Bagaimana Lumba-Lumba Berkomunikasi?

By , Kamis, 16 April 2015 | 17:28 WIB

Mesin itu berupa kotak aluminium dan plastik bening seukuran wadah sepatu yang dinamai CHAT (cetacean hearing and telemetry), yang dipasang Herzing ke tubuhnya saat dia menyelam. Kotak seberat sembilan kilogram itu memiliki papan tik dan speaker kecil di bagian depan sementara dua hidrofon yang terlihat seperti mata mencuat di bawahnya. Di dalamnya, di antara seliweran kabel dan papan sirkuit yang terlindung dari efek korosif air laut, terdapat komputer yang dapat memutar rekaman siulan pengenal lumba-lumba dan siulan mirip lumba-lumba saat tombol ditekan, serta merekam siulan balasan lumba-lumba lainnya.

!break!

Apabila ada lumba-lumba yang mengulangi salah satu siulan lir-sikudomba ini, komputer akan mengubah bunyi itu menjadi kata dalam bahasa manusia lalu memutarnya di peranti dengar Herzing.

Lumba-lumba terkenal mampu belajar dan meniru dengan cepat. Tujuan Herzing adalah membuat beberapa betina muda yang dikenalnya sejak lahir mengasosiasikan tiga siulan yang dipancarkan kotak CHAT dengan objek tertentu: syal, tali, dan sargassum, rumput laut cokelat yang menjadi mainan lumba-lumba di alam bebas. Dia berharap ketiga “kata” itu menjadi dasar bagi khazanah siulan yang terus bertambah dan dikuasai oleh kedua belah pihak—awal bahasa buatan yang mungkin suatu hari nanti dapat digunakannya untuk berkomunikasi dengan lumba-lumba.

“Begitu lumba-lumba memahaminya—seperti Helen Keller yang buta tuli belajar bahasa—kami pikir prosesnya akan bertambah cepat,” kata Herzing. “Karena hewan ini makhluk sosial, pemahaman ini akan menyebar ke lumba-lumba lainnya. Seperti mengajarkan permainan kepada anak-anak.”

Herzing, 58 tahun, selalu ceria dan optimis, jenis orang yang cocok disebut “visioner”—menyiratkan genius sekaligus eksentrik. Ketika berumur 12 tahun, dia mengikuti seleksi beasiswa yang salah satu pertanyaannya: “Jika bisa, apa yang akan Anda berikan kepada dunia?” Jawabannya: “Saya akan membuat mesin penerjemah bahasa hewan sehingga kita dapat memahami pikiran makhluk lain di planet ini.”

!break!

Pada setiap sesi penyelaman untuk berinteraksi dengan lumba-lumba, kadang-kadang sampai berjam-jam, Herzing merekam semua perilaku satwa itu. Kini, rekamannya sudah mencapai ribuan jam. Bajkan, dia juga menyusun database besar berbagai bunyi subjek penelitiannya yang banyak mulut.

Di atas kapal Stenella ada pula ilmuwan terkenal lainnya, Thad Starner, profesor komputasi di Georgia Institute of Technology. Pelopor komputer yang bisa dikenakan manusia ini juga dedengkot teknis di Google, tempat dia menggarap Google Glass, kacamata yang dapat digunakan pemakainya untuk mengakses internet sambil melakukan kegiatan sehari-hari.

Starner, 45 tahun, tampak awet muda, dengan rambut pirang keriting, mata lebar, dan cambang lebat. Dia memakai Google Glass hampir sepanjang waktu dan mencatat dengan papan tik lonjong segenggaman tangan yang terpasang di tangan kirinya. Tim laboratorium Starner membuat kotak CHAT, dan dia mengikuti kapal itu selama sepuluh hari untuk melakukan pengujian teknis dan pengumpulan data.

Jika misteri komunikasi lumba-lumba dapat dipecahkan dengan cara ini, alat analisis data yang digunakan Starner dan mahasiswa bimbingannya untuk mengolah rekaman lumba-lumba Herzing jauh lebih berjasa daripada kotak komunikasi dua arah CHAT.

!break!

Mereka merancang algoritme yang secara sistematis menelaah tumpukan data yang tidak terstruktur untuk menemukan satuan dasar yang tersembunyi di dalamnya. Masukkan video orang menggunakan bahasa isyarat, dan algoritme itu menurunkan gerakan dasar dari berbagai gerakan tangan tersebut. Masukkan rekaman orang membaca nomor telepon, dan algoritme itu menemukan bahwa ada 11 angka mendasar. (Alat ini masih belum cukup cerdas untuk menyadari bahwa “kosong” dan “0” adalah angka yang sama.) Algoritme ini menemukan pola berulang yang mungkin tersamar dan sulit dicari manusia.

Sebagai tes awal, Herzing mengirimi Starner satu set bunyi yang direkamnya di dalam air tanpa memberitahukan bahwa rekaman itu siulan pengenal antara induk dan anaknya. Algoritme itu menemukan lima satuan dasar dari data tersebut, yang menunjukkan bahwa siulan pengenal itu terdiri atas beberapa komponen yang diulang dan konsisten antara induk dan anaknya, dan dapat disusun ulang dengan cara yang menarik.

“Akhirnya kami ingin memiliki kotak CHAT dengan semua satuan dasar bunyi lumba-lumba di dalamnya,” kata Starner. “Kotak itu akan menerjemahkan semua yang ditangkap sistem menjadi serangkaian simbol dan memungkinkan Denise mengirim kembali rangkaian satuan dasar bunyi yang diinginkannya. Dapatkah kami menemukan satuan dasar bunyi tersebut? Dapatkah kami membantu Denise mereproduksi satuan dasar bunyi itu? Dapatkah kami melakukan semua itu dengan cepat? Itulah tujuan akhir kami.”