Pangeran muda ini telah diinstruksikan untuk membujuk keluarga Rajput untuk bergabung dengan Mughal. Akan tetapi, justru Akbar yang diyakinkan oleh keluarga Rajput untuk memberontak melawan pemerintahan tirani ayahnya.
Akbar tidak memiliki kemampuan militer seperti ayahnya, sehingga ia dikalahkan dan diusir dari India.
Aurangzeb segera menyadari bahwa Akbar tidak sendirian dalam pemberontakan ini. Zeb-un-Nisa telah bertukar surat-surat rahasia dengan kakaknya, membantunya merencanakan pemberontakan melawan ayah mereka.
Zeb-un-Nisa tidak dapat menghindari hukuman kali ini, ia dipenjara di Benteng Salimgarh. Benteng ini menjadi terkenal karena pernah menjadi tempat tinggal saudara-saudara kaisar; Murad Baksh dan Dara Shikoh yang dipenjara.
Cinta Tragis di Dalam Penjara Taman
Sulit untuk membayangkan perasaan yang mungkin ada di benak Zeb-un-Nisa, karena ia melihat orang lain mencapai tonggak sejarah yang tidak dapat ia capai, yaitu pernikahan.
Pada usia muda, kakeknya, Kaisar Shah Jahan menikahkan Zeb-un-Nisa dengan Suliman Shikoh, putra Dara Shikoh.
Sayangnya, ketika Aurangzeb naik takhta, ia bertekad untuk memadamkan semua ancaman terhadap kekuasaannya, yang berarti Dara dan putranya, Suleiman, juga harus mati. Jadi Zeb-un-Nisa kehilangan tunangannya pada usia yang sangat muda.
Menemukan pasangan lain akan menjadi sangat sulit meskipun ada lamaran lain yang datang dari Mirza Farrukh. Namun, lamaran ini juga berakhir dengan kepahitan karena Zeb-un-Nisa menganggap Mirza tidak sopan.
Untungnya bagi Zeb-un-Nisa, ia bertemu dengan cinta dalam hidupnya melalui puisi. Akil Khan, gubernur Lahore, sedang berkeliling di sekitar dinding istana ketika ia melihat sekilas putri Zeb-un-Nisa di atap.
Saat itulah ia menyatakan bahwa "sebuah penampakan berwarna merah muncul di atap istana." Kata-kata ini segera sampai ke telinga sang putri dan dia menjawab, "Doa, kekuatan, dan emas tidak dapat memenangkannya." Pertukaran puitis ini memulai kisah cinta mereka.
Ada dua pendapat yang beredar, pertama, Aurangzeb menolak lamaran Akil Khan. Pendapat lain, mengatakan bahwa Akil menolak pergi ke istana menemui Aurangzeb untuk membicarakan lamaran tersebut karena ia takut dihukum mati.
Karena tidak dapat menikahi sang putri, Akil Khan, yang termakan oleh cinta, meninggalkan posisi, kekayaan, dan hartanya. Dengan begitu, ia mulai hidup sebagai pengemis.
Selama pemenjaraan Zeb-un-Nisa di taman yang dibangunnya sendiri, ia dan Akil Khan dipertemukan kembali.
Aman dari ayahnya, ia dapat menjalin hubungan dengan pujaan hatinya. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun hingga hubungan mereka ketahuan, dan kekasihnya dieksekusi di depan matanya.
Baca Juga: Shah Jahan: Kaisar Mughal, Pencipta Taj Mahal, Jawara Masakan Mewah
Baca Juga: Peran Wanita di Harem dan Istana Kesultanan Mughal yang Jarang Disorot
Baca Juga: Bahasa Persia Menghubungkan Negeri Safawi, Mughal, hingga Ottoman
Baca Juga: Kala Kekaisaran Mughal dari India Menguasai Ekonomi Dunia Abad 17
Tahun-tahun yang tersisa dihabiskan dalam kesendirian dengan fokus pada pengabdian agamanya, sampai kematiannya pada tahun 1702.
Zeb-un-Nisa memiliki kecintaan untuk belajar yang semakin mendalam seiring berjalannya waktu, perpustakaannya sangat mengesankan. Puisinya sangat menenangkan, sangat kontras dengan kehidupannya yang penuh tekanan.
Ia telah diberkati dengan segalanya, tetapi setelah dipenjara ia kehilangan semua yang membuat hidupnya nyaman.
Ia telah mencintai dan kehilangan, menyaksikan orang-orang yang dicintainya terbunuh di depan matanya.
Meskipun monumen-monumen arsitekturnya telah sirna, kontribusi puitis dan keilmuannya masih lestari hingga hari ini. Namanya tetap hidup sebagai salah satu wanita Mughal yang hebat dalam sejarah.