Menyangga Kawasan Konservasi

By , Rabu, 20 April 2016 | 17:11 WIB

Intervensi awal pemberdayaan masyarakat berupa pelatihan untuk tokoh masyarakat yang disebut kursus kepemimpinan desa. Peserta kursus mencakup pemimpin formal dan informal. Ada kepala desa, ada Badan Perwakilan Desa, karang taruna, ibu-ibu PKK dan tokoh masyarakat.

Tujuan kursus untuk meningkatkan kepedulian dan membangun komitmen terhadap konservasi keanakeragaman hayati di desa setempat. Selain itu, juga untuk menumbuhkan forum musyawarah Model Desa Konservasi.

“Minimal, peserta suspim bisa memimpin dirinya sendiri, bisa mengambil kesimpulan, dan keputusan. Misalnya saja, sekarang tradisi gotong royong mulai pudar. Dari situ, kursus kepemimpinan melatih bagaimana idealnya menjadi pemimpin, agar yang bekerja bukan hanya ‘jari telunjuknya’ saja,” jelas Iis.

Forum kursus kepemimpinan ini sebagai langkah awal untuk menjangkau partisipasi masyarakat desa. Dari para peserta kursus, lantas dilahirkan kelompok Model Desa Konservasi. Fasilitator hanya mendampingi dan memfasilitasi pembentukan kelompok. Harapannya, kelompok terbentuk sebagai wujud musyawarah dan mufakat forum kursus kepemimpinan.  

Kelompok Model Desa Konservasi ini diharapkan berisi orang-orang yang bisa mempengaruhi warga lain. Bersama kepala desa, forum lantas memilih orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan untuk upaya mengarus-utamakan konservasi di lanskap produksi. Hasil akhirnya: menentukan anggota kelompok yang terdiri 30 orang sebagai perwakilan dari berbagai pihak yang ada di desa.

Iis menambahkan bahwa dari 30 anggota kelompok itu, setidaknya bisa menjadi ‘virus’ positif bagi warga yang lain. “Setidaknya yang 30 orang ini bisa mengkampanyekan agar perambah tidak lagi masuk ke hutan.”

Kelompok itu sekaligus menjadi sasaran bagi penguatan kapasitas masyarakat Model Desa Konservasi. Untuk mengurangi ketergantungan warga terhadap kawasan konservasi dilakukan pelatihan kewirausahaan, pertanian organik, pembuatan kompos dan persemaian.

Hakikat pelatihan wirausaha untuk memberikan kesadaran bagi anggota kelompok agar mampu berwirausaha secara tangguh. Kewirausahaan juga untuk melecut para anggota Model Desa Konservasi bisa memilih dan memiliki usaha alternatif.!break!

“Bantuan kewirusahaan kelompok itu untuk usaha alternatif, agar masyarakat tidak lagi masuk ke hutan,” Iis memaparkan. “Kita berharap ada satu atau lebih anggota kelompok yang bisa mengajak insaf para warga yang masih suka masuk Burangrang.”

Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan konservasi, Komponen 4 mengajak kelompok MDK melirik usaha alternatif. Dari seluruh kegiatan kelompok, semuanya diniatkan untuk meningkatkan kapasitas kelompok Model Desa Konservasi.

Para anggota kelompok di desa-desa dengan lembaga Model Desa Konservasimenjalani berbagai forum musyawarah dan curah pendapat. “Diskusi kelompok atau FGD untuk menguatkan kelompok tentang apa yang akan dilakukan MDK dan menggali potensi desa,” terang Iis.

Selama ini, lanjut Iis, masyarakat berpandangan bahwa modal selalu berbentuk uang. “Padahal banyak potensi desa dan sumber daya manusia yang masih terpendam.” Program Model Desa Konservasi telah menggugah kesadaran kelompok dalam memahami modal sosial dan lingkungan yang ada di desanya.