Areal pembibitan kelompok terbentang di lembah yang dikelilingi perbukitan. Hari itu, sejumlah pemuda mengangkuti bibit cengkeh dengan pikulan. Dua pembeli memilih bibit cengkeh, yang lalu dibawa ke tepian jalan.
Di saung pembibitan, anggota kelompok sedang menyantap nasi liwet. Nasi putih, lauk-pauk dan sayuran tersaji di lembar-lembar daun pisang.
“Kita memang menyemaikan bibit, lalu dijual. Sekarang ini sedang memindahkan bibit cengkeh daribekong atau polibag kecil ke yang besar. Sekarang juga ada yang beli cengkeh untuk ditanam di Ciwidey, sekitar 500 bibit,” urai Mamat tentang terus bergulirnya usaha pembibitan.
Selain pembibitan, MDK Pasanggrahan juga mengembangkan usaha gula aren. “Alhamdulillah usaha gula aren juga berkembang.Pada awalnya, beranggotakan 15 orang, sekarang menjadi 21 orang.”
Kelompok memenuhi kebutuhan peranti pembuatan gula aren.“Terus terang saja, ada bantuan dan penjelasan tentang manfaat hutan dalam MDK. Otomatis perajin gula aren, yang dulu mencari bahan bakar di hutan, menjadi mengerti,” jelas Mamat.
Awalnya, kayu bakar diambil dari hutan. “Sekarang dari kebun-kebun masyarakat. Pada tahun 2013, kita merehabilitasi lahan produksi dengan 5.000 bibit sengon. Kita sebagai anggota MDK berpartisipasi menyumbang 4.000 bibit. Jadinya 9.000 bibit sengon yang ditanam.”
Baik di Pasanggrahan maupun Cihanjawar memang dilakukan rehabilitasi di lahan-lahan produksi. Berdasarkan hasil studi, wilayah di luar kawasan konservasi memang terdapat lahan kritis. Hal itu tejadi karena pola pengelolaan lahan yang tidak bijaksana, sehingga menimbulkan kerusakan dan bencana bagi ekosistem dan manusia.
Dengan begitu, dibutuhkan upaya penanggulangan untuk mengurangi lahan kritis dengan rehabilitasi. Agar rehabilitasi berhasil dan mengungkit ekonomi setempat, Komponen 4 melibatkan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.
Penanaman dilakukan di lahan kritis dekat kawasan, ujar Maman, “dan bibit juga diberikan kepada perajin aren dan orang yang punya kebun di dekatCagar Alam Gunung Burangrang.”
Selain tanaman keras, rehabilitasi juga menanam 9.000 pohon yang bermanfaat ganda, seperti manggis dan cengkeh. “Jumlah bibit yang diterima perajin aren tergantung luas tanahnya. Ada yang 100, dan sampai 400 bibit,” ungkap Mamat.
Kini, dalam wawasan Mamat, sekitar80 persen pembuat gula aren tidak lagi mengambil kayu bakar dari hutan Burangrang. “Alhamdulillah lumayan sukses.Sekarang juga telah berkembang simpan pinjam. Ya, kalau cuma perlu biaya Rp2,5 juta saja, kelompok sudah bisa memenuhinya. Perajin lalu mencicil pinjaman dari hasil gula aren.”
Usaha Alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap keanekaragaman hayati dilakukan di tujuh kawasan konservasi. Bentuknya macam-macam. Selain produksi gula aren, ternak ayam, ada juga ternak kelinci, budidaya bunga hebras. Intinya, wujud usaha alternatif tersebut sebagai hasil curah pendapat setiap kelompok Model Desa Konservasi.