Zeb-un-Nisa: Penyair Mughal, Pemberontakan, dan Kisah Cinta Tragis

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 3 April 2023 | 11:00 WIB
Zeb-un-Nisa adalah Putri Mughal dan penyair pemberontak yang mengakhiri hari-harinya di penjara taman berlapis emas. (Public Domain)

Pendidikan dan Karya Sastra di Harem

Di kalangan bangsawan Mughal, Kaisar Akbar, yang hanya memiliki sedikit pendidikan formal, membuat pengaturan yang tepat untuk memberikan pendidikan kepada para wanita di harem kekaisaran. 

Aurangzeb sangat terkesan dengan kecerdasan putrinya dan ingin memupuk semangat ilmiahnya; ia mempekerjakan para pengajar terbaik dari berbagai bidang.

Zeb-un-Nisa memiliki panutan yang sangat baik di Jahanara dan Permaisuri Nur Jahan, wanita yang telah memantapkan diri mereka dalam masyarakat yang didominasi oleh pria. 

Ia unggul dalam studinya—menghafal Al-Quran di usia yang begitu muda menunjukkan kemampuan alami yang tinggi. Studinya terdiri dari astronomi, matematika, sejarah, filsafat, dan sastra; dan putri muda ini unggul dalam bahasa seperti Persia, Arab, dan Urdu.

Pada tahun 1653, Zeb-un-Nisa yang berusia 14 tahun mulai menceritakan puisi Persia dan gurunya, Ustad Bayaz, mendorongnya untuk lebih menekuni puisi. 

Zeb-un-Nisa biasanya secara diam-diam berpartisipasi dalam pesta-pesta sastra dan puisi yang tersembunyi, di mana para penyair besar seperti Ghani Kashmir, Nai'matullah Khan, dan lainnya berpartisipasi.

Pertempuran Puitis dan Sajak yang Menakjubkan

Zeb-un-Nisa berpartisipasi dalam pertempuran puitis dan dia akan membingungkan lawan-lawannya dengan watak inovatif dan imajinasinya yang ceria.

Kecintaannya pada puisi dapat dilihat dari fakta bahwa ia menghabiskan malamnya dalam khayalan puitis dan paginya untuk menulis syair. Suatu hari Aurangzeb kebetulan berpapasan dengan putrinya. Saat melihatnya, Zeb-un-Nisa menggubah syair berikut ini:

"Wahai burung bulbul yang bodoh! Peganglah erat-erat napasmu di tenggorokanmu

Watak halus para raja tidak dapat menanggung komposisi puitis."