah membinasakan peradaban manusia di pinggang gunung itu, termasuk Kerajaan Pekat dan Kerajaan Tambora. Sejarah dua kerajaan itu kerap dikaitkan dengan pelarian para bangsawan Gowa ke Semenanjung Sanggar karena kekalutan politik pascaperjanjian Bongaya pada abad ke-17.