Rupa-rupa Ekowisata di Pulau Bunga

By National Geographic Indonesia, Kamis, 7 Januari 2021 | 14:03 WIB
Deretan rumah tradisional tertata rapi mengikuti kode budaya dari leluhur. Pemandangan seperti ini dapat kita saksikan di Kampung Adat Bena, Desa Tiworiwu, Ngada. (Bayu D.M. Kusuma/National Geographic Traveler)

Kami masih menempuh perjalanan darat sejauh 90 kilometer ke arah barat untuk mengikuti sejumlah rangkaian acara—termasuk penyambutan adat bagi tetamu di Kampung Pusut, Desa Nampar Mancing, Sano Nggoang, Manggarai Barat.

Baca Juga: Dia yang Sedang Mekar, Habitat Kadal Purba yang Kerap Terlewat

Pemandangan Kampung Adat Bena—yang menjual hasil tenun di muka rumah warganya. (Bayu D.M. Kusuma/National Geographic Traveler)

Ctar, ctar, ctar!

Sang penari melompat. Saat melayang di udara, dia mengayunkan cambuk rotan ke arah lawannya. Untuk menangkis serangan tadi, penari lawan melindungi tubuh dengan perisai yang terbuat dari anyaman rotan. Adegan itu terjadi beberapa kali. Lalu, keduanya kembali menari.

Permainan cambuk yang menjadi hiburan besar bagi hampir seluruh kaum laki-laki Manggarai ini menjelma sebagai pertunjukan yang mengasyikkan bagi tetamu. Begitulah permainan caci yang dipandang sebagai cara membuktikan keperkasaan dan kegagahan lelaki. Kini, caci lebih banyak menunjukkan sifat sportif orang Manggarai.

Permainan caci adalah permainan yang melambangkan seni—adat kebudayaan yang orisinal dari wilayah barat Flores. Seni ini bukanlah pertandingan. Caci adalah permainan persahabatan dan kekeluargaan. Caci menjadi bagian dari adat—warisan leluhur Manggarai.

Namun, menurut Maribeth Erb—peneliti yang lama bekerja di wilayah Manggarai—caci telah mengalami pergeseran atas filosofi yang dikandungnya pada masa kini. Sejak tahun 1970-an, caci semakin sering dimainkan pada perayaan penting. Permainan ini memainkan peran yang makin penting sebagai lambang seni dan budaya Manggarai. Ia menjadi duta budaya kepada tetamu, dan menjelma sebagai atraksi wisata populer.

Baca Juga: Kotak Keperawanan dan Budaya Kampung Adat Cecer Manggarai Barat

Jalur mendaki saat menuju Cunca Wulang di Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat. Perjalanan menyusuri alam yang memberikan sensasi berbeda. (Bayu D.M. Kusuma/National Geographic Traveler)

Akibat banyak permintaan dari pemandu wisata atau agen perjalanan, sanggar seni dan budaya tumbuh subur di seantero Manggarai. Mereka merespons atas permintaan tadi dengan menggelar permainan caci bagi pejalan—yang terikat agenda perjalanan selama di Flores hingga hanya punya waktu satu jam singgah di kampung.

Warga Manggarai yang mengenal lebih dalam soal caci tentu tidak merasa nyaman terhadap permainan yang disajikan khusus untuk wisatawan. Suguhan budaya itu bukanlah caci yang sesungguhnya—hanya sebagai “potret” dari adat leluhur.