Melacak Jejak Gading

By , Senin, 31 Agustus 2015 | 15:11 WIB

“Saya bukan penyayang binatang,” tukasnya. “Saya pemecah masalah.”

Saya tertawa. “Kalau begitu, Anda adalah orang yang saya cari.”

Usai berbulan-bulan mengotak-atik, perangkat pelacak gading buatan Kermeen akhirnya tiba lewat pos. Terdiri atas baterai yang mampu bertahan lebih dari satu tahun, penerima sinyal GPS, penerima pemancar satelit Iridium, dan sensor suhu.

Saat Dante hendak menanamkan pelacak Kermeen ke dalam cetakan gadingnya, anggota tim ketiga, John Flaig, spesialis fotografi jarak-dekat berbasis balon, bersiap untuk memantau pergerakan gading. Dia bisa menyesuaikan berapa kali dalam sehari komunikasi dilakukan dengan satelit itu melalui internet. Kami mengikuti perjalanan gading dengan menggunakan Google Earth.

!break!

“Saya perlu gading untuk membeli amunisi”

Pada 11 September 2014, Michael Onen, seorang sersan pasukan Kony, berjalan keluar dari Taman Nasional Garamba sambil me­nyandang senapan AK-47. Dia duduk di seberang saya di markas pasukan Uni Afrika di Obo, di sudut tenggara CAR, tempat dia ditahan. Onen terlibat dalam operasi perburuan ga­ding LRA di Garamba yang beranggotakan 41 orang tentara, termasuk anak Kony bernama Salim. Operasi ini dirancang langsung oleh Kony, begitu Onen bercerita. Selama musim panas, pasukan Kony berhasil membantai 25 ekor gajah di Garamba dan mereka sedang dalam perjalanan pulang membawa gading tersebut.

Di sekeliling kami, tampak sejumlah tentara Uganda yang membentuk seluruh kontingen Uni Afrika yang berbasis di Obo dan bertekad untuk menemukan serta membunuh Kony. Para prajurit menyambut Onen sebagai salah satu dari kalangan mereka sendiri dan, pada dasarnya, memang begitu. Usianya 22 tahun pada malam di tahun 1998 ketika tentara Kony menyerbu desanya di Gulu, Uganda, dan menyeretnya dari tempat tidurnya. Istrinya, yang diculik setelah dia, tewas dibunuh.

Kata Onen, alih-alih ditugaskan sebagai prajurit, dia dipercaya menjadi pemberi tanda—awak radio yang mengetahui semua komunikasi rahasia Kony.

Selama pembicaraan perdamaian dengan pemerintah Uganda yang menemui jalan buntu, saat Kony bersembunyi di Garamba pada periode 2006-2008, Onen ditugasi membantu ahli negosiasi perdamaian utama dari pihak Kony yang bernama Vincent Otti. Otti menyukai gajah, kata Onen, dan melarang orang membunuh hewan itu. Namun, setelah Otti meninggalkan Garamba untuk berpartisipasi dalam pembicaraan perdamaian, Kony mulai membunuhi gajah untuk mengambil gadingnya.

Otti marah, kata Onen. “Mengapa kamu menimbun gading?” tanya Otti kepada Kony. “Kamu tidak tertarik dengan pembicaraan perdamaian?”

Tidak, saya perlu gading untuk membeli amunisi untuk terus berperang, itulah jawaban Kony, menurut Onen. “Gading berfungsi sebagai rekening tabungan bagi Kony,” kata Marty Regan dari Departemen Luar Negeri AS. “Hanya gading yang dapat membuat LRA tetap kuat,” itulah kata Kony.

Alih-alih menandatangani perjanjian perdamaian, Kony memerintahkan ahli negosiasi perdamaiannya dihukum mati.