Nationalgeographic.co.id—Setiap budaya memiliki kekayaan kuliner yang unik, termasuk budaya Romawi kuno. Dalam perjamuan makan malam mewah orang kaya di Romawi tersaji daging babi, anggur, atau ikan. Semuanya disajikan dengan garum. Bagi orang Romawi, makan belum afdal tanpa saus ikan busuk ini.
Garum menyempurnakan sebagian besar hidangan Romawi. Namun apa itu sebenarnya garum? Saus ini begitu disukai, di sisi lain bau menyengatnya membuat produksi harus dilakukan di luar kota.
Padanan terdekat saat ini dengan garum mungkin adalah kecap ikan, campuran cair dari ikan yang difermentasi dan garam. Kecap ikan semacam ini jadi makanan pokok di banyak masakan Asia Tenggara di zaman modern.
Seperti kecap ikan modern, garum Romawi juga dibuat dari ikan yang difermentasi—khususnya isi perutnya—dan garam. Garum dapat langsung dicampurkan ke makanan atau digabungkan dengan bahan lain. Seperti merica (garum piperatum), cuka (oxygarum), anggur (oenogarum), minyak (oleagarum), atau bahkan air minum (hydrogarum).
“Garum digunakan dalam beragam masakan untuk menambah cita rasa,” ungkap María José Noain Maura di National Geographic.
Bukan sekedar saus, garum sangat penting dalam khazanah kuliner bangsa Romawi kuno. Jaringan besar rute perdagangan tumbuh dibuat untuk memindahkan saus berharga ini dari laut ke meja makan.
Seperti banyak makanan lezat saat ini, garum terbaik bisa dijual dengan harga yang sangat mahal.
Selain menambah rasa makanan, garum juga dipercaya ampuh untuk mengatasi penyakit. Kandungan proteinnya yang tinggi dapat merangsang nafsu makan pasien yang sedang pulih. Juga memiliki sifat kuratif untuk berbagai penyakit.
Dalam Natural History-nya, Plinius yang Tua memuji garum sebagai obat disentri. “Garum efektif untuk mengobati luka akibat gigitan anjing dan sakit telinga,” tulisnya. Masalah perut pun bisa teratasi dengan mengonsumsi siput Afrika yang direndam dalam garum.
Saking menyengatnya, produksi harus dilakukan jauh dari pusat kota
Garum dipercaya berasal dari kuliner Yunani dan Fenisia. Amphora yang mengandung saus ditemukan di bangkai kapal dari abad kelima Sebelum Masehi. Namanya mungkin berasal dari kata Yunani untuk udang.
Orang Romawi tergila-gila dengan saus ini, seakan tidak bisa hidup tanpanya. Pabrik-pabrik yang dikenal sebagai cetariae menjamur untuk memuaskan hasrat orang Romawi akan saus ikan.
Biasanya, pusat produksi ini terletak di dekat pantai, memastikan akses cepat dan mudah pada pasokan ikan segar. Meski sausnya sangat disukai, bau busuknya membuat garum harus diproduksi jauh dari pusat kota.
Setiap pabrik memiliki teras tengah, ruang untuk membersihkan ikan, dan tempat untuk menyimpan cairan berharga saat dibuat. Elemen paling khas dari pabrik ini adalah tong tempat kecap ikan diproduksi. Ini biasanya terbuat dari semen yang dipasang di lantai, tetapi kadang-kadang ditemukan digali dari batu. Bagian dalam tong dilapisi dengan opus signinum. Ini adalah sealant yang sangat kuat untuk memastikan garum tidak merembes.
Dua jenis produk dibuat di cetariae: ikan asin dan garum.
Untuk membuat garum, tong diisi dengan isi perut ikan segar. “Ikan teri, tuna, tenggiri, dan ikan lainnya biasa digunakan untuk membuat saus ini,” tulis Maura. Jeroan ditempatkan di antara lapisan garam dan rempah-rempah aromatik. Diletakkan di bawah sinar matahari selama beberapa bulan sampai saus mencapai rasa tajam yang pas.
Sangat penting untuk menambahkan jumlah garam yang tepat. Terlalu sedikit garam akan menyebabkan pembusukan. Sebaliknya, terlalu banyak akan mengganggu proses fermentasi alami yang memberikan rasa khas pada saus.
Ketika tahap fermentasi selesai, campuran berbau busuk itu disaring. Cairan kental berwarna kuning yang dihasilkan disebut saus garum. Sedangkan pasta yang tertinggal disebut allec. Meski kualitasnya di bawah garum, allec juga diperdagangkan secara luas.
Ada rupa ada harga
Sama seperti jenis anggur atau keju saat ini, garum tersedia dalam berbagai jenis dan harga. Ini tergantung pada jenis ikan yang digunakan untuk membuatnya dan konsentrasi cairannya. Produk yang kualitasnya lebih rendah biasanya digunakan untuk dapur sederhana. Ini termasuk produksi garum murah untuk memasok permintaan besar dari tentara.
Orang kaya tentu saja memilih garum kelas atas. Bahkan Plinius yang Tua memuji garum setinggi langit. Menikmati garum sociorum yang diproduksi di Carthago Nova, bagi Plinius, aromanya setara dengan parfum terbaik.
Menyebarkan kelezatan ke seluruh pelosok
Terlepas dari mana asalnya atau kualitasnya, semua garum disimpan dalam amphora saat didistribusikan. Ada banyak jenis amphora untuk garum dan dipisahkan dengan amphora untuk anggur atau minyak. Untuk membedakannya, di bagian luar amphora terdapat lukisan. Ini untuk menunjukkan jenis bahan makanan apa yang tersimpan di dalam guci itu.
Meskipun garum diproduksi di sebagian besar wilayah Romawi, Semenanjung Iberia memiliki banyak pabrik pengasinan. Banyak yang menggunakan ikan kembung bahkan tuna sebagai bahan utamanya.
Baca Juga: Dari Kota Kecil Peternak Babi, Romawi Berkembang Jadi Kekaisaran Besar
Baca Juga: Lares, Dewa Rumah Tangga Romawi yang Melindungi Rumah dan Keluarga
Baca Juga: Di Herculaneum, Makan Telur dan Produk Susu Dianggap Tidak Jantan
Baca Juga: Tidak Setenar Suku Hun, Siapa Orang Avar yang Jadi Musuh Romawi?
Mayoritas pabrik di Semenanjung Iberia tersebar di sepanjang pantai Andalusia hingga Portugal dan muara Sungai Tagus. Sisa-sisa amphora untuk menampung garum dari kota-kota ini telah ditemukan di seluruh Kekaisaran Romawi. Dengan meneliti amphora, jaringan luas melalui darat dan laut yang mengantar garum ke konsumen pun dapat diketahui.
Baelo Claudia adalah pusat produksi garum utama, letaknya di dekat Selat Gibraltar. Di pertemuan Laut Mediterania dengan Samudra Atlantik, perairan ini menjadi jalur migrasi beberapa jenis ikan. Di sini, jaring dapat dipasang untuk menangkap tuna yang dalam perjalanan untuk bertelur. “Praktik ini masih terus dilakukan di pantai itu hingga kini,” Maura juga menambahkan.
Italia, tentu saja, memiliki pasokan yang melimpah dari sisa-sisa garum. Banyak garum amphora telah ditemukan di Monte Testaccio di Roma. Ini adalah gunung sampah setinggi 30 meter yang terdiri dari wadah makanan yang dibuang dan rusak.
Garum juga dibawa lewat jalur darat melalui Eropa barat hingga mencapai perbukitan terpencil di Inggris Utara. Di Tembok Hadrian, orang Romawi menikmati rasa asin dari saus ikan yang difermentasi di bawah sinar matahari Mediterania.