Resort PTN Wilayah Ranu Darungan, SPTN Wilayah IV, Bidang PTN Wilayah II, Balai Besar TNBTS memangku kawasan seluas 3.557,41 hektar. Ada 3 penanggung jawab resort ini yaitu Toni Artaka (PEH Muda merangkap Kepala Resort), Teguh Prayitno (PNS-Tenaga Pengaman Hutan Lainnya), dan Doni Catur Saputra (Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri).
Kantor resort berada di tengah-tengah kampung Dusun Darungan, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Berupa rumah bercat oranye dengan halaman luas.
Rumah itu memiliki ruang tamu sekaligus ruang kerja, rak buku beserta spesimen anggrek di dalam botol alkohol, dapur, kamar mandi yang airnya tentu saja sangat dingin, juga dua kamar tidur. Di salah satu kamar ini, Toni tinggal dari Senin-Jumat dan sewaktu-waktu “tergusur” ketika ada tamu yang menginap.
“Jarak dari rumah saya ke resort sekitar 75 kilometer, jadi saya harus menginap di resort dari Senin sampai Jumat setiap minggunya,” kata Toni. Kecuali ada kegiatan yang penting di resort, maka masa inap di resort bisa bertambah.
Menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Toni ketika ada undangan rapat di Kantor Balai (Malang) pada hari Senin atau Jumat, bisa menambah masa tinggal di rumah.
Dari beberapa masyarakat setempat yang seide, Toni “bergerilya” untuk menyampaikan ide pembentukan kelompok tani konservasi, cikal bakal para penjaga anggrek di Ranu Darungan.
Tiap malam, mereka mendatangi warga, datang ke acara kumpul-kumpul untuk mengobrol dan mengumpulkan orang-orang yang sepaham. Lebih sering mereka lakukan pada malam hari. Selepas Isya' hingga tengah malam.
Secangkir kopi, rokok, pisang goreng, ubi, singkong dan keripik menjadi bagian penting dalam proses ini dan proses-proses selanjutnya. Para pemburu yang dulu memburu anggrek, kini menjadi orang terdepan yang menjaga kelestarian anggrek in situ.
Baca Juga: Jejak Majapahit di Bromo: Suku Tengger dan Kehidupan Sosial-Budayanya
Baca Juga: Gunung Semeru dan Soe Hok Gie yang Jatuh Tewas di Pelukannya
Baca Juga: Aktivisme hingga Petualangan: Antara Gie, Pendakian, dan Semeru
Baca Juga: Mengenal Eulophia Lagaligo, Spesies Anggrek Terbaru dari Sulawesi
Avichidtourism juga menawarkan petualangan bagi para pengamat burung. Berbeda dengan pengamatan anggrek yang terus berjalan, para pengamat burung hanya menggunakan trek untuk lewat. Selebihnya, mereka akan bersembunyi di hide, sebuah ruang penyamaran yang dibangun taman nasional. Berupa gubuk berukuran 3x4 m yang ditutup dengan dedaunan dan net kamuflase. Para pengamat akan berdiam di sini, berjam-jam, untuk melihat burung-burung datang.
“Tunggu, mereka akan datang,” kata Khoirul Ismi yang memandu pengamatan burung. Ia memutar rekaman suara burung sambil mengamati dengan binokuler.
Tak sampai setengah jam, dalam kesunyian, burung-burung itu mulai berdatang di depan hide. Di sana sudah tersedia makanan dan air di kolam kecil untuk memanggil burung. Ketika burung-burung itu berdatangan, kesunyian terusik oleh bunyi shutter camera, tanpa mengusik burung yang singgah.
Selama uji coba, tidak ada satwa yang tersakiti. Dengan adanya tenda kamuflase, pengamat burung memantau ada permbiakan beberapa jenis burung. Puyuh gonggong jawa, yang endemik Jawa, sementara ketemu, ternyata mereka melakukan pengembangiakan. Ada lebih dari 5 ekor.
Menurut Waskito Kukuh, ahli burung dari Burungnesia, Malang, keragaman burung di Ranu Darungan cukup tinggi. Secara umum di TNBTS terdata 200-an jenis burung. Sejumlah 20-30 jenis merupakan burung endemik Jawa.
“Ranu Darungan menjadi benteng pertahanan keanekaragaman burung di Pulau Jawa,” kata Kukuh.
Pulau Jawa merupakan pulau yang paling padat di NKRI. Kepadatan populasi penduduk menghasilkan tekananan luar biasa bagi lingkungan termasuk pada habitat burung. Di Ranu Darungan masih menyediakan tempat berbagi atara manusia, tumbuhan, dan satwa.