Bagaimana Lumba-Lumba Berkomunikasi?

By , Kamis, 16 April 2015 | 17:28 WIB

Ketika akhirnya tiba kesempatan untuk menguji kotak CHAT di lapangan, ternyata bukan sembarang lumba-lumba yang muncul di haluan Stenella. Dua lumba-lumba yang mendekati kapal itu justru yang ditunggu-tunggu Herzing sepanjang minggu: Meridian dan Nereide. Bahkan, rekaman siulan pengenal kedua lumba-lumba ini telah diprogram ke dalam kotak CHAT dengan harapan Herzing sempat menyapa keduanya dan berinteraksi dengan satwa tersebut. Benar-benar pucuk dicinta ulam tiba.

Herzing mengenal sebagian besar lumba-lumbanya sejak lahir, dan dia juga mengenal induk, bibi, bahkan neneknya. Kedua betina itu merupakan kandidat terbaik untuk penelitian Herzing. Keduanya belum pernah hamil dan masih terhitung kanak-kanak, penuh rasa ingin tahu serta masih bebas bermain dan mengeksplorasi. Kematangan seksual pada lumba-lumba totol Atlantik betina terjadi sekitar usia sembilan tahun. Jangka hidupnya bisa lebih dari 50 tahun.

Ketika Herzing menyelam ke laut dan memperdengarkan siulan pengenal Meridian untuk pertama kalinya, kedua lumba-lumba berbalik arah dan mendekat, meskipun tanpa tanda-tanda terkejut yang semestinya dirasakan oleh makhluk yang baru mendengar namanya dipanggil oleh spesies lain.

Herzing berenang dengan lengan kanannya terjulur ke muka sambil menunjuk syal merah yang dikeluarkannya dari baju renang. Dia berulang kali menekan tombol untuk “syal” pada kotak CHAT. Siulan itu naik turun, merendah lalu berakhir dengan nada tinggi, lamanya sekitar satu detik. Salah satu lumba-lumba berenang mendekat, merebut syal tersebut, lalu memindahkannya bolak-balik dari moncong ke sirip dada. Akhirnya syal itu tersampir di ekornya saat lumba-lumba itu menyelam ke dasar laut.

!break!

Saya ikut menyelam bersama Herzing, beberapa meter di belakangnya bersama mahasiswa pascasarjana yang merekam interaksi itu dengan kamera bawah air.

Saya mengira salah satu lumba-lumba pasti akan kabur dengan membawa syal, tetapi itu tidak terjadi. Meski diwarnai keraguan, keduanya tampaknya ingin berinteraksi dengan kami. Keduanya bergantian mengoper syal tersebut, mengitari kami, menghilang sambil membawa syal, lalu mengembalikannya kepada Herzing. Dia mengambil syal itu dan menyimpannya kembali ke balik baju renang lalu mengeluarkan rumput laut. Nereide menyambarnya dengan giginya lalu berenang menjauh. Kemudian, Herzing mengejarnya sambil menekan tombol siulan sargassum di kotak CHAT berkali-kali, seakan memohon dikembalikan. Namun, kedua lumba-lumba itu tidak ambil peduli.

“Tidak mustahil jika lumba-lumba menyadari bahwa kita mencoba menggunakan simbol, dia akan mencoba menunjukkan sesuatu kepada kita,” kata Herzing kemudian, sekembalinya kami ke kapal Stenella. “Atau bayangkan jika dia mulai menggunakan siulan kita yang berarti sargassum di kalangan lumba-lumba.”

Untuk saat ini itu masih mimpi di siang bolong. Kotak CHAT tidak menangkap ada lumba-lumba yang menirukan siulan sintetis itu selama pertemuan satu jam tersebut.

“Perlu pembiasaan, pembiasaan, pembiasaan,” kata Herzing. Sebuah tantangan besar bagi manusia di kapal yang hendak berkomunikasi dengan lumba-lumba liar di samudra luas.

“Hewan itu penasaran. Kelihatannya dia mulai paham. Kita tinggal menunggu ada yang terpicu menggunakannya,” katanya. “Saya masih menunggu munculnya suara di peranti dengar yang berkata, ‘Syal!’ Dari matanya sepertinya lumba-lumba tadi berpikir, mencoba menduga maksud kita. Sayang hewan itu tidak memberi umpan balik akustik.”

Umpan balik mungkin ada, hanya saja tidak dalam bentuk yang bisa kita pahami. Nereide menyampirkan sargassum di ekornya sementara dia berenang santai di air, lalu akhirnya membuang sargassum itu dan meniupkan gelembung besar.

Setelah satu jam di dalam air bersama kami, kedua lumba-lumba itu mulai kehilangan minat. Saat Nereide berbalik pergi, dia mengeluarkan satu siulan panjang misterius, menoleh ke arah kami, lalu berenang menjauh hingga hilang ditelan biru air laut.

---

Joshua Foer mengarang Moonwalking With Einstein: The Art and Science of Remembering Everything. Brian Skerry, fotografer kontributor sejak 1998, menjadi fotografer pilihan National Geographic tahun 2014.