Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights of Indonesia Berakhir, Ini Secuplik Kisah Menarik dari Para Fotografer Pemburu Cahaya

By Nana Triana, Rabu, 20 April 2022 | 13:59 WIB
Potret bebatuan besar dengan latar sunset di Pantai Balik Gunung, Pulau Weh. (Dok. Azwar Ipank/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Pada 11 Februari-11 Maret 2022, realme Indonesia bekerja sama dengan National Geographic Indonesia menggelar program perburuan foto bertema low-light di destinasi unik dalam negeri, yakni Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights of Indonesia.  

Meski telah berakhir, gelaran Nawa Cahaya: Capture The Unique Light of Indonesia meninggalkan cuplikan kisah menarik dari para fotografer yang terlibat dalam perburuan foto. Mereka adalah fotografer senior asal Yogyakarta Dwi Oblo, fotografer senior asal Samarinda Demmy, Trip and Photo Guilding asal Jawa Timur Rendra Kurnia, dan fotografer lepas asal Aceh Ipang.

Kemudian, ada instruktur fotografi asal Kalimantan Barat Josua Marunduh, fotografer senior asal Nusa Tenggara Timur Jeffry, serta Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Kasim.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikenal dengan pesona alamnya yang indah. Pemandangan alam yang ditawarkan pun cukup beragam, mulai dari pantai, danau, hingga pegunungan.

Selain itu, setiap destinasi wisata juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang masih lestari hingga saat ini. Hal itulah yang membuat destinasi wisata Indonesia memiliki pesona dan daya tarik tersendiri. Mencari spot foto yang indah, tentunya tidaklah sulit. 

Namun, menangkap keindahan alam Indonesia dalam kondisi minim cahaya tidaklah semudah yang dibayangkan para fotografer. Mereka perlu menelusuri medan yang tak mudah untuk merekam keindahan yang unik. Ditambah lagi, berburu foto low-light memerlukan teknik tersendiri dan butuh berkejaran dengan waktu. Sedikit saja arah matahari berubah, foto yang dihasilkan akan berbeda. 

Satu hal lagi yang paling menantang, para fotografer tidak diperbolehkan membawa kamera profesional yang biasa menemani mereka menangkap setiap momen. Mereka menantang kepiawaian mengambil foto dengan hanya berbekal smartphone realme 9 Pro+. Beruntung, smartphone tersebut memang telah dilengkapi dengan fitur-fitur fotografi mumpuni.  

Lalu, bagaimana kisah menarik dari fotografer di setiap destinasi? Simak ceritanya di bawah ini!

Pulau Weh, Aceh

Azwar Ipank merupakan fotografer yang ditugasi menangkap momen low-light di Pulau Weh yang lokasinya di ujung barat nusantara, Aceh.

Pulau Weh dapat dikatakan memiliki letak geografis yang istimewa. 

Desa Iboih, Kota Sabang, yang merupakan jantung dari pulau ini, ditetapkan sebagai titik nol wilayah Indonesia. Hal itu ditandai dengan keberadaan Tugu Kilometer Nol Indonesia di desa tersebut. 

Perairan Pulau Weh juga menjadi tempat bertemunya Samudera Hindia dan Selat Malaka. Tidak heran apabila pulau ini memiliki biota laut yang unik dan beragam, termasuk spesies ikan dan terumbu karang.

Pelancong yang datang ke Pulau Weh pun biasanya “mengincar” kegiatan snorkeling dan diving untuk menikmati keindahan taman bawah laut.

Namun, tidak sedikit juga pelancong yang datang ke Pulau Weh untuk mengabadikan spot-spot cantik dengan latar alam yang eksotis.

Azwar menjelajahi Pulau Weh untuk berburu pemandangan matahari tenggelam (sunset). Azwar mengungkapkan proses pengambilan sunset berlangsung lebih lama dari biasanya, sebab ia harus menunggu hingga jam tujuh malam.

“Tidak seperti kebanyakan wilayah lain di Indonesia, sunset di Sabang baru bisa dinikmati sekitar jam 7 malam,” ungkap Azwar.

Selama menunggu, Azwar sempat merasa khawatir akan adanya awan hitam yang muncul di dekat lautan. Ia khawatir awan tersebut adalah pertanda datangnya hujan dan akan menghalangi lanskap sunset yang ia nantikan.

“Jujur sempat ciut nyali saya karena tiba-tiba muncul awan hitam. Saya takut hasil fotonya tidak sesuai dengan apa yang saya konsepkan di kepala, yakni penampakan sunset dengan batu besar yang menyerupai kapal,” kata Azwar.

Beruntung, lewat bantuan fitur dan kamera realme 9 Pro+, cahaya sunset bisa ditangkap oleh Azwar. Kala itu, ia menggunakan mode Pro dengan exposure value minus 2 sehingga cahaya sunset tidak terlalu terang ketika ditangkap kamera.

“Cahaya sunset bisa ditangkap dengan baik oleh realme 9 Pro+. Sempat takjub karena hasilnya memuaskan layaknya menggunakan kamera DSLR,” ungkapnya.

Kawah Putih Ciwidey, Jawa Barat

Destinasi berikutnya adalah Kawah Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. Menurut catatan sejarah, Kawah Putih merupakan danau yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha pada abad ke-10 dan ke-12 Masehi.

Meski bukan termasuk destinasi wisata baru, daya tarik Kawah Putih Ciwidey tidak pernah luntur. Pemandangan kawah berwarna putih kehijauan dengan kabut yang mengepul di atasnya, serta pepohonan rindang di sekeliling kawah, menjadikan tempat ini seperti surga tersembunyi.

Tak heran banyak pelancong yang ingin mengabadikan keindahan Kawah Putih Ciwidey, termasuk Editor in Chief National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim.

Sebenarnya, keindahan Kawah Putih Ciwidey dapat dinikmati kapan saja. Namun, Didi menuturkan, apabila ingin mengabadikan pemandangan kawah yang lebih memukau, pagi hari sebelum sunrise dapat menjadi momen yang tepat.

“Sebenarnya bisa saja kita memotret siang hari, tapi kan jadi datar saja. Tidak ada permainan cahaya dan warna-warna natural yang bisa ditangkap (kamera). Nah, kalau pagi hari, kita bisa memadukan pemandangan kabut di antara bukit dan kawah. Itu menarik banget,” kata Didi.

Sementara itu, untuk mengoptimalkan pengambilan gambar, Didi mengaku tidak banyak melakukan penyesuaian pada smartphone realme 9 Pro+ yang ia gunakan untuk memotret.

Adapun fitur yang digunakan adalah Night Mode dengan posisi kamera landscape. Didi juga mengatur titik fokus agar obyek yang ditangkap lebih tajam. Selain itu, ia menggunakan tripod agar pengambilan gambar lebih stabil.

"Saya pikir enggak butuh banyak waktu untuk adjust dengan fitur-fitur kamera yang ada di realme 9 Pro+ ini. Karena, selain penggunaannya sangat mudah, bisa menambah edit value pada hasil fotografi," kata Didi.

Menurut dia, kamera dari realme 9 Pro+ cukup mumpuni untuk smartphone photography, termasuk untuk memotret dalam kondisi cahaya temaram (low-light). Dibekali sensor kamera flagship Sony IMX766, smartphone ini mampu menghasilkan gambar yang tajam dan detail.

Gua Jomblang, Yogyakarta

Obyek wisata alam yang tak kalah fenomenal adalah Gua Jomblang yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Di sinilah fotografer National Geographic Indonesia, Dwi Oblo, mengabadikan pemandangan ray of light yang akrab disebut "cahaya surga".

Waktu terbaik untuk menangkap keindahan "cahaya surga" dapat dilihat sekitar pukul 10 pagi hingga 12 siang.

Dwi memanfaatkan beberapa fitur yang tersedia pada smartphone realme 9 Pro+ agar cahaya yang ditangkap kamera terlihat lebih apik dan dramatis.

“Saya pakai night mode dan high dynamic range (HDR). Selain itu, saya juga pakai tripod agar lebih stabil. Hasil fotonya cukup bagus dan terlihat sharp,” kata Dwi.

Dwi juga beberapa kali berupaya mengambil foto dan video tanpa menggunakan tripod. Menurutnya, foto dan video yang dihasilkan tampak stabil dan tetap jernih meskipun dilakukan pembesaran.

"Sesuai banget dengan ekspektasi. Saya mencoba fitur video, hasilnya pun tetap oke dan stabil," tambahnya.

Untuk diketahui, realme 9 Pro+ dilengkapi dengan Optical Image Stabilization (OIS). Fitur inilah yang membuat proses pengambilan foto dan video lebih stabil, meski tidak menggunakan tripod.

Kayangan Api, Jawa Timur

Kayangan Api (DOK. Berto Wedhatama/National Geographic Indonesia)

Berbicara tentang wisata alam, terdapat satu destinasi di Bojonegoro yang memiliki daya tarik tak biasa. Destinasi tersebut adalah Kayangan Api, yang terletak pada kawasan hutan lindung di Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem.

Berbeda dengan destinasi wisata alam pada umumnya, Kayangan Api tidak menyuguhkan pesona hamparan panorama. Melainkan keindahan fenomena geologi berupa api yang tidak pernah padam, atau kerap disebut api abadi.

Bagi para pelancong, tak lengkap rasanya menyaksikan fenomena geologi yang langka itu tanpa mendokumentasikannya dengan tangkapan lensa kamera. Terlebih pada malam hari, nyala api abadi di tengah hutan rimbun menghasilkan pendar cahaya yang indah sekaligus unik.

Gagasan itulah yang menyelinap di benak R Berto Wedhatama saat melancong ke Kayangan Api. Fotografer profesional ini coba mengabadikan Kayangan Api menggunakan kamera smartphone realme 9 Pro+ dengan konsep fotografi minim cahaya atau low-light photography.

Berto menjajal berbagai fitur kamera pada realme 9 Pro+ agar sesuai dengan kondisi tersebut. Akhirnya, dia menggunakan fitur mode malam (night mode) dan street mode yang dianggap bisa mengakomodir konsep low-light photography dan obyek bergerak.

“Cukup terbantu dengan adanya dua fitur ini. Kamera realme 9 Pro+ bisa menyesuaikan hasil dengan baik,” cerita Berto.

Berto pun mengaku cukup kagum dengan performa kamera utama smartphone tersebut. Sebagai fotografer yang terbiasa menggunakan kamera profesional, realme 9 Pro+ dinilai mampu menghasilkan foto yang tajam dan minim noise meski gambar diperbesar.

“realme ini pakai fitur kamera yang biasanya saja sudah lumayan wide. Jadi tampilan obyek ketika pakai mode ultra-wide menjadi lebih luas. Begitu juga ketika di-zoom, tampilan di layar dan hasilnya tetap jernih,” paparnya.

Kawah Ijen, Jawa Timur

Uniknya api biru atau blue fire di Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi salah satu tujuan dalam eksplorasi Nawa Cahaya. Fotografer National Geographic Indonesia, Rendra Kurnia, berkesempatan mengabadikan cahaya unik ini.

Meskipun sempat mengalami kesulitan, Rendra tidak kehabisan akal. Rendra mengeksplorasi seluruh spot foto di Kawah Ijen untuk mendapat hasil jepretan yang memenuhi ekspektasinya.

Tidak hanya itu, ia juga ingin menghasilkan low-light smartphone photography menggunakan menggunakan kamera dari realme 9 Pro+. Untuk memaksimalkan tampilan gambar yang diambil dalam kondisi cahaya temaram, Rendra mengulik berbagai fitur pada kamera smartphone tersebut. 

Mulai dari mode manual, mode malam, hingga mode profesional. Tujuannya agar cahaya yang ditangkap terlihat lebih dramatis.

“Kalau untuk kondisi low-light, sebaiknya dioptimalkan menggunakan fitur mode Pro untuk memudahkan dalam menangkap momen,” ungkap dia.

Kemudian, Rendra menyetel kameranya pada ISO 100 dengan speed dan exposure rate yang rendah. Hasilnya pun cukup memuaskan, meski dalam kondisi gelap gulita dan berselimut asap tebal dari belerang.

"Jika dibandingkan dengan kamera profesional, kapasitas fitur pada realme 9 Pro+ nyaris bisa mensubstitusi untuk memotret dalam kondisi low-light," tuturnya.

Air Terjun Toroan, Jawa Timur

Panorama matahari terbenam di Air Terjun Toroan. (Dok. Rendra Kurnia/National Geographic Indonesia)

Wisata alam yang tak kalah unik untuk berburu cahaya unik adalah Air Terjun Toroan di Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Fotografer profesional Rendra Kurnia memotret air terjun yang langsung bermuara ke laut tersebut dengan menggunakan smartphone realme 9 Pro+.

Air terjun dengan ketinggian 20 meter tersebut memiliki keunikan karena terletak di pesisir Pantai Nepa yang menghadap lautan lepas. Warna kuning keemasan menjadi ciri khas pada dinding-dinding tebing.

Ketika air pasang, pemandangan air terjun dan laut menyatu indah tanpa dibatasi oleh daratan. Apalagi, ketika matahari mulai beristirahat ke peraduannya, pengunjung akan dimanjakan oleh indahnya cahaya sunset yang menyinari air terjun dan permukaan laut.

Danau Semayang, Kalimantan Timur

Pada perjalanan Nawa Cahaya: Capture the Unique Lights in Indonesia di Kalimantan Timur, fotografer senior sekaligus kontributor National Geographic Indonesia, Budiono, dipercaya untuk memotret panorama cahaya di tepi Danau Semayang dengan menggunakan smartphone realme 9 Pro+.

Sebagai informasi, Danau Semayang merupakan sebuah danau yang berlokasi di daerah aliran Sungai Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Di aliran sungai inilah biasanya satwa langka pesut mahakam berenang untuk berpindah dari Danau Semayang ke Sungai Mahakam.

Selama tiga hari mengeksplorasi Danau Semayang, Budiono mengaku bahwa cuaca pada tengah malam saat pengambilan gambar kurang optimal untuk menghasilkan foto low-light dari berbagai angle.

Meski demikian, ia tetap merasa puas karena kamera smartphone realme 9 Pro+ yang ia bawa berhasil mengabadikan momen petir terbaik kendati berada di area gelap gulita.

“Perjuangan minum banyak kopi dan pakai lotion nyamuk sepadan dengan hasil yang didapat. Pada saat itu, saya menggunakan opsi ISO terendah 100, dan di speed 1 yang paling tinggi 32 detik. Ditambah dengan menggunakan fitur Optical Image Stabilizer (OIS) karena anginnya kencang,” ujarnya.

Terkait dengan kemampuan pengambilan foto low-light, Budiono menyatakan fitur ISO, shutter speed, dan diafragma atau aperture realme 9 Pro+ sudah cukup mumpuni. Untuk mengambil foto di area danau, Budiono menggunakan mode Manual dan Pro.

“Secara garis besar, realme ini sudah cukup mumpuni. Untuk penggunaan jangka panjang, baterai ponsel ini juga mampu bertahan lama alias cuma turun sedikit. Padahal foto yang diambil beribu-ribu,” ungkapnya.

Gua Berlian, Maros, Sulawesi Tengah

Gua Berlian, Sulawesi Tengah (Dok. Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Gua Berlian atau Leang Berlian adalah sebuah gua di Kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Kawasan ini menawarkan panorama gugusan pegunungan kapur atau karst terluas ketiga di dunia, setelah China Selatan dan Vietnam.

Untuk diketahui, dalam gua tersebut terdapat obyek khas, yaitu Rammang-Rammang yang terbentuk akibat proses pelarutan di kawasan batuan karbonat. Proses ini menghasilkan bentuk permukaan bumi yang unik dengan ciri exokarst (di atas permukaan) dan endokarst (di bawah permukaan). Keindahan tersebutlah yang membuat fotografer profesional yang juga kontributor foto National Geographic Indonesia, Joshua Marunduh, memutuskan menjelajah Gua Berlian untuk menciptakan karya fotografi dalam perjalanan Nawa Cahaya: Capture the Unique Lights in Indonesia.

Menurutnya, Gua Berlian juga cocok menjadi obyek fotografi berkonsep low-light karena setiap waktu kondisi pencahayaan di dalamnya berubah-ubah.

“Saya merekomendasikan Gua Berlian sebagai salah satu destinasi untuk menguji kemampuan fotografi menggunakan smartphone realme 9 Pro+. Mengingat smartphone ini menawarkan keunggulan dari sisi fotografi dalam kondisi low-light,” kata Joshua.

Danau Kelimutu, Nusa Tenggara Timur (NTT)

Destinasi berikutnya adalah Danau Kelimutu di Kabupaten Ende, NTT. Danau yang diyakini sebagai tempat berkumpulnya para arwah dari suku Lio di Ende dan Sikka ini tersohor akan keindahan tiga warna danaunya yang selalu berubah. Keindahan alam nan sakral Danau Kelimutu diabadikan fotografer Valentino Luis dari ketinggian 1.639 meter di atas permukaan laut (mdpl). Momentum terbaik untuk memotret keindahan Danau Kelimutu adalah pagi hari saat matahari terbit.

Pada momen inilah pendar surya beradu indah dengan tiga warna Danau Kelimutu. Berkat smartphone realme 9 Pro+, Valentino membawa pulang koleksi apik lanskap Danau Kelimutu.

Nah, itulah sembilan destinasi wisata alam Indonesia yang berhasil dieksplorasi para fotografer National Geographic Indonesia menggunakan smartphone realme 9 Pro+.

Kompetisi foto Nawa Cahaya

Selain  menantang para fotografer profesional, Nawa Cahaya juga menghadirkan program kompetisi yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, yakni Nawa Cahaya: Capture the Light Photo Competition.

Kompetisi foto low-light tersebut terbuka bagi masyarakat umum, terutama mereka yang merupakan pegiat fotografi smartphone. Kompetisi ini berlangsung di platform media sosial Instagram @natgeoindonesia. 

Nawa Cahaya: Capture The Light Photo Competition diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh Indonesia.

Berbeda dari kompetisi foto pada umumnya, Nawa Cahaya: Capture The Light Photo Competition menantang masyarakat untuk memotret menggunakan smartphone. Selain itu, foto yang diambil harus disertai latar cahaya yang temaram atau low-light dan lokasi obyek foto harus berada di Indonesia.

Peserta diwajibkan mengunggah karya di akun Instagram pribadi, serta menceritakan kisah di balik foto tersebut melalui caption.

Tim National Geographic Indonesia pun memilih 50 karya yang terverifikasi sesuai dengan syarat dan ketentuan kompetisi. Dari 50 karya yang terpilih, masing-masing juri menyeleksi 10 karya terbaik.

Adapun penilaian foto didasarkan pada tiga kriteria, yaitu kesesuaian foto dengan tema, konsep dan ide yang diusung pada karya foto, serta teknik foto seperti komposisi, sudut pandang, dan ketajaman.

Selain penilaian oleh dewan juri, penilaian karya juga didasarkan pada jumlah likes pada foto yang diunggah, serta jumlah suara dari babak voting yang digelar melalui Instagram Story @natgeoindonesia. Bobot penilaian dari audiens sebesar 20 persen.

Setelah melalui proses penilaian yang panjang, akhirnya juri pun menetapkan tiga pemenang utama dan satu pemenang favorit melalui Instagram @natgeoindonesia, Senin (28/3/2022).

Juara pertama diraih oleh Hanggara Tala, pemilik akun Instagram @hanggara.tala. Pada karya yang diunggah, ia mengambil latar pemandangan mulut Gua Cibeko yang berlokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya, juara kedua diraih oleh Denny Amando (@pedro_denny). Menampilkan pemandangan sebatang pohon dengan latar suasana matahari terbit (sunrise), Denny menamai karyanya “Pohon Jomblo”.

Juara ketiga diraih oleh Kenny Wira Diharja dengan akun Instagram @kenny_wd. Kenny mengunggah foto berupa pemandangan Gunung Sinabung yang diambil dari Gunung Sibayak, Sumatera Utara. Karya foto tersebut diberi judul “The Sleepless Sinabung”.

Selain tiga juara utama, para juri juga menetapkan satu juara favorit yang diraih oleh Jiehan Herry Saputro pemilik akun Instagram @ikanhiumakanbubur.

Berbeda dari tiga karya foto sebelumnya yang menampilkan keindahan alam, Jiehan mengabadikan pemandangan cahaya lampu kota pada malam hari. Lokasi yang dipilih adalah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Sebagai informasi, juara satu Nawa Cahaya: Capture The Light Photo Competition berhak mendapatkan smartphone keluaran terbaru dari realme, yakni realme 9 Pro+. Sementara juara dua dan tiga masing-masing mendapatkan smartphone realme 9 Pro dan AIoT.

Selain itu, tiga juara yang terpilih akan menyandang status sebagai realme Indonesia Official Creator. Hasil foto mereka akan dikurasi dan ditampilkan di media sosial realme Indonesia selama kurun waktu tertentu.

Itulah rangkuman kisah menarik dari pelaksanaan Nawa Cahaya: Capture The Unique Lights in Indonesia. Untuk melihat hasil karya tersebut Anda bisa mengunjungi laman berikut ini.