Jadi apakah 7R benar-benar gen pengembara atau yang oleh sebagian orang disebut gen petualang? Menurut Kenneth Kidd, ahli genetika keevolusian dan populasi dari Yale University, pernyataan itu berlebihan.
Kidd tidak sembarangan bicara, karena dia merupakan bagian dari tim yang menemukan varian 7R 20 tahun silam. Selayaknya seorang skeptisis, dia berpendapat bahwa kebanyakan penelitian yang menghubungkan 7R dengan sifat penjelajah berpijak pada metode dan kalkulasi yang rapuh.
Dia juga menekankan bahwa tumpukan kajian yang mendukung pengaitan 7R dengan sifat penjelajah dilawan oleh tumpukan lainnya yang berpendapat sebaliknya. “Anda tidak bisa begitu saja mengecilkan sesuatu sekompleks penjelajahan manusia menjadi satu gen,” ujarnya sambil tertawa. “Genetika tidak bekerja seperti itu.”
Menurut Kidd, sebaiknya dipikirkan bagaimana sekelompok gen dapat meletakkan fondasi bagi tingkah tersebut. Mengenai hal ini, dia dan sebagian besar peneliti 7R sependapat: Apa pun kesimpulan akhir kita tentang peran 7R dalam memunculkan keinginan mengembara, tidak satu pun gen atau set gen dapat memunculkan dorongan mengembara dalam diri kita.
Lebih tepatnya, kelompok-kelompok gen yang berlainan berkontribusi dalam memunculkan berbagai sifat. Sebagian memungkinkan kita mengembara, dan sebagian lainnya, 7R bisa jadi ada di antaranya, menekan kita untuk melakukannya. Secara singkat, akan membantu jika kita tidak hanya memikirkan dorongan untuk menjelajah tetapi juga kemampuan kita, bukan hanya motivasi melainkan juga sarananya.!break!
Sebelum bisa bertindak untuk memenuhi dorongan, kita memerlukan alat atau sifat yang memungkinkan dilakukannya penjelajahan.
Beruntung, saya hanya perlu turun satu lantai dari kantor Kidd untuk menemukan seseorang yang mempelajari tentang alat tersebut: ahli genetika perkembangan dan keevolusian Jim Noonan. Risetnya berfokus pada gen yang membangun dua sistem kunci: tubuh dan otak kita.
“Pendapat saya bias,” katanya ketika saya mendesaknya tentang apa yang menjadikan manusia pengembara. “Tetapi jika Anda ingin tahu, menurut saya kemampuan kita untuk menjelajah berasal dari dua sistem itu.”
Gen yang membentuk badan dan otak manusia, menurut Noonan, kurang lebih sama dengan gen yang membentuk bagian-bagian yang sama pada hominid dan primata. Pada manusia, hasilnya tungkai dan pinggul yang memungkinkan kita berjalan jauh, tangan yang sangat cekatan, dan otak yang jauh lebih cerdas.
Otak kita tumbuh jauh lebih lambat, namun jauh lebih besar daripada otak primata lainnya. Trio organ itulah yang membedakan kita dari primata dan hominid lainnya. Bersama-sama, ujar Noonan, perbedaan-perbedaan ini menghasilkan satu set sifat unik yang sesuai untuk menciptakan penjelajah.
Kita memiliki mobilitas tinggi dan keterampilan luar biasa, “dan, satu otak besar yang mampu berpikir imajinatif.” Dan masing-masing saling memperkuat. “Pikirkanlah sebuah alat,” kata Noonan. “Jika Anda bisa memakainya dengan baik dan memiliki imajinasi, Anda akan memikirkan cara lain untuk menggunakannya.” Sembari mereka-reka cara lain, Anda membayangkan lebih banyak hasil yang bisa diraih dengan bantuan alat itu.
Lingkaran imbal balik ini membantu memberdayakan penjelajah ternama Ernest Shackleton—dan menyelamatkannya saat dia terdampar di Pulau Elephant pada 1916. Setelah kapal mereka menabrak gunung es, Shackleton, 1.300 kilometer dari daratan terdekat bersama 27 pria kelelahan, sedikit makanan, dan tiga sekoci kecil terbuka, memulai sebuah perjalanan laut gila dan ambisius.