Mengulik Kehidupan Orang Romawi di Zaman Keemasan Kekaisaran

By Sysilia Tanhati, Rabu, 21 September 2022 | 11:00 WIB
Jika kita mendengar kata “masa keemasan”, mungkin kemakmuran rakyat langsung terlintas di benak. Bagaimana kehidupan orang Romawi di masa keemasan kekaisaran? (Jacques-Louis David /Palais des Beaux-Arts de Lille )

Nationalgeographic.co.id - Romawi kuno berada di puncaknya dari abad kedua Sebelum Masehi sampai abad kedua Masehi. Selama Pax Romana pada abad pertama dan kedua Masehi, wilayah kekaisaran Romawi bertambah luas. Perluasan wilayah ini diiringi dengan sejumlah besar kekayaan dan pengaruh budaya yang beragam membanjiri perbatasannya. Bagaimana kehidupan orang Romawi di masa keemasan kekaisarannya?

Roma, pusat kota yang ramai

Seperti ibu kota negara di zaman modern, Roma merupakan pusat kota yang ramai. Kota ini dipenuhi dengan rakyat jelata hingga politisi.

Meski disebut berada di masa keemasan, tinggal di pusat kota bukanlah tanpa tantangan. Kehidupan warga negara Romawi bergantung pada status sosial dan ekonomi. Kemiskinan dan kebisingan hanyalah dua masalah yang mendorong pemerintah untuk mengatur kota.

Seperti di kota besar, hidup di Roma kuno penuh pro dan kontra, penuh tantangan tetapi tidak membosankan.

Roma, kota padat penduduk dengan permukiman yang terbatas

Populasi penduduk di kota Roma sendiri diyakini mencapai ratusan ribu selama abad pertama Sebelum Masehi. Meski masih diperdebatkan oleh sejarawan, 800.000 penduduk menghuni kota Roma pada masa pemerintahan Augustus. Populasi kota terus meningkat mencapai 1 juta penduduk selama abad kedua Masehi.

Populasi adalah campuran pria dan wanita bebas dari berbagai kalangan. Jumlah budak yang tinggi berkontribusi pada kondisi sesak di Roma, di mana ruang menjadi semakin terbatas. Perkembangan insulae, atau rumah petak, dibangun untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

Insulae terdiri dari beberapa lantai dan dibangun dengan buruk,” tutur Melissa Sartore di laman Ranker. Tempat ini menjadi hunian bagi orang Romawi yang miskin dan cukup kaya. Meski memiliki tempat untuk berteduh, tinggal di sini sangat rawan kebakaran, keruntuhan, dan penyebaran penyakit.

Penduduk kaya tinggal di dekat istana

Selain insulae, terdapat rumah tunggal yang disebut domus. Domus dihuni oleh orang kaya. Semakin kaya suatu keluarga, makin besar domus yang ditempati.

Domus memiliki satu atau dua lantai dengan ruang resepsi dan ruang tamu yang disebut atrium. Banyak kamar tidur, ruang makan, dapur, dan kamar mandi serta ruang untuk bersantai.

 Baca Juga: Eksekusi Mengerikan bak Pertunjukan yang Menghibur di Koloseum

 Baca Juga: Kebiasaan Posisi Makan Ungkap Kelas Sosial Orang Romawi Kuno

Domus biasanya berada dekat dengan tempat-tempat penting kekaisaran. Bangunannya berupa struktur yang berdiri sendiri dan tidak langsung menghadap jalan-jalan Romawi yang ramai.

Jalan berbatu dengan lalu lintas yang padat dan bising

Bangsa Romawi terkenal dengan jaringan jalannya di seluruh wilayah kekaisaran. Jalan menghubungkan daerah-daerah di seluruh kekaisaran dengan Roma, termasuk Via Appia.

Di Roma sendiri, jalan diaspal dan memungkinkan drainase. Namun, dengan adanya kereta dan kendaraan beroda lainnya sering menimbulkan kebisingan yang luar biasa.

Jaringan tersebar di seluruh Kekaisaran Romawi yang luas dari Inggris Raya di utara ke Maroko di selatan. Dari Portugal di barat ke Irak di Timur. (Steve Jay)

Selama abad pertama Sebelum Masehi, Julius Caesar melarang kendaraan beroda untuk masuk ke pusat kota Roma pada siang hari. Tujuannya agar jalanan tidak terlalu padat. Akan tetapi aturan itu justru membuat Roma jadi sangat bising di malam hari sehingga orang tidak bisa tidur.

Pemandian umum dinikmati oleh masyarakat dari semua lapisan

Semua orang, mulai dari budak hingga kaisar Romawi, mengunjungi pemandian umum di kota. Disebut thermae oleh abad pertama Sebelum Masehi, pemandian umum termasuk kamar panas dan dingin dengan kolam renang, kamar uap, dan kamar panas kering. Uniknya, di kamar panas kering ini orang bisa membersihkan diri, melakukan transaksi bisnis, dan bersosialisasi.

Pria dan wanita menggunakan pemandian yang sama sampai praktik itu dilarang oleh Kaisar Hadrian selama abad kedua Masehi.

Kebanyakan orang Romawi yang kaya memiliki budak atau pelayan untuk membersihkan tubuh mereka. Sementara yang lain harus puas dengan membersihkan punggungnya sendiri.

Jumlah pemandian di Roma meningkat dari abad pertama Sebelum Masehi sampai abad kelima Masehi. Pemandian juga menjadi lebih mewah dan termasuk fitur tambahan seperti gymnasia dan air mancur.

Sejarawan memperkirakan sekitar 170 pemandian umum ada di Roma pada 33 Sebelum Masehi. “Jumlahnya meningkat menjadi antara 800 dan 900 pada 400 Masehi,” Sartore menambahkan.

Pakaian dicuci dengan menggunakan urine

Tukang cuci menjadi salah satu pekerjaan tertua di dunia. Di zaman Romawi, setiap rumah tidak memiliki air dan tempat untuk mencuci. Karena itu, fuller atau tukang cuci pun menjamur seperti jasa laundry di zaman modern.

Apa yang membedakan tukang cuci Romawi dengan tukang cuci di zaman modern? Orang Romawi menggunakan urine untuk dijadikan detergen dan pemutih pakaian. Amonia yang ada pada urine merupakan bahan pembersih yang ideal.

 Baca Juga: Koin Langka Romawi Timur Mengungkap Ledakan Supernova 'Terlarang'

 Baca Juga: Tiga Festival Bangsa Romawi Kuno: Ketika Budak Bisa Pakai Baju Tuannya

Pakaian dimasukkan ke dalam tong berisi air dan urine, kemudian akan diinjak-injak untuk menghilangkan kotorannya.

Pada akhir abad pertama Masehi, urine adalah komoditas yang sangat berharga. Maka, Kaisar Vespasianus mengenakan pajak atas urine yang dikumpulkan di tempat umum.

Warga menghabiskan waktu luang dengan menonton hiburan khas Romawi

Di dalam kota Roma, ada banyak cara untuk menghabiskan waktu luang. Di amfiteater seperti koloseum, pertarungan gladiator yang brutal sangat disukai. Selain itu, balap kereta di Circus Maximus menawarkan pelarian lain dari pekerjaan dan kewajiban sehari-hari.

Balap kereta adalah ajang olahraga Romawi Kuno yang paling beresiko. (Italy Magazine)

Selain itu, beberapa teater juga ditemukan di Roma. Penonton dapat menikmati pertunjukan musik dan drama.

Kekayaan seseorang menentukan pendidikan anaknya

Tidak ada pendidikan umum di Romawi, tetapi anak laki-laki dan perempuan biasanya mendapatkan pendidikan dasar dari orang tuanya. Kemudian, guru atau tutor akan memberikan pengajaran. Adalah tugas seorang ayah untuk mengajar putranya membaca dan menulis. Anak lelaki juga mendapatkan banyak latihan fisik. Sementara para ibu ditugaskan untuk mendidik putri mereka.

Ketika anak-anak dididik oleh guru dan tutor, pelajaran didasarkan sejumlah uang yang mampu dibayar orang tua. Orang Romawi yang lebih miskin dapat melewatkan pendidikan formal sepenuhnya. Mereka mengajar anak laki-laki dan perempuan untuk berdagang, alih-alih menggunakan jasa tutor.

Orang Romawi yang kaya membawa guru-guru terbaik ke rumah. Selain itu, mereka juga bisa mempekerjakan budak yang terpelajar untuk mengajar anak-anak.

Pada kesempatan lain, anak-anak kaya itu pergi ke sekolah dengan seorang pendidik. Si pendidik itu akan membawa buku, mengantar dan menjemput, dan memastikan anak berperilaku baik.

Anak perempuan menerima pendidikan yang berbeda dari anak laki-laki. Anak laki-laki mempelajari logika, sastra, dan filsafat. Apa yang dipelajari oleh anak perempuan tergantung pada apa yang diajarkan oleh ibu mereka. Anak perempuan dengan orang tua yang lebih kaya dapat menerima pelatihan musik, sastra, atau disiplin ilmu yang sebanding.

Jaminan harga gandum yang tetap untuk warga

Seiring dengan berkembangnya Roma, penduduknya pun bertambah, demikian juga kemiskinan dan kelaparan. Romawi memiliki program kesejahteraan, menyediakan gandum kepada warga dengan harga yang disubsidi oleh kekaisaran.

Distribusi biji-bijian selama abad pertama Sebelum Masehi dilakukan secara gratis untuk sementara waktu. Namun ini ternyata membebani kekaisaran secara finansial.

 Baca Juga: Tujuh Hal yang Mungkin Belum Anda Ketahui soal Kaisar Romawi Caligula

 Baca Juga: Akhir sebuah Era: Ketika Peradaban Romawi Benar-benar Berakhir

Menurut Plutarch, jagung tersedia untuk warga miskin dan kaya. Distribusi biji-bijian menyebabkan banyak perselisihan di Romawi, terutama ketika ada upaya untuk mereformasi sistem agraria.

Di bawah kepemimpinan Julius Caesar, langkah-langkah diambil untuk memastikan bahwa hanya warga negara Romawi yang menerima gandum. Pada masa pemerintahan Augustus, ditetapkan bahwa semua warga negara harus menerima biji-bijian dengan biaya kecil.

Peran dan hak wanita

Peran seorang wanita di Romawi ditentukan oleh status sosial, kekayaan, lokasi, dan dukungan wali laki-lakinya. Wali ini bisa seorang ayah, suami, saudara laki-laki, atau putranya.

Wanita memiliki hak hukum yang relatif sedikit, tidak dapat memilih, dan dilarang memegang jabatan publik.

Konon, wanita bukannya tanpa kekuatan. Mereka dapat memiliki properti dan bekerja di luar rumah sebagai perawat atau bidan, sebagai buruh tani, atau di pasar. “Beberapa wanita bahkan memiliki bisnis mereka sendiri,” ujar Sartore.

Meski memiliki hak terbatas, perempuan harus menjadi ibu dan pemberi nafkah. Pilihan lapangan pekerjaan untuk perempuan pun terbatas. Namun mereka dapat memproduksi kerajinan tangan dan barang-barang kerajinan lainnya di rumah.

Banyak wanita juga memberikan bantuan yang berharga kepada suami dan ayah mereka dalam bisnis keluarga. Jika terpaksa, prostitusi menjadi pilihan untuk mendapatkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Wanita kaya memiliki lebih sedikit tugas rumah tangga dan lebih banyak berekreasi. Di sisi lain, mereka juga mengawasi anak-anak, budak, dan pelayan di rumah.

Kepala rumah tangga bertanggung jawab atas keluarga

Struktur kehidupan patriarki di Roma didominasi oleh paterfamilias atau bapak keluarga. Kepala rumah tangga laki-laki bertanggung jawab atas segala sesuatu. Ini termasuk urusan bisnis, pertukaran properti hingga mengatur seorang suami untuk putrinya.

Bapak keluarga mengendalikan setiap aspek kehidupan anak-anaknya. Mereka bahkan diperbolehkan menjual anak sebagai budak, tidak mengakuinya, atau mengakhiri hidup anak.

Menikahi seorang wanita berarti mengalihkan otoritas dari ayah ke suami. Namun, dalam kondisi tertentu, seorang wanita yang sudah menikah masih setia kepada ayahnya.

Jika tidak memiliki anak laki-laki, pria bisa mengadopsi, mengambil keponakan atau kerabat keluarga jauh untuk menjadi ahli warisnya.

Kepala rumah tangga laki-laki juga menjalankan peran keagamaan. Mereka mengawasi penyelenggaraan upacara kepada dewa-dewa di rumah setiap harinya.

Jika kita mendengar kata “masa keemasan”, mungkin kemakmuran rakyat langsung terlintas di benak. Namun ternyata, kehidupan orang Romawi di masa keemasan kekaisaran tidak senyaman yang dibayangkan. Bagi orang kaya, mereka bisa menikmati segala fasilitas karena kekayaannya. Sebaliknya, orang miskin tetap harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.