Sharbarzheri merasa tidak ada gunanya mengikuti kuliah membosankan jika ISIS masih mungkin merusak segalanya. Atau jika pemerintah Irak—yang korup, tidak efektif, dan goyah—masih mungkin roboh.
“Lebih baik kalau kami semua mati saja,” ungkapnya, “daripada harus hidup dalam keadaan seperti ini lebih lama lagi.”
Ungkapan yang khas Kurdi. Sebagian besar lelaki di kafe itu tentu sepakat, dan mungkin juga banyak perempuan di situ, yang semuanya mengenakan celana jin ketat dan rias wajah tebal. Saat masih muda dan mencicipi kebebasan, bagaimana cara menanggungnya jika hal itu sampai hilang?
Sharbarzheri memutuskan akan kembali ke garis depan secepatnya.
Bangsa Kurdi memiliki budaya dan bahasa tersendiri. Tetapi selain beberapa masa singkat dalam sejarah ketika mereka memiliki pemerintah sendiri, mereka selalu hidup di bawah kendali budaya yang lebih besar—Persia, Arab, Utsmaniyah, Turki. Kini diyakini sekitar 25 juta orang Kurdi tinggal di Suriah, Irak, Turki, dan Iran (meski jumlah populasi sebenarnya tidak diketahui). Mereka sering digambarkan sebagai kelompok etnis terbesar di dunia yang tidak memiliki negara. Hal ini mungkin benar, mengesankan ada persatuan di antara mereka. Padahal, sebenarnya tidak.
Orang Kurdi memiliki dialek berbeda-beda dan mendukung partai politik sangat-lokal yang sering rewel. Kalaupun diberi kesempatan, mereka mungkin tidak akan mencoba membentuk negara Kurdi besar dari wilayah-wilayah beragam di berbagai negara itu.
Kurdi di Irak-lah yang paling dekat dengan perwujudan kemerdekaan. Mereka memiliki parlemen dan presiden, jalur pipa minyak sendiri, dan pasukan militer yang disebut peshmerga. Namun, mereka tetap menjadi bagian negara Irak, meski tidak ideal, karena sudah lama merasa tak ada pilihan yang lebih baik. Pilihan yang merupakan syarat yang dituntut oleh Barat, dan khususnya oleh Amerika pada tahun-tahun sejak jatuhnya Saddam Hussein. Pemerintah Kurdi menyiratkan bahwa mereka dapat memisahkan diri dari Irak, dan ini membuat marah tetangganya yang lebih kuat, yaitu Turki dan Iran, juga bangsa Arab Irak di selatan. Namun, para pemimpin Kurdistan selalu mundur lagi. Hal ini pun membuat frustrasi banyak warganya yang semuanya idealis, yang lebih suka memiliki negara sendiri daripada misalnya, perdamaian atau perekonomian yang layak.
Pemerintah Barat mengandalkan orang Kurdi di Suriah dan Irak untuk melakukan sebagian besar pertempuran melawan ISIS.
Pemerintah Barat mengandalkan orang Kurdi di Suriah dan Irak untuk melakukan sebagian besar pertempuran melawan ISIS. Banyak orang Kurdi berargumen bahwa mereka layak mendapatkan kemerdekaan.
Sudah tak terhitung berapa kali saya masuk ke taksi dan sopir langsung menyatakan kemerdekaan pribadi dan merasa kedekatan dengan Amerika dan Israel—negara yang dicintai banyak orang Kurdi karena kecil dan keras hati, dan dikelilingi oleh musuh.
“Amerika, Israel, Kurdistan!” kata seorang lelaki kepada saya baru-baru ini. “Bersama-sama kita bisa menang!”
“Menang melawan apa?” tanya saya.
“Semuanya!” Senyumnya mengembang. “Dan terutama bangsa Arab.”