Gejolak Irak

By , Senin, 29 Februari 2016 | 12:00 WIB

Dia bercerita pernah turut serta dalam upaya perlawanan Kurdi, terhadap Saddam Hussein. Dia tak melihat perbedaan antara musuh yang itu dan ISIS, yang konon beranggotakan beberapa mantan pejabat Hussein.

“Sama, sama,” katanya. Mobil sedan kami melaju menembus senja biru yang luas.

Kira-kira saat Botan Sharbarzheri berhenti kuliah dan memilih perang, seorang pemuda Irak lain bergabung dengan ISIS. Sami Hussein berusia 21 atau 22 dan tinggal di Kirkuk, kota yang terletak tak sampai dua jam di sebelah selatan universitas Sharbarzheri dan berada di dekat Baba Gurgur, cadangan minyak besar.

Dia pemuda Arab kurus, mudah terpengaruh seperti Sharbarzheri, meski keduanya tentu sebal jika mendengar saya mengatakan hal itu. Keyakinan Hussein pada Islam militan mungkin berawal dari bisikan seorang ulama setempat. Mungkin, selama beberapa waktu dia menolak. Namun, dia putus asa tentang masa depan. Sebagian besar orang Arab Irak tak pernah mencicipi kemajuan seperti itu pada tahun-tahun setelah serbuan Amerika. Di banyak tempat, kehidupan mereka jauh lebih buruk.

Hussein berkata bahwa dia bergabung dengan kaum militan karena meyakini bahwa Islam sedang diserang. Dia terbujuk oleh propaganda di Facebook dan media sosial lain serta oleh khotbah para ulama radikal.

Ketika saya bertemu dengannya musim semi lalu, persis setelah dia ditangkap, persis sebelum dia menghilang, Hussein berkata bahwa dia bergabung dengan kaum militan karena meyakini bahwa Islam sedang diserang. Dia terbujuk oleh propaganda di Facebook dan media sosial lain serta oleh khotbah para ulama radikal. Seperti Sharbarzheri, dia mendambakan petualangan, dengan tujuan yang jelas, dan dia sadar bahwa nantinya dia akan melawan orang Kurdi dan sesama orang Arab.

Tetapi, sementara Sharbarzheri ateis, Hussein memandang bahwa pilihannya merupakan petunjuk dari kehendak Tuhan, setidaknya pada mulanya. Selain itu, orang tidak akan tergoda masuk ISIS jika tidak tergiur oleh pembantaian. Tidak ada ISIS tanpa pembunuhan, kehancuran, perkosaan, dan penyiksaan. Jadi, sementara pemuda yang satu berangkat untuk membela, yang satu lagi datang untuk menghancurkan.

Saat berangkat bertempur, rupanya Sami Hussein juga tidak memberi tahu ibunya. Dia ditangkap beberapa bulan kemudian, saat menyelinap pulang untuk menemui sang ibu.

kirkuk, yang memiliki lingkungan orang Kurdi, Arab, Turkmen—dan orang Sunni, Syiah, dan Kristen—merupakan miniatur Irak. Berabad-abad keberagaman, kasih, keindahan, dan ganjalan lama berpadu di sana di dataran panas, tempat ladang gandum bertemu ladang minyak. Pada Juni 2014 pasukan Irak meninggalkan kota, sebelum ISIS menyerang.

Bagi orang Kurdi, rasanya seperti takdir: Mereka sudah lama meyakini bahwa Kirkuk adalah hak milik mereka. Pada Juni itu, satu-satunya hal yang perlu dilakukan bangsa Kurdi untuk memulihkan hak leluhur mereka adalah menghalangi masuknya ISIS, dan tentara mereka yang bersemangat pun membanjir masuk ke Kirkuk untuk mengisi kekosongan.

Tidak akan mudah. Pasukan keamanan Kurdi sendiri mula-mula kekurangan orang, kekurangan senjata, dan lambat beradaptasi dengan musuh yang cepat. Tentara ISIS menyapu ke timur dan utara, menduduki Mosul, dan membunuh lebih dari seribu orang sipil. Tak lama kemudian mereka menggerogoti wilayah Kurdi dan maju hingga pinggir kota Kirkuk.

Kaum kaya Kurdi bersiap-siap angkat kaki. Kaum miskin Kurdi membayangkan kengerian yang segera datang. Tetapi tentara dan relawan, yang pemberani dan tidak teratur, bergegas menyongsong gelombang militan itu. Mereka melancarkan pertahanan yang tersebar di sepanjang garis depan, yang melengkung ratusan kilometer di perbatasan Kurdistan. Pasukan peshmerga kadang-kadang datang ke medan perang naik taksi, bersepatu tenis, membawa senapan tua yang tidak jitu. Di antara mereka yang bergegas maju, ada Botan Sharbarzheri.

Ketika dia sampai di Kirkuk, di ujung tombak unit relawan usia kuliah yang dibentuknya, negara-negara Barat sudah mendukung pasukan Kurdi dengan pesawat perang. Dengan perlindungan itu, orang Kurdi berhasil menahan tentara ISIS, lalu di beberapa tempat, mulai mendorong mereka mundur. Kirkuk selamat untuk sementara ini, dan orang Kurdi menjadi salah satu pasukan yang mampu melawan ISIS.