Menyangga Kawasan Konservasi

By , Rabu, 20 April 2016 | 17:11 WIB

Mari kunjungi Model Desa Konservasi di Sindulang, yang terletak tidak jauh dari Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Di desa ini, kelompok menjalankan budidaya bunga anggrek. Setakat ini, budidaya anggrek berjalan baik, lantaran Sindulang memang dikenal sebagai penghasil anggrek. Tak mengherankan, Sindulang telah memiliki bekal ketrampilan dan pasar. Anggota kelompok juga memilih usaha kursus menjahit. Kursus ini terus berkembang, yang lulusannya mampu mengembangkan usaha mandiri.

Demikian pula aktivitas kelompok Model Desa Konservasi di Desa Sugihmukti. Kelompok di salah satu desa di sekitar Cagar Alam Gunung Tilu ini mengembangkan pengelolaan sampah komunal, pembibitan dan ternak kelinci. Pengelolaan sampah komunal itu terus bergulir, dengan mendaur ulang barang bekas menjadi kerajinan tangan dan produk baru.

Sementara itu, sampah organik yang berasal dari kotoran sapi dan sampah domestik dimanfaatkan sebagai kompos. Sampah domestik itu dikumpulkan dari rumah-rumah dengan kendaraan roda tiga, bantuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung. Hanya saja, tak semua usaha di Sugihmukti berjalan sesuai harapan. Usaha beras online misalnya, menghadapi tantangan banyaknya pembeli yang menunggak pembayaran.

            Rintisan usaha alternatif juga menyentuh desa-desa lain yang ada lembaga Model Desa Konservasi. Hakikat beragam usaha ekonomi itu untuk mengajak kelompok membuka peluang pekerjaan tanpa dampak negatif terhadap kawasan konservasi yang tercakup dalam CWMBC. Perlahan tapi pasti, keberhasilan kelompok-kelompok MDK diharapkan menggugah minat warga yang lain untuk tidak merambah dan membuka kawasan konservasi.!break!

Seluruh ikhtiar tersebut untuk memberikan model atau contohdalam pembangunan wilayah di sekitar kawasan konservasi yang menopanghulu DAS Citarum. Lantaran berada dalam wilayah administratif, masa depan pembangunan lanskap produksi mau tak mau mesti menggandeng pemerintah daerah.

Apapun gagasan pemerintah daerah, dalam membangun wilayah sekitar kawasan konservasi mesti berwawasan lingkungan. Ada tiga aspek penting dalam membangunwilayah desa di sekitar kawasan konservasi.

Pertama, aspek lingkungan. Masyarakat sekitar kawasan diharapkan mampu menyangga hutan konservasi dari berbagai gangguan;merawat habitat hidupan liar; sertadapat menambah daerahresapan air.Kedua:aspek sosial, yang menyangkut peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat, sehingga bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasankonservasi. Ketiga, aspek ekonomi: meningkatkan pendapatan masyarakatdan mengalirnya investasi ke perdesaan.

Tentunya gerak maju desa konservasimesti didukung oleh semua pemangkukepentingan terkait, baik pengelola kawasan maupun pemerintah daerah. Di masa datang, pemerintah daerah akan berperan penting dalam membangun desa-desa konservasi ini.

Menyadari hal itu, program Komponen 4 CWMBC menggelar lokakarya desa untuk menghasilkan masterplan atau rencana induk desa. Rencana induk ini awalnya disusun oleh anggota MDK, lantas dilakukan konsultasi publik. Lokakarya di tiap-tiap desa dihadiri tokoh masyarakat, penyuluh kehutanan, pertanian, peternakan di tingkat kecamatan.

Lokakarya desa ini untukmengintegrasikan rencana indukModel Desa Konservasi kedalam dokumen Rencana Jangka Menengah Desa. Pada kesempatan ini, kepala desa, camat dan BBKSDA menandatangani dokumen rencana induk. Penandatanganan secara simbolis ini menunjukkan dokumen itu telah menjadi milik desa, dan akan menjadi rujukan bagi kegiatan masyarakat, dengan anggota MDK sebagai motor penggeraknya.

Berbekal rencana induk desa, Komponen 4 CWMBC berupaya menautkan program Model Desa Konservasi dengan pemerintah kabupaten. Sejak awal mula, pada 2013, program CWMBC telah menggelar lokakarya MDK di tingkat Provinsi Jawa Barat.

Mengusung tema “Integrasi Pengelolaan Hulu DAS Citarum melalui Program Model Desa Konservasi”, lokakarya untuk memaparkan masterplan setiap desa, yang lantas dipadukan dengan program pembangunan kabupaten maupun provinsi. Dengan paparan dan integrasi program itu, pemerintah daerah, utamanyaBadan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, diharapkanmemberikan dukungan penuh terhadap MDK.

Forum lokakarya juga merupakan tahapan dari desain pengembangan MDK yang mengacu rancangan Balai Besar KSDA Jawa Barat. Rancangan tersebut telah disetujui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Desain ini merupakan lokus pemberdayaan masyarakat yang bersinergi dengan pihak-pihak lain untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan penanganan gangguan kawasan konservasi melalui pendekatan sosial.

Kendati masih memerlukan aksi nyata, dinas-dinas terkait di tingkat kabupaten telah mendukung masterplan desa konservasi. Dalam kegiatan ini, kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa juga mengesahkan masterplan desa.

Dengan demikian, bermula dari tingkat desa dengan kegiatan MDK, pengarusutamaan konservasi akan berlanjutke tingkat kabupaten danprovinsi. Selain kesadaran dan perubahan perilaku yang lebih sadar konservasi, upaya Komponen 4 juga diukur dari adanya rencana-rencana formal di tingkat desa hingga provinsi untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi dan melindungi lanskap produksi yang penting bagi kenakeragaman hayati dan fungsi DAS. Rencana-rencana itu mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa, kabupaten, dan provinsi.

Berbekal kegiatan dan hasil MDK, mulai akhir 2014 dilakukan berbagai forum pertemuan untuk mengintegrasikan konservasi ke dalam RPJM desa, kabupaten dan provinsi. Upaya untuk merintis hal tersebut dilakukan secara intensif dengan Badan Pemberdayaan masyarakat dan pemerintah Desa (BPMPD) di kabupaten dan provinsi.

Selama pendampingan Model Desa Konservasi, dari2013 sampai 2015, salah satu tantangannyaadalah akses pasar bagi produk-produk usaha alternatif. Untuk itu,Komponen 4 mengembangkan jaringan dan forum kemitraan usaha dengan para pihak bagi kelompok MDK.

Dalam rangka itu, pada 2015, Komponen 4 melakukan pendampingan bagi pengembangan forum kemitraan untuk kelompok MDK Cihanjawar dan Pasanggrahan. Upaya ini sebagai bagian dari strategi pengakhiran atau exit strategy program, lantaran tahun 2015 merupakan batas akhir proyek CWMBC. Dengan melebarkan sayap jaringan, diharapkan kelompok MDK mampu mandiri dan bermitra dengan para pihak.

Sebagai acuan bergerak, kelompok MDK dibekali panduan pengembangan jaringan usaha. Pengembangan kemitraan ini terdiri dari tahap persiapan, inisiasi,pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

Dalam tahap persiapan, kelompok memetakan potensi mitra dan menyusun rencana pengembangan kemitraan. Sebagai tahap awal, calon mitra diprioritaskan pada dinas-dinas di Kabupaten Purwakarta, yang diharapkan dapat membantu mencapai tujuan program Model Desa Konservasi.

Berdasarkan hasil pemetaan mitra, terdapat sejumlah instansi kabupaten menjadi prioritas, seperti Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas Kehutanan, dan Dinas Koperasi.

Kedua kelompok MDK telah beraudiensi ke dinas-dinas itu,bersama fasilitator desa dan tenaga ahli Komponen 4. Selain itu, kelompok juga berencana beraudiensi ke bupati Purwakarta.

“Kita sudah panen ayam tiga kali dan ingin berkembang. Sekarang ini rukun tetangga yang lain juga ingin membuat kandang baru. Akhirnya, kita berkunjung ke dinas-dinas terkait di Kabupaten Purwakarta. Kita ingin menunjukkan ada usaha yang telah dirintis oleh BBKSDA, dan sekarang saatnya pemerintah daerah untuk mengambil bagian,” jelas Iis. “Alhamdulillah, dinas mengusulkan untuk membuat surat dari desa untuk dinas-dinas agar tersambung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah.”

Iis memaparkan, setelah program selesai, bantuan usaha alternatif MDK akan didukung oleh pemerintah daerah setempat. “Kita sudah membawa kelompok MDK ke dinas-dinas untuk menginformasikan berbagai usaha dan pemberdayaan masyarakat. Kelompok sudah ke Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian. Jadi tidak mubazir ada MDK di sini. Pemerintah daerah juga berterima kasih.”

Sejak awal program CWMBC, untuk pengembangan MDK, Balai Besar KSDA Jawa Barat menjalin kesepahaman (MoU) dengan empat pemerintahan kabupaten: Sumedang, Bandung Barat, Subang, dan Purwakarta. Inti kesepahaman: pengembangan model desa konservasi akan dikawal selama 5 tahun. Selama kurun itu, diharapkan desa telah mampu mandiri.Untuk tiga tahun pertama, Balai Besar akan mengawal MDK dengan dukunag dana CWMBC, dan dua tahun sisanya bakal dilanjutkan oleh pemerintah daerahdengan anggaran APBD.